16 - First Kiss

36.6K 1.4K 32
                                    

Chava mengajak Nicho melihat bayi Ray walau hanya lewat jendela kaca ruangan di mana anak itu ditangani. Chava mengelus-elus kaca menggunakan punggung jari telunjuk, seakan-akan sedang mengelus langsung pipi keponakannya tersebut.

"Om-Om lihat deh, matanya kebuka," seru Chava dengan exited. "Sabar ya Adek, nanti kalau Adek dah keluar dari akuarium onti Chava gendong."

"Inkubator Cha," ucap Nicho mengoreksi.

"Sama aja Om, cuma gak pake air sama pelet aja."

Keponakannya dikira ikan cupang, gerutu Nicho dalam hati.

Nicho memutar bola matanya malas. Ia lupa jika Chava tidak bisa dibantah.
Nicho berjalan meninggalkan Chava. Chava yang menyadari itu pun mengejar dan mensejajarkan langkah Nicho. Mereka melewati lorong koridor rumah sakit, keluar dari gedung tersebut.

Nicho akan mengantar Chava pulang ke kediamannya. Tadi saat diajak pulang oleh kedua orang tuanya, Chava menolak. Anak iku beralasan ingin melihat keponakannya terlebih dulu.

"Duh Om, Chava jadi pengen bunting deh." Chava mengusap-usap perut ratanya.

"Gak usah aneh-aneh."

"Kalau bikinnya aja boleh?" Chava menoleh menatap Nicho.

"Gak."

"Om gak tahu cara bikinnya?"

Nicho tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia menjentikkan jari ke kening Chava.

'Pletak'

"Awhhh," ringis Chava. Ia mengusap-usap keningnya. "Ish Om, Chava kan cuma tanya. Kalau gak tahu kan kita bisa lihat tutorialnya. Siapa tahu lebih gampang dari ngaduk dalgona coffe," cerocos Chava.

"Otak kamu tetesin insto sana." Nicho kembali meninggalkan Chava. Gadis itu masih diam di tempat, memikirkan anjuran yang dikatakan Nicho.

"Insto kan buat mata biar gak butek. Kalau otak Chava yang ditetesin, berarti ... otak Chava butek juga dong?"

...

Mobil Nicho telah terparkir di pekarangan rumah Chava sejak 5 menit yang lalu. Chava masih menahan Nicho dengan memeluknya di depan mobil. Masa bodo dengan tetangganya yang diam-diam mengintip lalu menjadikannya bahan gosip di tukang sayur esok pagi.

"Cha, sudah," ucap Nicho.

Dengan berat hati Chava menurutinya. Ia merenggangkan pelukannya, tapi satu tangannya masih merangkul pinggang Nicho. Chava takut Nicho marah seperti waktu itu.

Chava menatap lekat manik mata Nicho. "Makasih ya Om. Maaf waktu itu Chava bikin Om Marah. Chava janji, Chava berusaha buat gak kayak gitu lagi."

Nicho hanya menganggukkan kepalanya. Ia terlalu kaku hingga bingung cara untuk meresponnya.

Sudut bibir Chava tertarik berlawanan. Tiba-tiba ia berjinjit, lalu mengecup pipi Nicho. Lalu Chava mengawil gemas kedua pipi tersebut.

"Om Nicho kenapa uwu banget si," gemas Chava.

Nicho menyingkirkan tangan Chava dari wajahnya yang halus seperti tidak memiliki pori-pori. "Masuk sana, sudah malam."

"Besok Chava ke rumah Om ya."

"Besok saya ke Yogja."

Chava mengerutkan alisnya. "Loh, ngapain?"

"Ada acara pernikahan sepupu saya," jelas Nicho.

"Chava ikut." Mata Chava berbinar menggemaskan.

"Orangtua kamu kan baru pulang, memangnya kamu gak kangen?" Nicho berharap Chava luluh. Entah bagaimana nasibnya dirinya nanti di hadapan sanak saudaranya jika Chava berulah.

"Oh iya ya." Wajah Chava menjadi sendu. "Tapi kalau Om Nicho kangen Chava gimana? Om kan gengsi banget. Balas pece-an Chava aja gak pernah."

Percaya diri sekali bocah ini, batin Nicho.

"Saya hanya tiga hari di sana."

"Tuh kan lama banget. Satu menit gak ketemu Om aja rasanya kayak setahun," rengek Chava.

"Cha ...." panggil Nicho memberi peringatan.

Chava menghela nafasnya. "Iya iya ... Chava gak maksa kok." Tatapan Chava masih sendu. "Chava sadar, Om Nicho bukan dady yang gak bisa jauh dari momy. Juga bukan Bang Ray yang selalu jadiin Kak Windy prioritas."

Chava tersenyum. Nicho tahu itu senyum terpaksa. Ia bisa melihat dengan jelas guratan kesedihan di matanya. Tiba-tiba Chava kembali memeluk Nicho. Seperti sebelumnya, Nicho hanya diam tak membalasnya.

"Peluk lagi ya, buat stok 3 hari kedepan," pinta Chava.

"Mengapa kamu tidak mencari laki-laki lain Cha. Yang bisa menerima kamu," ucap Nicho.

"Chava cintanya sama Om Nicho. Chava yakin suatu saat Om juga bisa nerima Chava."

"Jika tetap tidak?"

Chava terdiam. Gadis itu belum berpikir sampai ke sana. Yang ada dipikirannya sampai saat ini hanyalah cara-cara mengejar Om Nicho-nya. Menahan ego untuk tidak terus berada di dekat laki-laki yang jauh lebih tua darinya itu saja Chava kesulitan.

"Tapi kan Chava cantik, montok, jago masak lagi."

"Cinta gak bisa dipaksa Cha-" satu kecupan yang mendarat di bibirnya membuat Nicho menghentikan kalimatnya.

"Itu fisrt kiss Chava, buat cinta pertama Chava." Chava mengusap lembut sisi wajah Nicho yang merona, sama sepertinya.

"Good nigh Om," ucap Chava sebelum berlari masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Nicho yang masih diam mematung.

"Our first kiss."

...
Pecinta Om-Om mana suaranya?

I Love You Om Nicho #ILYON (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang