30

512 79 18
                                    

Baskara melenguh pelan dalam tidurnya saat indra pendengarannya menangkap sebuah suara. Karena Baskara adalah orang yang cukup peka dengan situasi di sekitar, lelaki itu lekas memerjapkan matanya dan mulai bangkit dari ranjang yang ditidurinya.

Siapa yang datang ke apartmennya tengah malam seperti ini?

Dengan wajah bantal dan rambut yang acak-acakan tanpa sempat mencuci muka, Baskara lekas mendekati pintu apartmen dan membukanya.

Baskara yang awalnya masih sedikit mengantuk, kini benar-benar terjaga saat melihat keberadaan Nachel di depannya sambil menangis dan ada koper di sebelahnya.

"Chel?"

"Bas..." Nachel merangsek masuk dan langsung memeluk tubuh Baskara sambil terisak.

Baskara yang bingung dengan keberadaan Nachel secara mendadak dan keadaan Nachel yang tampak kacau, hanya bisa mengusap punggung Nachel dengan lembut untuk menenangkan gadis itu.

"Masuk dulu, ya?" Baskara mengurai pelukannya dengan Nachel lalu mengangkat koper Nachel untuk masuk ke dalam ruang apartmennya.

Nachel masuk dengan langkah gontai, dan duduk di sofa, masih dengan suara isak tangis yang terdengar.

Baskara yang melihat itu, hanya bisa menghela napas, sangat prihatin tapi Baskara belum tau masalah apa yang membuat Nachel seperti ini.

Setelah menaruh koper milik Nachel di dekat sofa, Baskara beranjak ke dapur untuk mengambil segelas air putih guna menenangkan Nachel.

"Nih, minum," Baskara menyodorkan segelas air putih ke arah Nachel, lalu duduk di sebelah gadis itu.

Nachel menenggak air minum yang Baskara berikan dengan gemetar. Baskara semakin merasa kasihan melihatnya, meski dirinya dan Nachel sudah tidak terikat apa-apa, tapi Nachel tak pernah jadi orang asing baginya. Baskara bahkan telah menganggap Nachel layaknya kakak kandungnya sendiri karena perasaan sayang Baskara dengan Nachel hanya sebatas itu.

"Bisa cerita ke gue sekarang?" tanya Baskara sambil mengusap wajah Nachel yang basah serta merapihkan rambut gadis itu.

"Bas..." Nachel memegang tangan Baskara dengan erat. "Gue diusir orang tua gue, Bas.."

Baskara melebarkan matanya. "Apa masalahnya?"

Nachel menunduk, seakan takut untuk mengatakan yang sejujurnya kepada Baskara.

"Chel, ngomong sama gue. Apa masalahnya?" Baskara meraih dagu Nachel agar gadis itu tak lagi menunduk.

"Gue... Gue... Gue hamil, Bas."

"What the fuck?!" Baskara mengumpat reflek, lalu menjauhkan tangannya dari genggaman Nachel. "Gimana bisa, anjirt?! I mean, kenapa lo melakukannya sebelum menikah, Chel?! Lo tau itu sekarang berakibat fatal, 'kan?!" Baskara berdiri sambil mengacak-acak rambutnya, merasa frustasi karena telah gagal menjaga Nachel.

"Gue tau, Bas, gue tau gue bego banget!" ujar Nachel masih dengan tersedu-sedu. "Ini terjadi di luar kendali gue. Waktu itu, Mas Adrian datang ke party temannya di sebuah club malem. Kita semua mabuk, Bas. Dan.. Dan..  Gue.. Gue sama Mas Adrian.. Kami... Kami melakukan—" Nachel menggeleng dengan mata terpejam, tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi.

"SHIT!" Baskara menendang sisi sofa dengan kencang. "Dia harus tanggung jawab, Chel! Harus! Biar gue yang bicara sama dia!"

"Gue udah ngomong, Bas, tapi Mas Adrian nggak mau mengakui hasil perbuatannya. Dia malah menuduh gue melakukannya dengan laki-laki lain." Nachel menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue nggak pernah melakukannya dengan siapapun, Bas. Bahkan yang sama Mas Adrian, itu first time."

CHOICE [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang