"Jarvis? Darimana lo tau rumah gue?!"
"Meylanie," balas Jarvis santai.
Anika mendengus kesal. Dia akan mengomel dengan Meylanie nanti karena berani-beraninya untuk memberitahu alamat orang secara sembarangan. Terlebih kepada Jarvis.
"Lo mau kan nemenin gue?" tanya Jarvis lagi seolah-olah melupakan kalau dirinya dan Anika tadi di sekolah baru saja berdebat. "Gue harap lo nggak punya alasan buat nolak."
"Gue punya," jawab Anika tegas, lalu menutup pintu rumahnya. "Gue mau tidur!"
Jarvis masih berdiri di depan rumah Anika. "Ternyata selama ini lo baik di depan guru, dengan cara mau kalau disuruh ini-itu, cuma cari muka aja, ya?"
Anika mendengarnya karena dia tidak benar-benar langsung tidur ke kamar. Anika mau memastikan kalau Jarvis benar-benar pergi, ternyata tidak. Dan untuk ucapan Jarvis, tentu saja Anika tidak terima. Anika langsung membuka pintu rumahnya kembali dan mendapati Jarvis sudah berbalik badan.
"Tunggu!" Anika mencegah Jarvis berlalu. "Apa maksud lo ngomong gitu?"
"Omongan gue bener?" Jarvis tersenyum miring. "Lo mau disuruh-suruh guru karena mau cari muka, doang kan?"
"Apa alasan lo nuduh gue cuma mau nyari muka?!" Anika mulai geram.
"Ini buktinya. Lo, gue mintain tolong untuk antar gue beli buku aja nggak mau. Tapi kalau guru yang minta, lo langsung mau. Itu artinya apa kalau bukan cari muka?" tanya Jarvis dengan nada sinis andalannya. "Baiknya lo nggak rata."
Anika menahan rasa kesalnya kemudian masuk ke dalam rumah sejenak keluar lagi lalu menutup pintunya setelah itu berjalan menghampiri Jarvis dengan sangat terpaksa. "Ayo, gue mau nemenin lo!"
Jarvis tertawa lalu berjalan menyusul langkah Anika. "Nah, baru gue percaya kalo lo emang baik ke semua orang."
Anika tidak menanggapi. Jarvis selalu bisa membuatnya tidak punya pilihan lain, selain mengiyakan karena ucapannya membuat Anika tidak lagi bisa berkutik apalagi mengelak.
***
"Ini lo kenapa dari tadi malah berdiri di deretan rak genre komik sih?" Anika melirik Jarvis dengan muka kesal. "Lo ke sini mau ngapain sih sebenernya, Vis?!"
Jarvis hanya melirik Anika sekilas kemudian kembali fokus dengan buku komik yang sedang dilihat-lihat olehnya.
"Jarvis!" Anika berkata kesal. "Kalo lo mau beli buku paket, bukan di rak ini tempatnya!"
"Gue tau," balas Jarvis cuek.
"Kalo tau ngapain masih di sini?!"
"Lo pikir ngapain emang?" balas Jarvis sinis. "Dagang lontong?"
"Nggak lucu!"
"Ya lagi, siapa yang ngajak lo bercanda?" Jarvis melirik Anika dengan tatapan malas. "Nggak usah bawel bisa nggak sih?"
"Gue bukannya bawel, Vis. Gue cuma mau ngingetin lo sama tujuan awal kita ke sini," Anika berusaha bicara sabar karena ketika bicara dengan nada tinggi seperti tadi, ada penjaga toko buku yang langsung meliriknya dengan tajam. "Ayo, Vis, kita ke rak buku pelajaran. Please, Jarvis Adelio. Jangan buang-buang waktu."
Jarvis mengalihkan pandangannya dari komik yang sudah menarik perhatiannya. "Lo suka komik?"
Anika memejamkan matanya sejenak, berusaha meredam rasa kesal. "Nggak. Kenapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
CHOICE [LENGKAP]
Novela JuvenilHidup adalah sebuah pilihan. Tiap hal selalu saja dihadapi dengan pilihan. Sekalipun itu mengenai cinta. Kadang kala, kita tak bisa memilih untuk bersama orang yang teramat kita cintai bukan karena perasaan itu sudah tidak ada lagi. Tapi karena...