Sepuluh menit lagi operasi akan dimulai Dafa kedua orang tuanya dan kedua orangtua Renata serta kerabat dekat mereka sudah berkumpul didepan ruang operasi Renata. Satu jam berlalu, bak setrikaan Dafa berjalan mondar mandir di depan ruang operasi Renata. Hati Dafa benar benar takut saat ini. Entah mengapa kenangannya tentang Arin kembali terngiang ngiang membuat Dafa semakin takut jika kejadian yang dialami Arin terulang kembali.
"Bertahanlah sayang... " gumam Dafa.
Flashback on
"Maaf pak istri bapak mengalami pendarahan hebat dibagian kepalanya akibat terbentur cukup keras dan saat ini kondisinya sedang kritis" ucap sang dokter yang kala itu menangani Arin.
"lakukan yang terbaik dokter... Selamatkan istri saya" ucap Dafa memohon.
Tiga jam lebih Dafa menunggu dan akhirnya dokter keluar dari ruang operasi dengan kabar duka untuknya dan keluarganya. Ya....kala itu Arin tak berhasil diselamatkan dan itu membuat dirinya dan keluarga terpukul.
Flashback off
Tunggu...kecelakaan? Sengaja ditabrak orang? Mengapa kejadian yang dialami Arin dan Renata bisa sama dan kebetulan? Dafa mulai menyadari sesuatu hal yang janggal dan memutuskan untuk menyuruh orang segera menyelidiki hal tersebut.
"Halo...Bim tolong kamu selidiki kasus kecelakaan yang menimpa istriku dan John hari ini...sepertinya ada kejanggalan disini" ucap Dafa kepada Bimo disebrang sana.
".........."
"Oke...saya tunggu hasilnya secepatnya Bim" ucap Dafa sembari menutup telepon.
Dafa duduk di area khusus perokok ia menghisap rokok yang saat ini sedang ia bawa. Ia duduk termangu dengan pikirannya tertus berkelana, hatinya sungguh gelisah saat ini dan ia mencoba menenangkan hatinya dengan sebungkus rokok dan segelas kopi hitam favoritnya.
"mengapa ini semua harus terjadi" keluh Dafa frustasi.
"ku mohon bertahanlah sayang... "
"Aku akan benar benar gila jika aku kehilangan mu" gumam Dafa lirih.
Hampir satu jam Dafa duduk disana rokok dan kopi yang ia bawa pun hampir habis. Dafa memutuskan untuk pergi dari sana menuju musola kecil yang terletak di area rumah sakit, Ia mengambil wudhu lalu menunaikan Sholat kemudian ia berdoa memohon untuk keselamatan anak dan istrinya.
"Ya Allah tolong selamatkan anak dan istriku... aku tak sanggup jika harus kehilangan keduanya" ucap Dafa lirih dalam doanya.
Selang beberapa menit Dafa kembali kedepan ruangan operasi Renata didepan ruangan nampak sang mama dan mama mertuanya sedang menangis tersedu membuat jantung Dafa berdegup kencang dan pikiran parnonya melayang layang. Dafa berlari secepat mungkin menghampiri keduanya untuk memperoleh penjelasan.
"Ma...ada apa? " tanya Dafa namun tak mendapat jawaban dari sang mama dan mama mertua.
"Renata kenapa ma? "
"Renata baik baik aja kan ma?" Tanya Dafa khawatir.
"Tolong jawab" teriak Dafa frustasi melihat semua orang diam saja.
"Renata masih didalam nak belum sadar....tapi calon anakmu.... calon anakmu gak bisa diselamatin" ucap papa menjelaskan.
Seketika tubuh Dafa lemas dan merosot dilantai begitu saja. Dafa benar benar terpukul mendengar berita ini namun harus bagaimana lagi jika ini memang sudah garis yang ditetapkan oleh yang diatas. Dafa mencoba bangkit perlahan mengubah posisinya kembali berdiri dengan bantuan sang papa.
"ini tidak mungkin kan pah" ucapnya sembari menjambak rambutnya frustasi.
"papa bohongkan... katakan jika papa sedang bercanda" ucap Dafa sembari menitikan air mata.
"sabar sayang.... begitulah kenyataannya" ucap sang ayah memeluk tubuh Dafa yang terlihat rapuh sekali.
"Ini gak adil untuk Dafa pah... Dafa sudah dua kali kehilangan, mengapa Tuhan mengambil orang orang yang Dafa sayangi begitu cepat bahkan sebelum Dafa melihatnya pah..." ucap Dafa disela tangisnya.
"Sayang papa mohon kuatkan hatimu, bersabarlah.... jangan seperti ini" ucap sang papa sembari mengendurkan pelukannya.
"Kamu harus kuat Dafa... mereka membutuhkanmu, anakmu dan juga Renata ia juga merasakan apa yang kamu rasakan... jangan buat Renata semakin hancur karena melihat kerapuhanmu nak" ucap sang Papa sembari mengusap lengan sang putra.
Dafa mencoba mencerna setiap perkataan sang papa, apa yang papanya ucapkan memanglah benar bahwa Dafa harus tegar karena ia tahu Renata pasti jauh lebih terpukul darinya. Dafa bangkit dari lantai menengok kearah jendela ruang operasi tampak Sekilas tubuh sang istri masih berbaring disana dengan beberapa suster yang sepertinya sedang membersihkan peralatan bekas operasi.
"Sayang maafkan aku yang tak bisa berusaha menyelamatkan calon anak kita" gumam Dafa lirih.
"Kamu harus kuat sayang agar kita bisa melewati ini semua bersama" ucapnya lagi.
Sekali lagi setetes air mata jatuh di pipi Dafa, Ia menangis dalam diamnya meratapi kepergian sang calon anak yang bahkan belum sempat ia melihatnya.
"Kamu harus kuat nak... jangan menunjukkan kesedihanmu didepan anak dan istrimu" ucap sang papa sembari memeluk tubuh Dafa.
"Papa tahu ini berat untukmu... tapi kamu harus Kuat"
"Berjanjilah pada papa kamu tidak akan menangis didepan anak dan istrimu setelah ini... " ucap sang papa yang dibalas anggukan oleh Dafa.
"Baiklah papa dan papa mertuamu harus pergi untuk mengurus pemakaman putramu... kau baik baiklah disini menjaga istrimu" ucap Sang papa lalu berlalu pergi.
"pah apakah Dafa bisa melihatnya untuk terakhir kalinya?" tanya Dafa sembari menghapus jejak air matanya.
"Tentu saja... kau harus melihatnya sayang... kau harus menyapanya, menggendongnya dan memberi nama untuknya sebelum ia dimakamkan... lalukan itu untuk mengurangi kepedihanmu.... berikan kasih sayangmu untuk yang terakhir kali nak" ucap sang ayah yang dibalas anggukan kepala oleh sang anak.
"kemarilah nak... ikut lah bersama kami... kita akan menemuinya untuk terakhir kalinya" ucap sang papa sembari merangkul pundak sang putra.
Kini Dafa berdiri di ruangan tempat jenasah calon anaknya berada ia memandangi wajah tampan yang tengah berbaring berbalut kain putih. wajahnya begitu damai dengan perlahan Dafa menghampirinya jarinya mengelus lembut wajah damai sang putra lalu menciumi seluruh wajahnya.
"Hai sayang ini ayah... kau tahu kau begitu tampan persis seperti kakakmu Kafa... sayang kamu harus tau bunda ayah kak Kafa kak Shafa oma dan opa sangat menyayangimu bahkan mereka selalu menunggumu hadir diantara kami... tapi Tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih menyayangimu dan menginginkanmu tinggal ditempat yang jauh lebih indah... berbahagialah disana sayang ayah dan bunda sudah mengikhlaskan mu...." Ucap Dafa sembari menahan air matinya.
Dengan perlahan jari jemari Dafa meraih tubuh mungil itu lalu menggendongnya menaruh tepat didepan dadanya mendekap erat erat untuk terakhir kalinya.
"Anak ayah yang tampan... ayah memberimu nama Rifa narendra Hutama... Sekarang mereka bisa memanggilmu Rifa... baiklah tidurlah dengan tenang sayang kami semua menyayangimu.... Kamu akan selalu tinggal dan hidup dalam hati kami Rifa...." ucap Dafa perlahan meletakkan Rifa kembali keatas brankar.
Dafa memundurkan tubuhnya perlahan meminta sang papa untuk segera memakamkan putranya.
jangan lupa tinggalkam komentar dan jangan lupa kasih bintangnya ya readers... terimakasih 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Angel (TAMAT)
RomantizmHolla guys ini mau proses revisi yess semuanya mo aku rombak total jadi harap bersabar.