Jarvis membuka lemari kamar yang Nachel tempati lalu terperangah saat sudah tidak ada satupun baju yang berada di sana.
Buru-buru Jarvis berlari keluar kamar untuk menemui asisten rumah tangganya yang tadi menghubunginya untuk menanyakan hal ini.
"Gimana bisa sih, Mbak?" tanya Jarvis dengan raut wajah sangat kesal.
"Tadi ada yang bilang, kalau Mbak Nachel sempat minta tolong diantarkan suatu barang ke kamar Mas Jarvis, lalu—"
"Gue nggak nanya itu! Gue nanya kenapa bisa Nachel kabur dari rumah gue?!" Jarvis memotong ucapannya dengan tidak sabaran.
"Maaf, Mas Jarvis, tapi saya benar-benar nggak tau Mbak Nachel kemana. Tadi pas saya datang ke kamar untuk mengantar susu, tiba-tiba Mbak Nachel sudah nggak ada di kamarnya."
Jarvis berdecak. "Di rumah ini, ada banyak banget orang yang kerja. Gimana bisa seorang perempuan yang bahkan lagi hamil, bisa dengan gampang kabur dari rumah sebesar ini, Mbak?" Jarvis mencak-mencak sambil mengacak rambutnya.
"Sekali lagi saya minta maaf, Mas Jarvis, saya benar-benar nggak tau," ujar sang asisten rumah tangga sambil menunduk dengan penuh rasa bersalah.
Jarvis mengibaskan tangannya, lalu dengan cepat berlari keluar rumah untuk menemui satpamnya.
"Pak, Nachel kemana?"
Satpam itu menunduk. "Saya nggak tau, Mas Jarvis, saya minta maaf."
"Pak, bapak seharian ada di sini. Gimana bisa bapak nggak tau kalau ada yang keluar dari rumah?" Jarvis menggeram jengkel.
"Ta-tadi saya sempat ke warkop di depan perumahan sama seseorang, Mas, saya ditraktir.. Saya lupa jaga pagar, Mas, saya minta maaf."
"Seseorang siapa?"
Satpam itu meringis. "Saya nggak sempat nanya nama, Mas."
"Astaga," Jarvis memejamkan matanya sejenak, semakin merasa kesal. "Pak, gimana bisa bapak pergi sama seseorang yang bahkan bapak nggak kenal? Bapak tau bapak punya tanggung jawab untuk kerja untuk menjaga rumah saya, 'kan?"
"Maaf, Mas, Maaf, saya tergoda ajakan untuk ditraktir, Mas, saya benar-benar minta maaf. Saya mengaku salah, Mas," ucap satpam itu dengan wajah memelas. "Maafkan saya Mas Jarvis, saya mohon, jangan pecat saya."
Jarvis mengalihkan wajahnya, lalu lekas mengambil ponsel dari dalam saku celana untuk mengubungi seseorang. Tentu saja itu adalah Fadil. "Gue mau lo suruh anak buah lo untuk cari keberadaan Nachel. Sebelum malam, gue udah mau Nachel ada di rumah gue lagi. Nggak ada alasan buat nggak menemukan cewek idiot kayak dia, gue tunggu," Jarvis menutup panggilan lalu melirik satpam yang berkerja di rumahnya dengan tajam sebelum kembali masuk ke dalam rumahnya.
"Maaf Mas Jarvis, apa Mas Jarvis mau dibuatkan minuman?" sapa salah satu asisten rumah tangga saat Jarvis berjalan melintasi ruang tamu.
Jarvis tidak menggubrisnya sama sekali karena suasana hatinya sedang kacau.
"Mas Jarvis lapar nggak? Saya buatkan makanan? Mas Jarvis mau apa? Kalau Mas Jarvis nggak mau dimasakin, Mas Jarvis tinggal bilang mau apa nanti saya belikan."
Jarvis berdecak, lalu menoleh dengan kesal. "Berisik!" dengan rahangnya yang menget karena sedang emosi, Jarvis masuk ke dalam kamar lalu membanting pintu kamarnya kuat-kuat.
Jarvis masih tidak habis pikir mengapa bisa-bisanya Nachel keluar dari rumahnya dengan leluasa tanpa ada yang menyadarinya padahal asisten rumah tangga yang berkerja di rumah Jarvis bisa dikatakan cukup banyak. Mereka melakukan apa saja di rumah hingga tak sempat mengetahui kalau Nachel pergi meninggalkan rumah?
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOICE [LENGKAP]
Ficção AdolescenteHidup adalah sebuah pilihan. Tiap hal selalu saja dihadapi dengan pilihan. Sekalipun itu mengenai cinta. Kadang kala, kita tak bisa memilih untuk bersama orang yang teramat kita cintai bukan karena perasaan itu sudah tidak ada lagi. Tapi karena...