Baskara duduk di bangku yang berada di pinggir brankar tempat Anika berbaring. Baskara sedang menunggu Anika sadarkan diri setelah tadi Jarvis menghubunginya untuk menyuruh menyusul ke UKS.
Sedangkan Jarvis memilih pergi keluar dari UKS, entah pergi kemana lelaki itu. Baskara menyadari, Jarvis teramat menyayangi Anika, bahkan Jarvis seperti terlihat sudah mempunyai perasaan dengan Anika dalam waktu yang sangat lama. Tapi... Kalau memang Jarvis telah lama menyukai Anika, itu sejak kapan? Bukankah Jarvis hanyalah anak baru di kelas Anika?
Saat sedang sibuk memikirkan itu semua, tiba-tiba Baskara mendengar suara lenguhan dari samping. Itu Anika yang sedang mulai sadar.
"An?" panggil Baskara.
Anika memerjapkan matanya beberapa saat sebelum benar-benar menyadari kalau yang mengajaknya bicara memanglah Baskara. "Kak.. Kak Baskara?"
"Ya, ini gue," Baskara mengambil teh hangat yang tadi sudah sediakan anggota PMR jika Anika sudah sadarkan diri. "Gimana? Kepalanya masih sakit?" tanya Baskara saat Anika baru saja meminum teh hangat yang diberikannya.
"Masih agak pusing, tapi gak apa-apa."
Baskara mengambil teh hangatnya dari tangan Anika, lalu menaruhnya di atas meja kecil yang berada di sebelah brankar. "Sorry," ujar Baskara saat sudah kembali duduk di bangku yang berada di sisi brankar.
"Kak Baskara yang tadi nggak sengaja nendang bolanya?" tanya Anika, setelahnya mengangguk. "Gak apa, Kak. Gue tau lo nggak sengaja."
"Sorry karena udah nyakitin perasaan lo. Sorry karena udah bikin lo belakangan hari ini selalu nangis. Sorry.. Sorry karena kita akhirnya jadi kayak gini," ucap Baskara sambil menatap Anika.
Mendengar itu, Anika sontak saja mengalihkan pandangan. Sejujurnya Anika telah memaafkan Baskara sejak pertama kali Anika mengetahui apa yang Baskara lakukan dengan Nachel di belakangnya. Hanya saja, bagi Anika, maaf tak akan pernah cukup untuk menghapus semua rasa sakit yang ada pada perasaannya.
"Gue tau, maaf aja nggak akan pernah cukup, An. Tapi gue juga nggak bisa liat lo sedih terus kayak gini."
Anika menoleh. "Kalo lo nggak mau gue sedih, harusnya lo jangan pernah melakukan hal itu, Bas. Lo tau 'kan, perbuatan lo sama Nachel nyakitin perasaan gue?" tanya Anika dengan mata yang mulai berair.
Baskara meringis. Ingin sekali Baskara mengatakan yang sebenarnya kepada Anika, tapi Baskara tak yakin dengan apa yang dikatakan Jarvis. Apa maksudnya Jarvis yang mengurus Nachel? Mereka bahkan tak saling mengenal. Hal itu membuat Baskara ragu untuk berterus terang dengan Anika.
"Tapi ya mau gimana. Semuanya udah kejadian. Gue emang sedih, kecewa, marah, dan sakit hati, tapi gue juga nggak bisa egois karena gimanapun lo punya tanggung jawab yang harus lo pikul di Nachel," ucap Anika berusaha penuh untuk lapang dada.
Baskara masih belum berkata apa-apa. Lelaki itu hanya memandangi Anika dengan penuh penyesalan. Baskara menyesal telah menyakiti Anika, dan menyesal juga karena tak bisa menjaga Nachel.
"Jadi.. Gimana? Lo sama Nachel bakalan nikah?"
Baskara menghela napas panjang, lalu mengangguk pelan. "Sepertinya setelah gue lulus."
"Untung banget lo orang berada ya, Bas. Jadi nasib keluarga kecil lo nanti udah terjamin bakalan baik-baik aja. Ya seenggaknya gue tau.. Lo nggak akan kesusahan dengan semua ini nantinya," ucap Anika sambil mati-matian menahan tangisannya.
"An..."
"Apa, Bas? Apa?" suara Anika terdengar bergetar. Matanya yang basah menatap Baskara masih dengan tatapan yang sama, tatapan penuh rasa sayang.

KAMU SEDANG MEMBACA
CHOICE [LENGKAP]
Novela JuvenilHidup adalah sebuah pilihan. Tiap hal selalu saja dihadapi dengan pilihan. Sekalipun itu mengenai cinta. Kadang kala, kita tak bisa memilih untuk bersama orang yang teramat kita cintai bukan karena perasaan itu sudah tidak ada lagi. Tapi karena...