"Kalo kamu mau tau, ini pertama kalinya aku ke pasar," ujar Baskara sambil melirik sekeliling area pasar yang memang tidak sebersih supermarket yang biasa Baskara kunjungi. "Ternyata.. Agak kotor, ya?"
Anika terkekeh. "Ya gini lah, Bas. Namanya juga pasar," ujar Anika yang memang sudah terbiasa dengan hiruk-pikuk serta bagaimana situasi pasar.
"Kalo Nachel aku ajak ke sini. Nangis pasti dia," Baskara tertawa ketika membayangkannya. "Soalnya ini gerah, aromanya campur-aduk, terus tempatnya juga kurang bersih. Kapan-kapan asik kali ya ngajak Nachel ke sini."
Meski hubungan yang Baskara jalani dan Nachel justru terlihat seperti kakak-adik daripada berpacaran karena Baskara sendiri yang bilang kalau dirinya dan Nachel tidak pernah bisa saling mencintai, Anika tetap merasakan sakit saat Baskara menyebut nama gadis lain. Terlebih itu Nachel, seseorang yang sangat dekat dengan Baskara.
"An, kamu kok diem aja?" Baskara melirik Anika kemudian menarik tangan gadis itu saat hampir saja menginjak ubin yang retak dan sudah digenangi air. "Itu kamu kalo jalan, liat-liat, babe. Nanti kamu kesandung."
"Iya, Bas, sorry," Anika meringis kecil sambil berusaha mengenyahkan rasa cemburu itu. "Oh iya, ini kamu mau beli apa dulu?"
"Ikan sama ayam dulu. Dimana, An?" Baskara melirik Anika.
"Ke sini, Bas," Anika menunjukan arahnya dengan berjalan mendahului Baskara.
Baskara ikut melangkah memasuki bagian pasar yang menjual pangan hewani. Aroma amis begitu dominan masuk ke indra penciuman Anika dan Baskara.
"Kamu yakin ini.. Higenis, kan?" wajah Baskara seolah ragu.
"Yakin, Baskara," Anika menuntun Baskara untuk menuju penjual ayam langganan ibunya.
"Eh, Anika," sapa penjual ayam tersebut tampak akrab dengan Anika. "Eh, Ibu kemana? Tumben nggak ikut."
Anika tersenyum. "Yang mau belanja bukan Ibu, Budhe. Tapi dia," Anika menunjuk Baskara lalu tersenyum malu. "Ini Baskara, pacarku, Budhe."
Baskara ikut tersenyum mendengar ucapan Anika, lalu mengangguk. "Iya, Budhe," Baskara jadi ikut-ikutan memanggil Budhe sebagaimana Anika memanggilnya. "Saya beli ayam 2 ekor aja. Dipotongnya jangan terlalu kecil. Kepala sama cekernya nggak usah, dalemannya juga nggak usah."
"Pacarmu ganteng, An, nemu dimana sih?" tanya Budhe sambil memotong-motong ayam sesuai dengan permintaan Baskara.
"Di sekolah, Budhe," itu Baskara yang menyahut.
"Oh, cinlok.." goda Budhe.
Baskara hanya terkekeh begitupun juga Anika yang masih tampak malu.
"Bas, kamu kenapa nggak mau ceker sama kepala ayamnya?" tanya Anika.
"Nggak suka, An."
"Jangan dibuang," Anika tersenyum malu. "Buat aku aja, Bas, aku suka banget malah."
"Iya, Anika, buat kamu," Baskara mengangguk. Lalu melirik sang penjual ayam. "Kepala sama cekernya buat pacarku ya, Budhe.."
"Iya, ganteng.." Budhe tertawa.
"Makasih, Baskara," ujar Anika.
"Gitu aja bilang makasih," Baskara menggeleng geli. "Nanti aja makasihnya. Aku belum pernah bahagiain kamu, udah bilang makasih aja."
"Eh, ini aku dikasih ceker sama kepala ayam aja udah bahagia, Bas."
"Bahagiamu sederhana banget, An," Baskara semakin jatuh cinta dengan Anika. Dia mengusap kepala Anika dengan lembut. "Bahagiaku kalau kamu bahagia. Jadi aku yang bilang makasih sama kamu karena udah bahagia dengan cara yang sesimpel ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
CHOICE [LENGKAP]
Teen FictionHidup adalah sebuah pilihan. Tiap hal selalu saja dihadapi dengan pilihan. Sekalipun itu mengenai cinta. Kadang kala, kita tak bisa memilih untuk bersama orang yang teramat kita cintai bukan karena perasaan itu sudah tidak ada lagi. Tapi karena...