19 - Melepas Rindu

27.4K 1.2K 28
                                    

Kalau ada typo tegur aja ya guys :)
...
Layaknya seorang puteri kecantikkan. Chava terus melambai-lambaikan tangannya pada orang-orang yang berlalu lalang di bandara--sambil mengendarai koper scooter miliknya. Wajah Chava yang memang ke barat-baratan membuat orang-orang itu mengira Chava seorang selebritis dari luar negeri. Anna yang berjalan sejajar dengan Chava hanya dapat menggelengkan kepala sembari terkekeh.

Dari kejauhan, Anna dapat melihat Nicho yang sedang duduk berdiri sambil memainkan ponsel di tangannya.

"Cha, itu Nicho." Tunjuk Anna ke arah Nicho.

Mata Chava berbinar bahagia. Ia menambah laju kopernyanya menghampiri Nicho. Nicho terkejut melihat kehadiran Chava. Apalagi saat gadis itu turun dari koper, lalu berhambur memeluknya. Hal itu membuat mereka menjadi pusat perhatian.

"Chava kangen Om Nicho," rengek Chava manja.

Di depan sana Nicho melihat Anna yang berjalan mendekatinya sambil menarik koper.

"Maaf," ucap Anna tanpa suara.

Nicho menghela nafas. Ia mengangguk paham. Anna pasti tidak mampu menolak permintaan dari Chava.

Nicho melepaskan pelukan itu. Chava terlihat tidak rela.

"Kita langsung ke lokasi, Ann. Sini kopermu." Nicho mengambil alih koper Anna. Membawanya menuju mobil.

Anna berjalan mengikuti Nicho. Ia merasa tidak enak hati. "Aku bisa bawa sendiri Nich." Anna berusaha meraih gagang kopernya, namun Nicho menghalanginya.

Saat Nicho sudah memasukan koper ke dalam bagasi, laki-laki berkemeja hitam itu menyadari bahwa Chava masih berdiam tempatnya. Matanya sendu.

"Kamu mau tetap di situ?" tanya Nicho.

"Koper Chava." Chava melirik kopernya.

"Bawa sendiri-" Nicho menghentikan ucapannya saat melihat Chava menunjukkan tangannya yang masih diperban. Tanpa mengeluarkan suara, Nicho menghampiri Chava. Mengambil koper ajaib itu, lalu membawanya ke mobil.

Chava melebarkan senyumnya. Ia turut menghampiri Anna sambil terus cengengesan.

"Ann, kamu duduk di depan, ada yang ingin saya bicarakan," ucap Nicho saat Chava akan masuk ke kursi samping kemudi.

"Tapi Om-"

Nicho tidak mempedulikan Chava yang akan protes. Ia langsung masuk ke kursi kemudi. Dengan berat hati Chava pindah ke kursi bagian belakang. Lagi-lagi Anna merasa tidak enak hati. Tapi mau bagaimana lagi, memang ada yang harus ia bicarakan bersama Nicho. Ini menyangkut pekerjaan mereka.

Di sepanjang perjalaman Chava merasa sangat bosan. Nicho dan Anna terus berbicara soal pekerjaan yang terasa asing di telinga Chava. Sesekali juga Chava berusaha menimbrung, namun sama sekali tak dihiraukan oleh Nicho.

Mobil Nicho berhenti di parkiran sebuah restoran Jepang. Nicho keluar begitu saja memasuki restoran tersebut.

"Ayo Cha," ajak Anna.

Chava mengangguk patuh. Aneh, apakah ia telah membuat kesalahan? Rasanya tidak.

Lagi-lagi Chava dihadapkan oleh perbincangan yang tidak dimengertinya. Dari balik meja, diam-diam Chava meraih tangan Nicho dan menggenggamnya. Nicho berusaha melepasnya, namun itu tidak mudah. Ia juga takut menciptakan kegaduhan di hadapan klien besarnya.

Chava terpaksa melepaskan genggaman tangannya saat Nicho akan bersalaman dengan kliennya tersebut. Begitu pun dengan Anna. Chava ikut bersalaman, dan ia menyesal. Pasalnya klien Nicho yang merupakan seorang laki-laki paruh baya itu menahan tangannya dan mengelus-elusnya. Dengan cepat Chava menarik tangannya. Sepertinya ia harus segera membasuhnya dengan tanah.

Chava menatap Nicho seakan meminta pembelaan. Ia yakin Nicho mengetahuinya, karena laki-laki paruh baya itu melakukannya dengan terang-terangan. Chava merasa kecewa saat Nicho berpamitan seakan  tidak ada masalah.

Kali ini Chava yang duduk di samping kemudi. Keadaan di dalam mobil benar-benar sunyi, semua fokus dengan kesibukan masing-masing. Anna sedang memeriksa dokumen di tablet, Nicho fokus menyetir, dan Chava yang terus memperhatikan Nicho.

"Om Nicho," panggil Chava pelan.

"Hmm," dehem Nicho sebagai jawaban.

"Om Nicho tadi liat gak pas tangan Chava dielus-elus eyang gundul tadi?" Tanya Chava.

Nicho mengangguk.

"Kenapa Om gak larang?"

"Salah kamu sendiri kenapa ikut-ikutan."

Chava terpelongo mendengarnya.

"Hehe, iya ya, Chava yang salah," kekeh Chava. Padahal dadanya terasa sesak menahan kecewa.

"Lagi pula-" jedanya, menunjukkan tersenyum smirk. "Bukan kah seharusnya kamu senang digoda laki-laki dewasa?"

"Nicho," panggil Anna memberi peringatan. Ini sudah kelewaAan. Andai ia memiliki kekuatan untuk melawan laki-laki tua bangka tadi, pasti tadi ia akan membela Chava. Sebenarnya tadi ia cukup geram melihat Chava diperlakukan seperti itu oleh kliennya. Disisi lain Anna juga tak habis pikir oleh Nicho yang terlihat masa bodo. Ditambah kata-kata pedasnya yang mampu merobeh hati pendengarnya. Ia saja merasakan sesak di dadanya, apalagi Chava.

Anna mengulurkan tangannya--mengusap punggung Chava. Merasakan itu, Chava merasa sedikit tenang. Di sepanjang perjalanan menuju hotel, Chava hanya diam. Tidak ada ocehan beruntun, atau pun tingkah konyol.

Setibanya di hotel, Chava memilih langsung masuk ke dalam gedung tersebut setelah mengecup singkat bibir Nicho. Tanpa malu, ia kembali mengendarai koper ajaibnya.

"Aku rasa tadi kamu kelewatan," ucap Anna seusai Nicho membantu menurunkan kopernya. "Chava datang ke sini karena merindukanmu. Jika sekiranya ada hal yang membuatmu sensi, tapi rasanya melampiaskan ke orang yang tidak tahu menahu atas masalahmu bukanlah hal yang tepat."

"Makasih. Aku masuk ya." Anna menepuk punggung Nicho sebelum masuk ke dalam hotel. Menyusul Chava yang sepertinya sudah memesan kamar lebih dulu.

Tubuh Chava terasa lemas tak bertenaga. Seperti ada benda tak kasat mata yang menyayat-nyayat hatinya. Saat ini ia duduk memeluk lututny di sofa kamar hotel yang disewanya.

Niat awal, Chava ingin tetap membuntuti Nicho kemana pun laki-laki itu pergi untuk mengobati rasa rindunya. Namun sayangnya perkataan Nicho di mobil tadi sangat menohok hatinya. Saat ini Chava tidak sedang menghindar. Ia hanya tidak ingin terlihat lemah di hadapan siapa pun, terutama Nicho.

Tak terasa Chava ketiduran di sofa dengan posisi meringkuk.

...

Nicho baru saja selesai mengancingkan kemeja hitamnya. Rambutnya telah ditata rapih. Selepas itu Nicho segera meraih kunci mobil dan keluar dari kamar dengan sedikit berlari.

"Nicho, mau kemana kamu?" Tanya Layla.

Nicho menghentikan langkahnya.
"Ada sedikit urusan Ma. Tenang saja, aku akan tetap datang," ucap Nicho kemudian kembali berlari.

Nicho melajukan mobilnya menuju hotel tempat Anna dan Chava menginap. Ia harus meminta maaf pada Chava atas ucapannya sore tadi. Melihat perubahan sikap Chava, jelas gadis itu pasti terluka atas ucapannya. Walau belum lama mengenalnya, Nicho tahu Chava. Gadis tengil itu lebih suka berdebat dari pada pasrah akan cacian orang lain.

...

Masih memakai handuk yang melilit tubuhnya, Chava membuka pintu saat ada yang menekan bel kamarnya.

"Iya sebentar," ucap Chava.

'Ceklek'

Chava terkejut melihat kehadiran laki-laki yang membuatnya terpuruk sore tadi. Nicho, laki-laki itu sama terkejutnya dengan Chava karena penampilan gadis itu. Pandangannya terkecoh oleh tetesan air dari rambut lepek Chava--mengalir melewati leher jenjangnya--terus hingga hilang di antara dua gundukan yang sedikit mengembul dari balik handuk. Nicho meneguk payah ludahnya sendiri.

...

#dirumahaja #lebarandirumahaja

Aku yakin kalian bijak buat tetep stay at home💙. Semoga yang masih bandel segera diberi teguran dari Tuhan.

I Love You Om Nicho #ILYON (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang