15

683 87 5
                                    

"An, lo udah tugas matematika?" tanya Meylanie usai jajan dari kantin. Dia mendekati Anika yang sedang mendengarkan lagu melalui earphone.

Anika mengangguk. Dia mendengarkan lagu dengan volume kecil sehingga ucapan Meylanie masih terdengar. "Udah, Mey."

"Liat dong," Meylanie menampilkan senyuman manisnya. "Anika kan baik, terus cantik-"

"Bullshit," Anika mendengus mendengar ucapan Meylanie. "Bentar, gue ambil dulu," Anika membuka tasnya untuk mengambil buku tulis matematika. Tapi mata Anika melebar saat tak melihat bukunya ada di sana.

"An, mana?" tanya Meylanie.

"Nggak ada, Mey," Anika mengeluh dengan muka pucat. "Aduh gimana ya? Gue pasti lupa masukin ke tas."

"Kok bisa lupa, sih?" Meylanie kini ikutan panik. "Mana pelajarannya abis istirahat lagi, An. Bisa kena semprot bahkan dihukum kita sama dia. Aduh, gue ogah banget deh An," Meylanie menggelengkan kepalanya ketika membayangkan akan kena hukuman oleh guru matematika yang nyinyir itu.

"Kalo gue balik ke rumah, masih keburu nggak, ya?" Anika melirik jam di ponselnya. "Ada sisa lima belas menit lagi sebelum bel bunyi. Kayaknya gue masih bisa buat balik dulu, Mey, ambil buku gue. Rumah gue kan deket."

"Lo yakin, An?"

"Yakin, Mey," Anika mengangguk. Yakin tak yakin sebetulnya tapi Anika harus mengambil buku itu jika tidak mau terkena masalah. "Lo liat ke yang lain aja, ya. Nggak usah nungguin gue. Takut kelamaan," Anika melepas earphone dan mulai beranjak keluar dari mejanya.

"Iya, An, lo hati-hati, ya!"

"Iya, Mey!" Anika berlari keluar kelas dengan sangat terburu-buru hingga ketika di tikungan tangga, secara tak sengaja Anika menabrak seseorang.

Anika mengaduh saat tubuhnya jatuh ke lantai. "Aduh, sorry-sorry," Anika yang jatuh, Anika yang merasa tidak enak hati karena ini terjadi berkat kecerobohannya sendiri.

Yang Anika tabrak adalah seorang laki-laki dengan seragam asing, yang jelas tidak sama dengan seragam sekolahnya. Cowok itu tidak menggubris pernyataan maaf Anika dan langsung berlalu begitu saja melewati Anika.

Anika tidak peduli dengan sikap cuek cowok tadi, yang Anika pedulikan hanyalah buku tulis matematikanya. Untuk itu Anika kini langsung berjalan cepat, tapi lebih hati-hati agar tidak menabrak orang seperti tadi.

Setahu Anika, Pak Satpam sekolahnya itu suka membawa sepeda ke sekolah. Untuk itu Anika mendekati pos satpam dan meminta izin kepada pak satpam agar diizinkan meminjam sepeda.

"Beneran rumah kamu deket?"

Anika mengangguk dengan napas tersenggal-senggal karena berjalan cepat. Terlebih bobot tubuhnya yang lumayan cukup menghambat gerak Anika. "Be-beneran, P-pak.."

"Ya udah boleh," jawab pak satpam itu pada akhirnya. "Tapi kamu hati-hati, ya."

"Hati-hati apaan?" Baskara yang habis dari toilet melihat Anika, pacarnya itu sedang bicara dengan pak satpam. Tentu saja Baskara menghampirinya.

Anika menoleh. "In-ini, Bas.. Ak-aku mau ambil buku matematika. Ketinggalan," ujarnya masih dengan wajah kelelahan.

"Kamu keliatan ngos-ngosan. Kamu lari-lari?" tanya Baskara, merasa tidak tega. Dia mengambil sapu tangan dari saku celana abu-abu dan mengusap wajah Anika yang agak berkeringat. "Nggak usah diambil An, kamu capek nanti."

"Tapi aku harus, Bas. Aku nggak mau kena hukum."

Baskara menarik napas panjang lalu meraih tangan Anika dan membawa gadis itu duduk di bangku yang berada di pos satpam. "Kamu tunggu di sini. Aku yang akan ambil buku kamu di rumah. Aku nggak mau kamu capek," ujar Baskara kemudian melirik pak satpam. "Titip Anika ya, dia pacar saya, Pak. Kalo ada yang gangguin, bilang aja Baskara yang punya. Pasti nanti nggak berani."

CHOICE [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang