Dia sedari tadi memainkan kakinya yang tidak menyentuh lantai rumah karena posisinya yang kini sedang duduk diatas kursi. Sendiri. Menghadap meja makan yang bisa dibilang cukup untuk menampung dua keluarga besar.
Jeon Jungkook, anak berusia delapan tahun itu pada akhirnya kembali menyuapkan roti berisi selai coklat kedalam mulutnya. Sarapan yang sudah disiapkan Jeon Aebi -ibunya- beberapa saat lalu.
Prangg
Suara barang yang pecah di ruangan lain membuat Jungkook memejamkan matanya. Barusaja dia mencoba fokus pada sarapannya, lagi-lagi dia harus menahan sesuatu yang sudah ingin meledak dalam dirinya. Emosinya, dan tangisnya.
Ingin rasanya dia meninggalkan sarapannya, bahkan rumahnya jika ia bisa. Tapi Aebi adalah alasannya untuk menghabiskan roti dan satu gelas susu di depannya. Juga alasannya untuk tetap diam walau tiap pagi- ah tidak, bahkan setiap saat dia mendengar suara barang jatuh akibat pertengkaran kedua orang tuanya.
Tak
Jungkook meletakkan gelas yang sudah kosong itu cukup keras. Matanya yang sedari tadi memanas, kini mulai memerah dan mengeluarkan air mata. Tapi tidak sampai menetes, karena Jungkook berusaha keras menahannya agar tidak keluar lebih banyak.
'Eomma.' Batinnya sebelum turun dari kursi dan berjalan pergi.
Binar di mata Jungkook kecil semakin redup, saat kini -tepat saat dia keluar dari ruang makan- dia melihat Aebi tertunduk lesu diatas sofa. Badan yeoja berusia 30-an itu bergetar. Sesekali Jungkook dapat mendengar isak tangis yang berusaha Aebi tahan.
"Eomma."
Aebi segera menghapus air matanya meski dia tau Jungkook sudah melihatnya. Tak lama dia menoleh, kemudian tersenyum.
"Kookie, kau akan berangkat? Eomma antar ya?" Tanyanya dengan suara pelan.
"Tidak perlu eomma. Kookie akan naik sepeda." Jawab Jungkook cepat.
"Hati-hati."
Jungkook tidak menjawab, dia hanya tersenyum tipis kemudian pergi meninggalkan rumahnya. Tepat saat dia membawa sepedanya, air matanya menetes. Dia sudah tidak bisa menahannya lagi. Melihat ibunya menangis dengan pipi yang memerah dan sudut bibir yang berdarah setiap pagi, membuat hatinya sangat sakit. Tapi sekali lagi, tidak ada yang bisa dia lakukan.
'Kookie, jika eomma sedang dipukul oleh appa, jangan melihat. Jangan menghampiri kami. Eomma hanya tidak ingin appa menyakiti mu juga.'
Jungkook semakin terisak setiap mengingat kalimat itu. Dia merasa tidak berguna menjadi seorang anak laki-laki. Tidak bisa melindungi ibunya dari ayahnya. Tapi bukannya dia tidak pernah mencoba. Dia pernah mencoba, namun pada akhirnya Jeon Minji -ayahnya- ikut memukulnya dan berakhir dengan memukul Aebi lebih parah.
Karena kejadian itu, Jungkook bertekad tidak akan menolong Aebi sebelum dia dewasa dan bisa melawan Minji.
🌸🌸🌸
"H-halo... nama saya Chou Tzuyu, saya dari Taiwan."
Jungkook langsung mengangkat wajahnya. Dia yang semula berusaha tidak peduli pada orang yang akan menjadi teman sekelas barunya menjadi tertarik karena namanya yang menurutnya sangat... bagus? Entahlah. Namanya terasa asing, tapi sangat menarik perhatiannya.
Satu kelas itu langsung riuh, mereka saling berbisik membicarakan Tzuyu.
"Taiwan?"
"Apa Taiwan itu jauh?"
"Taiwan itu dimana?"
"Kalau dia orang Taiwan, kenapa sekolah disini?"
Jungkook mendengar semuanya, tapi dia mencoba untuk mengabaikannya dan memilih fokus pada Tzuyu.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Can't
RomansaChou Tzuyu, dua orang namja pernah menyebutnya seperti bunga. Bukan hanya karena parasnya yang cantik dan pesonanya. Namun juga karena alasan lain. Tzuyu sangat rapuh, sepertinya dia akan hancur jika kau salah memperlakukannya. Waktu itu, tepat saat...