Chapter 8

984 76 0
                                    

Happy Reading♡

"Satu, satu, aku sayang Dika. Dua, dua, juga sayang Dika. Tiga, tiga, masih sayang Dika. Satu, dua, tiga, cuma temenan ..."

Dika tertawa renyah, mengacak rambut Allisya gemas. Sorot matanya yang teduh itu terus menerus memerhatikan setiap gerak gerik gadis di depannya.

"Dik, tahu gak? Manusia itu kan di ciptakan berpasang-pasangan ya? Terus pasangan gue mana? Kok gak nyamperin gue?"

"Hem, ya mungkin aja waktunya yang belum tepat Cha. Pasangan gue juga kan belum keliatan batang hidungnya," sahut Dika.

Allisya bergumam pelan, menyandarkan punggungnya itu pada pohon ketapang di belakangnya.

"Kalo gitu, mending kita aja yang jadi pasangan."

Dika menoyor pelan kepala Allisya gemas, membuat gadis itu mencibikkan bibirnya kesal.

"Iya kita kan pasangan yang di beri lebel, temen."

Allisya menghembuskan napas beratnya, lagi dan lagi ia harus mendengar kata 'teman dari mulut cowok di depannya itu.

"Iya Dik, iya. Kita cuma temen kok, gak lebih kan?" seloroh Allisya.

Dika mengangguk kecil, mengeluarkan ponselnya itu dari dalam saku celana abu-abunya. Sepulang sekolah tadi, ia dan juga Allisya tidak langsung pulang ke rumahnya masing-masing, tatapi justru malah asik-asikkan ngumpet di belakang gedung sekolah dan duduk tepat di bawah pohon ketapang.

Allisya melirik ke arah Dika jengah, menghembuskan napasnya pelan.

Bahkan di saat dia sedang berada di sampingnya pun, Dika tidak terlali peduli. Cowok tampan di sampingnya itu justru lebih asik bermain game MOBA di ponsel mahalnya. Sedangkan Allisya hanya bernyanyi pelan yang bisa di bilang seperti sebuah gumamman.

"Mau tahu gak?"

"Apa?"

"Gue lagi suka sama orang."

Dika menaikkan alisnya sebelah, menatap penasaran ke arah Allisya.

"Siapa?"

"Adadeh!! Yang pasti dia salah satu mahluk bumi."

Dika berdicih pelan, mengambil paksa pulpen yang berada di genggaman Allisya. "Lo tahu ini?" tanyanya.

Allisya mengangguk. "Pulpen."

"Pulpen gunanya buat apa?"

"Nulis."

"Nulis apa?"

"Ya apa aja, yang penting nulis."

"Jadi di ibaratkan gini. Lo itu kertas dan gue pulpen, ada seorang manusia yang bernama Disya. Dia sangat pandai membuat cerita, karena cita-citanya itu ingin jadi penulis. Lalu, dia menemukan lo di dalam tas nya, dia juga menemukan gue di atas meja belajarnya. Dengan perasaan bahagia dia mulai menuliskan sederat kata di atas kertas itu, ketika sedih pun ia menulis kan curhatannya di atas kertas itu. Lalu lama kelamaan, kertas yang tadinya putih, bersih, kalo udah di coret-coret jadinya gimana?"

Allisya bergumam pelan, menggaruk ujung hidungnya yang sama sekali tidak gatal. "Mm, kotor? Penuh?"

"Sama kayak kehidupan lo Cha. Ngarti gak?"

Allisya menggeleng lalu meringis pelan, apa yang di ucapkan Dika terlalu rumit untuk di cerna pada otaknya yang dangkal itu, sedangkal rasa cintanya Dika pada Allisya, Eh___.

Dika menghembuskan napasnya pelan, mengembalikan pulpen pink bergambar donat itu pada Allisya, si pemilik pulpen.

"Gak usah di pikirin, gak penting."

Allisya ini, memang satu-satunya cewek yang memang sangat pandai membuat orang lain kesal, untung saja, selama 18 tahun ia hidup belum ada satupun kabar bahwa akan ada pembunuhan berencana untuk Allisya.

***

Friendzone [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang