33

487 80 12
                                    

Anika hanya bisa meratapi robot pemberian Baskara dengan mata yang basah. Anika sungguh merindukan Baskara, Anika rasanya ingin sekali untuk kembali bersama Baskara. Tapi ini bukan hanya perkara memaafkan apa yang sudah Baskara lakukan saja. Bagaimanapun, kesalahan yang Baskara lakukan mendapatkan sebuah hasil, yaitu janin yang tumbuh di perut Nachel. Anika tak bisa egois begitu saja untuk menarik kembali Baskara agar bisa bersamanya dan melupakan fakta bahwa Baskara harus tanggung jawab akan perbuatannya.

Karena hatinya semakin sakit melihat barang pemberian Baskara, Anika memilih untuk melemparnya asal ke lantai. Anika bahkan tidak lagi peduli jika robot itu kini telah hancur seperti perasaannya.

Kenyataan seperti ini tak pernah terduga oleh Anika sebelumnya. Baskara adalah laki-laki yang sangat baik. Baskara bahkan tidak pernah menyentuhnya lebih dari sekadar menggandeng tangan atau memeluknya. Rasanya sulit sekali Anika untuk mempercayai semua hal ini.

Di tengah kesedihannya sambil mengingat kebersamaannya dengan Baskara, tiba-tiba saja ponselnya Anika berbunyi. Awalnya Anika mengabaikannya. Tapi karena ponselnya terus berdering lagi dan lagi. Anika dengan berat hati beranjak dari kasur dan meraih ponsel yang berada di atas meja belajarnya.

Nama Meylanie tertera di sana.

Anika menarik napas panjang, berusaha untuk mengendalikan diri karena Meylanie nanti akan curiga kalau mengetahui Anika habis menangis.

"Iya, Mey, kenap-"

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Meylanie telah lebih dulu menyerbu Anika kata-katanya.

"Heh An! Lo tuh temen apaan sih? Lo putus sama Baskara nggak bilang-bilang! Justru gue tau dari orang lain!Pantes aja gue akhir-akhir ini nggak pernah liat kalian barengan di sekolah! An, please, deh! I'm your friend! Buat apa lo punya gue kalo lo nggak bisa cerita sama gue?! Pasti lo lagi sedih, 'kan? An, ya Tuhan, stop bersikap jadi orang sok kuat yang seolah bisa menanggung bebam sendirian."

Mendengar celotehan Meylanie, Anika menghela napas, lalu duduk di tepi kasur sambil memijat kepalanya yang agak pening. "Lo udah ngomongnya?"

"EH GUE NGOMONG PANJANG KALI LEBAR DIBAGI KUADRAT LO MALAH BILANG BEGITU DOANG? AN LO TUH YA-"

"Lo bilang sama gue supaya gue berhenti berlagak seperti orang sok kuat yang seolah bisa nanggung beban sendirian?" Anika berdecak pelan, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue merasa, cerita nggak selalu jadi solusi untuk menyelesaikan masalah."

"Tapi seenggaknya lo nggak harus nyimpen semuanya sendirian Anika, gue khawatir sama lo."

Anika tersenyum kecil. "Gue udah nggak apa-apa kok, Mey. Mungkin emang takdir gue begini, gue nggak bisa sama-sama Baskara lagi."

"Bisa lo cerita sama gue alesan lo putus apa?"

Anika meringis kecil, dirinya tak akan mungkin untuk menceritakan yang sebenarnya kepada Meylanie karena masalah ini bukan hanya berpengaruh pada hubungannya yang kini sudah hancur saja. Tapi juga dengan reputasi Baskara di sekolah. Bukan Anika tak percaya dengan Meylanie untuk menceritakan ini, Anika hanya takut kalau Meylanie sewaktu-waktu keceplosan untuk bicara dengan orang lain.

"Biasa kok, Mey, emang kami nggak cocok aja."

"Cih, klise."

"Emang gitu."

"Lo pikir gue percaya?"

"Mey... Emang begitu. Percaya gue dong. Kan gue yang ngerasain."

"Kalo gitu, yang lebih spesifiknya gimana? Baskara selingkuh? Atau malah lo yang selingkuh?"

"Mmmm... Gue... Gue bosen sama Baskara," Anika terpaksa berdusta.

CHOICE [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang