Renata menangis tersedu sembari menyeret sebuah koper keluar dari pelataran rumah sang suami menaiki taxi yang ia pesan. Sebenarnya Ia masih bingung harus kemana karena ia tak mungkin pergi kerumah orang tua ataupun kerabatnya dan bercerita tentang apa yang terjadi.
"Windi.... ya aku akan meminta bantuannya" gumam Renata.
Renata memilih pergi menjauh dan mencari ketenangan disebuah desa nan asri di Jogja untuk sementara waktu.
Desa itu masih sama seperti beberapa tahun yang lalu ketika ia diajak mudik oleh sahabatnya bernama Windi. Renata menghubungi Windi melalui ponsel jadul yang baru ia beli tadi beruntunglah ia selalu menyimpan kartu nama Windi didompetnya. Renata segera menelepon Windi meminta untuk menjemput dirinya di Bandara. Windi yang senang mendengar sahabatnya datang pun segera menyetujui dan bersiap menjemputnya. Hanya butuh waktu sekitar dua puluh menit Windi sudah sampai dibandara untuk menjemput Sahabatnya dengan sebuah pelukan hangat dan sapaan lembut Khas orang Jogja Windi menyambut kedatangan Renata dengan wajah bahagia.
"Renata..." panggil Windi sembari melambaikan tangannya le arah Renata yang tengah duduk di bangku umum di depan bandara.
"Ya ampun Ren tambah uayu loh Ren kamu... oh ya bagaimana kabar orang tua dan anak suamimu baik baik ae to" ucap Windi dengan logat khas Jogja.
"Semuanya baik baik saja Win... apa kabar buke dan pake di desa?" tanya Renata balik kepada Windi.
"Buke sama pake Alhamdulillah sehat Ren... beliau masih rajin ke sawah dan ke kebun" ucap Windi sembari menuntun Renata menuju mobilnya.
Sesampainya dirumah Windi Renata disambut hangat oleh kedua orang tua Windi yang juga sangat mengenal Renata dan orang tuanya. Pasalnya selama kuliah dijakarta Windi tinggal dirumah Renata dan sudah dianggap seperti anak sendiri oleh orang tua Renata jadi tak heran baik orang tua Renata ataupun Windi sangat kenal karena mereka sering pergi menengok sang putri ke jakarta dan menginap disana. Singkat cerita hati orang tua Renata terketuk untuk membantu Windi atas permohonan dari sang putri karena Windi anak yang berprestasi namun ia memiliki keterbatasan biaya sehingga orang tua Renata mengijinkan Windi untuk tinggal dirumahnya.
"apa kabar buke dan pake?" sapa Renata lembut.
"ya begini lah cah ayu... buke dan pake dalam keadaan sehat walafiat... bagaimana kabar keluarga di Jakarta? baik baik ae to?" tanya buke Windi sembari mengusap lengan Renata.
"keluarga di Jakarta alhamdulillah baik buke "
"yowis... kalau begitu pergilah beristirahat nduk... kamu pasti capek to" ucap buke Windi dengan logat Jawanya. (yowis artinya terserah)
"iya buk terimakasih" ucap Renata sembari tersenyum.
Renata menceritakan apa yang terjadi pada dirinya kepada Windi yang tau duduk permasalahannya lagsung memberikan saran agar Renata berfikir lebih jernih dan tidak memutuskan segala sesuatu dalam keadaan emosi. Windi meminta Renata untuk tinggal dirumahnya sementara waktu sampai keadaan hatinya membaik dan memintanya segera pulang ke Jakarta untuk menemui sang suami dan segera menyelesaikan masalahnya dengan baik baik karena pergi ataupun menghindar itu bukanlah tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah.
"hemm begitu to... kalau saranku Ren kamu sebaiknya tu berfikir dulu... jangan memutuskan segala sesuatu dalam keadaan emosi... tinggal lah disini sementara waktu sampai hatimu lebih tenang dan lebih membaik... dan segera lah pulang ke Jakarta selesaikan masalahmu baik baik karena pergi atau pun menghindar tidak akan menyelesaikan masalah... sepahit apa pun keputusannya nanti ku mohon terimalah dengan ikhlas Ren.... aku yakin kamu jauh lebih tau apa yang harus kamu lakukan Ren... dan apa pun itu aku akan mendukungmu Ren" ucap Windi mencoba menasehati sahabatnya.
"Ya kamu benar Win... matur suwun yo buat nasehate" ucap Renata menirukan logat bicara Windi yang sukses membuat keduanya tertawa terbahak. (matur suwun artinya terimakasih).
Renata terdiam memikirkan nasehat yang Windi berikan kepadanya ia memutuskan untuk mengikuti saran dari Windi setelah suasana hatinya membaik nanti karena jujur saja saat ini ia sedang merindukan dan mencemaskan kedua anaknya.
"Kamu sedang apa nak...? apakah kamu baik baik saja? apakah kalian juga merindukan bunda" gumam Renata sembari menitikan air mata.
Disisi lain Dafa masih terus mengurung diri di kamar dengan penampilan layaknya zombie. Dengan wajah yang pucat, tubuh yang terlihat kurus dan kantung mata yang menggelambir.
Sudah hampir seminggu lebih dirinya tidak pergi keluar rumah dan hanya mengurung diri dikamar saja. Meski demikian ia tetap memerhatikan anaknya dengan menyewa seorang asisten rumah tangga dan seorang supir untuk menggantikan tugasnya dan tugas Renata sementara waktu.
Drtttttdrtttt
Suara ponsel bergetar akibat telepon dari seseorang yang ia beri nama John yang buru buru ia terima."Halo John"
"Tuan saya mendapatkan info lengkap tentang nomer yang meneror nyonya... Dan sudah mengetahui siapa dalangnya... " jelas seorang pria bernama John dari seberang sana.
"itu kita bicarakan nanti dulu John...yang terpenting bagaimana kondisi anak dan istriku" Sahut Dafa.
"Tuan jangan khawatir tentang itu... Saya juga telah mendapatkan infonya..." balas John cepat.
"Benarkah... Cepat katakan padaku John" ucap Dafa antusias.
"nyonya sekarang berada dalam kondisi baik baik saja.... Nyonya pergi keluar kota... Ia menginap dirumah sahabatnya di Jogja... " ucap John memberi info kepada Bossnya.
"kerja yang bagus John. Awasi terus istriku berikan info keadaannya kepadaku... Dan awasi pelakunya John kumpulkan bukti bukti yang kuat kita akan mengurusnya Jika waktunya sudah tepat " Ucap Dafa sembari menutup teleponnya.
Dafa menyunggingkan sebuah senyuman yang beberapa hari ini sempat hilang lalu menuju kamar mandi membersihkan tubuh yang beberapa hari ini tak ia rawat kemudian melepon supir memintanya mengantarkan ke kantor.
"Sayang bersabarlah... aku akan segera menjemputmu.. dan menyelesaikan masalah ini " ucapnya sembari tersenyum mengusap foto Renata di meja kantornya.
"ahh sebaiknya nanti aku pulang lebih awal untuk menemani anak anak makan dan belajar... kasihan mereka terabaikan beberapa hari ini... maafkan ayah sayang" ucap Dafa lirih.
Dafa memeriksa semua pekerjaan yang ia limpahkan kepada Liam sekertaris pribadinya tempo hari. Ia juga memeriksa beberapa berkas yang tempo hari ia tanda tangani dengan asal tanpa membacanya terlebih dahulu. Kegiatannya terhenti ketika seorang berpakaian kurang bahan memasuki ruangannya tanpa permisi membawa sebuah paperbag di tangannya.
"Mas ini ku bawakan makan siang untukmu... aku yakin mas Dafa tidak sempat untuk keluar makan siang makanya aku bawakan ini"
"Terimakasih.... Silahkan pergi jika tak ada keperluan lainnya" ucap Dafa datar.
"Tentu saja aku ada urusan lain... aku akan tinggal disini menemani mas Dafa karna aku tahu mas Dafa butuh seseorang untuk menghibur mas Dafa" ucap Elena tak tau malu.
"Pergilah... aku tak membutuhkan siapapun untuk menghiburku... tak kan ada yang bisa menggantikan Renata... "
"ta tapi mas"
"pergi atau security akan menyeretmu" ucap Dafa sedikit membentak.
Elena terpaksa keluar ruangan karena Dafa sudah terlihat marah. Ia mengumpat kesal atas perlakuan Dafa barusan.
"Sial... berani sekali dia mengusirku..."
"baiklah kita mulai permainan ini" ucap Elena tersenyum licik.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Angel (TAMAT)
RomanceHolla guys ini mau proses revisi yess semuanya mo aku rombak total jadi harap bersabar.