Bab 11 Sebuah Getaran

12.1K 443 6
                                    

Sebuah Getaran

Pagi ini beda dari pagi biasanya. Renata yang biasanya bangun pagi harus bangun kesiangan karena kelamaan menangis semalam. Ia menggosok gosok matanya yang masih terasa lengket. Begitu matanya terbuka sempurna ia lantas melirik ke arah tempat tidur Dafa. Ia melihat Dafa masih tertidur dengan beberapa dokumen Dafa yang masih berceceran di ranjang. Ren bergegas menumpuknya di atas nakas, beserta laptop milik sang suami. Ia kemudian melangkahkan kaki menuju ke arah toilet kamar Dafa guna mencuci muka dan membuang air kecil.

"Ahh ya ampun, mengerikan sekali," gumam Renata yang melihat pantulan wajahnya.

"Astaga, bisa-bisa aku menangis semalaman," desis Renata menyesali kebodohannya.

Renata baru saja keluar dari toilet dengan mata menyipit dan sedikit membengkak. Hal itu mengulik pertanyaan di hati Dafa yang baru saja terbangun. Dafa menajamkan penglihatannya, ia mengerutkan wajahnya melihat air wajah sang istri. 

"Ada apa? mengapa matanya sembab? apakah dia menangis? Ataukah ia kurang tidur atau mungkin sedang sakit?" Beribu pertanyaan menyerbu pikiran Dafa saat ini hingga tanpa sadar ada sedikit khawatir di hati Dafa.

Dafa merasa bersalah. Ia merasa begitu kejam pada Renata semalam. Dan terbesit sebuah penyesalan di hatinya.

"Astaga apa yang telah ku lakukan," gumam Dafa.

Tanpa berpikir panjang Dafa langsung menarik lengan tangan Renata yang berjalan ke arah samping membuat Renata kaget dan limbung terjatuh tepat di atas tubuh Dafa.

Atmosfer di sekeliling mereka kini berubah mencekam, masih dengan posisi yang sama, mata mereka saling bertatapan satu sama lain. Jantung mereka bergerilya di dalam sana membentuk sebuah getaran yang membuat darah keduanya berdesir hebat.Renata yang menyadari jantungnya berdetak cepat pun bangkit dan kembali berdiri karena malu jikalau Dafa mendengar suara detak jantungnya. Dengan wajah memerah keduanya menjadi salah tingkah. "Maaf" Secara kompak keduanya mengucap maaf secara bersamaan yang membuat Dafa menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

"Ma-maaf mas tadi aku gak sengaja, aku benar-benar kaget," ucap Renata sembari memilin ujung bajunya.

"Aku juga minta maaf udah ngagetin kamu," ucap Dafa lembut yang terdengar manis di telinga Renata.

"Kamu kenapa?" tanya Dafa sembari menunjuk wajah Renata dengan dagunya.

"Hah… maksudnya?" ucap Renata tak mengerti.

"Kenapa? kenapa wajahmu pucat dan matamu terlihat sembab?" ucapkan Dafa menjelaskan.

"Oh… ngg i-itu a-a-aku," ucap Renata bingung mencari alasan yang kemudian dipotong oleh ucapan Dafa.

"Maaf jika aku melukai hatimu, aku tidak bermaksud. Kamu tidak perlu memasukkan ke hati ataupun memikirnya jika itu membuat sakit. Demi anakku bertahanlah karena aku tidak ingin mereka kecewa," ucap Dafa sambil berdiri mendekati Renata.

"Kenapa dia bisa berkata selembut ini? Apakah ini benar-benar mas Dafa?" batin Renata.

"M-maaf mas," ucap Renata terbata.

"Aku tak apa kok, cuma sedang kangen mama saja, Mas Dafa tidak perlu khawatir meski mas Dafa tidak akan pernah bisa menerimaku, aku tetap tidak akan pergi meninggalkan anak-anak karena mereka adalah segalanya untuk aku. Permisi, Mas. Aku mau melihat anak-anak  karena aku belum membangunkannya," ucap Renata sembari mengayunkan kakinya keluar kamar karena Renata tak ingin Dafa melihat air matanya terjatuh.

Entah mengapa ada rasa sedih ketika Dafa mendengar  perkataan Renata, Dafa tahu hati Renata sedang terluka saat ini. Seperti sebuah kecaman, kata kata Renata berhasil menohok hati Dafa. Dafa menarik nafas dalam kemudian bermonolog dengan dirinya sendiri.

"Maafkan aku Ren," ucap Dafa pelan.

"Maaf jika kamu terluka karena ku," imbuh Dafa sembari mengusap wajah kasar.

Renata berlalu pergi dari kamar Dafa, ia segera menyiapkan sarapan dan bergegas untuk bersiap ke rumah sakit.

Di rumah sakit

Setiba di rumah sakit Renata langsung masuk ke ruangannya namun ia dikejutkan dengan sebuah buket bunga lily putih kesukaannya di meja kerja yang membuat ia bertanya tanya siapa gerangan yang mengirimkannya.

"Bunga lily? dari siapa?" gumam Renata.

"Kenapa dia tahu bunga kesukaanku?" lanjutnya.

"Tidak mungkin dari mas Dafa kan? dia saja tidak tahu apapun tentangku, lalu dari siapa ya?" batin Renata.

Belum ada beberapa menit Renata duduk ada ketuk pintu ruangannya.

"Pagi dok," sapa Suster Nia ramah.

"Pagi sus, ada apa?" Balas Renata tak kalah ramah.

"Itu dok saya mau menyampaikan jika tadi pagi ada yang mencari dokter dan membawakan dokter buket bunga lily yang saya taruh di meja dokter," ucap suster Nia menjelaskan.

"Siapa? Maksud saya apakah suster tau siapa namanya atau bagaimana ciri orangnya?" tanya Renata spontan.

"Namanya Sam, sam siapa ya saya lupa, Dok. Orangnya masih muda, tampan. Emm mungkin teman dokter," tutur suster Nia mencoba mengingat namun gagal.

"Sam? maksud suster Samba aditya?" tanya Renata yang membuat suster Nia mengingat ingat.

"Nah, i-iya benar dok, mungkin nanti waktu dokter istirahat akan datang lagi karena saya memberitahu jadwal dokter," jelas Suster Nia.

"Oh gitu, terima kasih ya sus. Nanti kalau dia datang lagi tolong kasih tahu saya," ucap Renata dengan antusias.

"Baik, Dok."

Renata memeluk buket bunga tersebut, ia lantas senyum kecil mengingat masa lalunya bersama Samba.

"Kak Samba, kau kah itu? Aku rindu padamu kak" ucap Renata pelan.

Samba Aditya adalah tetangga Renata sekaligus sahabat di masa kecil Renata hingga dewasa. Mereka memang berbeda usia namun Samba dan Renata selalu bermain bersama belajar bersama berangkat dan pulang sekolah bersama. Samba selalu menjaga Renata seperti adiknya sendiri. Jadi tak heran jika sekarang mereka masih akrab.

Tok Tok Tok

"Masuk," ucap Renata tanpa menoleh siapa pun yang datang karena sedang asik berbalas chat dengan Kafa.

"Halo bu dokter cantik," ucap Samba sambil mengetuk ngetuk meja kerja Renata yang membuat Renata kaget.

"Kak Sam, ya ampun aku kangen," ucap Renata sambil berlari memeluk Sam.

Mereka pun akhirnya memilih melanjutkan obrolannya di kantin Rumah sakit. Lama tak bertemu membuat mereka asik bertukar cerita pribadi yang mereka alami saat mereka terpisah. Yap mereka terpisah sejak orang tua Samba memutuskan untuk tinggal di Singapura dan itu membuat Renata dulu kesepian karena harus berpisah serta berjauhan dengan Samba. Saking kangennya mereka asik ngobrol dan bergurau tanpa sadar, jika waktu istirahat Renata hampir habis. 

Drrt drrrt drrt 

Sebuah panggilan masuk menghentikan obrolan mereka sejenak. Renata buru-buru menyambar ponselnya karena khawatir jika ada sesuatu yang penting.

"Ya ma?." ucap Renata kepada sang mama di seberang sana.

"............"

"Oh iya nanti Ren nyusul deh kesana abis ini."

"..........."

"Oke Ma,bye," ucap Renata seraya mematikan telponnya.

Samba yang sedang memperhatikan Renata menelepon pun menyadari jika ia dan Renata terlalu lama mengobrol. Ia memutuskan untuk pamit karena tak enak dengan Renata. Sebelum mereka berpisah lagi, Samba meminta nomor ponsel Renata agar tetap bisa bertukar kabar jika tak sempat menemuinya. Renata pun dengan senang hati membagi nomornya.

"Ini nomorku, jangan lupa hubungi aku," ucap Samba sembari menoel hidung Renata dan kemudian berlalu pergi.

My Lovely Angel (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang