Sore hari, di saat pancaran matahari tidak begitu menyengat, banyak orang berlari di sekitar taman perumahan. Ada juga yang hanya berjalan santai menikmati pemandangan di sekitaran taman yang memang indah.
Tara yang sedang berlari menghentikan langkahnya ketika netranya menangkap seorang wanita muda yang dikenalnya sedang duduk di bangku taman. Chava, wanita hamil Berbeda dengan pengunjung lain yang rata-rata mengenakan setelan untuk berolahraga, watita itu justru mengenakan dress tunik berwarna putih dipadukan dengan sandal rumahan.
Pria berlesung pipi itu pun bergegas menghampiri. Tanpa permisi, Tara langsung duduk di sampingnya.
Menyadari adanya kehadiran orang lain, wanita itupun menoleh.
"Om Tara," panggilnya, "kok bisa ada di sini?"
"Ya bisa lah, ini kan tempat umum," ucap Tara dengan nada bicara seperti orang sewot.
"Om Tara marahin Chava?" lirihnya dengan mata berkaca-kaca. "Chava kan cuma nanya, hiks."
Seketika Tara menghentikan peegerakannya yang sedang mengelap keringatnya menggunakan handuk kecil.
"Eh—kok nangis sih, Cha?" paniknya.
Anjir bini orang gue bikin nangis, mana lagi bunting lagi, rutuk Tara dalam hati.
"Kenapa sih cowok suka marah-marah, hiks."
Ini gue harus apa?! batin Tara.
Tatapan dari beberapa orang yang berlalu lalang membuat Tara semakin tak karuan.
"Mas, istrinya lagi hamil gitu kok malah dibikin nangis. Jadi suami tuh harus tanggung jawab," ucap ibu-ibu random yang tiba-tiba saja behenti di hadapan mereka, kemudian berlalu pergi.
"Tanggung jawab gimana, yang ngebuntingin aja bukan gue," gerutu Tara sangat pelan.
"Cha, udah ya nangisnya. Orang-orang bisa mikir yang engga-engga."
Bukannya berhenti, tangisan Chava malah makin menjadi.
Tara yang semakin panik langsung pindah berlut di hadapan Chava. "Saya minta maaf ya. Saya sama sekali ngga ada niatan untuk marahin kamu."
Masih belum berhasil. Tara pun menghembuskan nafas panjang.
"Oke, kamu boleh minta apa aja asalkan berhenti nangis."
Tring!
Seperti mantra sihir, dalam sekejab tangisan itu berhenti. Dengan beberapa bulir air mata mengiasi sekitaran kelopak matanya, Chava memasang puppy eyes seperti anak SD yang akan mendapatkan ice cream gratis.
"Beneran?" Tara hanya bisa mengangguk pasrah.
...
Sudah lebih dari satu jam Tara memandangi Chava yang sedang bermain dengan itik yang baru dibelinya dari pasar trasisional. Gila, ia baru saja memenuhi ngidam ibu hamil yang menurutnya sangat aneh.
Chava bilang ia sangat ingin memelihara itik itu di rumahnya. Namun karena takut dimarahi momynya yang phobia pada hewan tersebut, jadi Chava menitipkan itiknya pada Tara.
Tangan Chava masuk ke kandang—membelai kepala itiknya yang nampak pasrah.
"Jamal kalau laper bilang ke Om Tara ya. Ga usah malu-malu. Terus jangan lupa temenin Om Taranya, soalnya kan Om Tara jomblo," bisik Chava pelan namun masih dapat didengar oleh Tara.
"Ekhem, padahal udah diturutin. Masih aja dikatain," sindir Tara.
Chava tertawa cengengesan. "Iya maaf. Yaudah kalau gitu Chava pulang dulu ya. Jangan lupa dikasih makan Jamalnya. Awas aja kalau Jamal sampai kena asam lambung."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Om Nicho #ILYON (Complete)
Romance(18+) Ketenangan hidup Nicho mulai terkisis semenjak hadirnya gadis ingusan bernama Chava ke dalam hidupnya. Bahkan adik dari sahabatnya itu mengungkapkan perasaannya di hari pertama mereka bertemu. Gila memang.