33 - Yang Sempat Tertunda

27.4K 1K 41
                                    

Chapter ini khusus Chava dan Nicho.
...

Pintu gerbang terbuka secara otomatis, membiarkan Nicho memasukan mobilnya ke pekarangan rumah, kemudian berhenti setelah memarkirkannya di garasi.

Nicho menoleh pada Chava yang tertidur di kursinya yang sempat Nicho baringkan setelah mengetahui Chava tertidur di tengah perjalanan. Wanita muda tersebut terlihat nyaman-nyaman saja dalam tidurnya. Namun tetap saja, ia pasti akan merasakan pegal di punggungnya jika terlalu lama berbaring di sana.

Tak ingin berlama-lama, Nicho pun segera keluar dari pintu kemudi. Memutari mobil menuju kursi penumpang bagian depan yang ditempati Chava. Pelan-pelan, tanpa ingin mengganggu tidur Chava, Nicho mengangkat tubuh mungil itu ke dalam gendongannya. Kemudian membawanya menuju kamar mereka.

"Eghh," lengufh Chava—terbangun dari tidunya.

"Ssstttt, maaf mengganggu tidurmu," bisik Nicho menenangkan Chava.

Chava mengalungkan tangannya di leher Nicho. Menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang suami.

Nicho membuka pintu kamar menggunakan sikunya, dan menutupnya kembali dengan sedikit dorongan dari kakinya. Langkah besarnya berhenti di pinggir ranjang. Perlahan—seakan sedang menaruh barang pecah belah yang mudah hancur, Nicho membaringkan tubuh Chava di ranjang mereka. Dengan telaten pula Nicho membukakan sepatu yang dikenakan sang istri.

Chava merasakan adanya desiran di hatinya. Sedikit aneh dengan sikap Nicho yang berubah drastis dari sebelum-sebelumnya. Apa Nicho berubah setelah kejadian luar biasa di hari ini. Ya Tuhan, maafkan Chava yang kurang bersyukur. Seharusnya ia bersyukur akan perubahan sikap Nicho.

Chava merubah posisinya menjadi duduk.

"Kenapa? Apa kamu butuh sesuatu?" tanya Nicho dengan cepat.

Chava menunjukkan senyumnya. "Enggak kok Mas, Chava cuma mau mandi."

"Sudah malam Cha, gak baik buat kesehatan."

"Mas Nicho gak usah khawatir. Chava mandinya pake air hangat kok." Chava beranjak dari ranjang—berdiri di hadapan Nicho. "Dah ... Chava mandi dulu."

Cup

Satu kecupan didaratkan Chava di pipi Nicho. Kemudian wanita muda tersebut berlari memasuki kamar mandi. Di tempatnya, Nicho tersenyum kecil sembari memegangi bekas kecupan Chava di pipinya. Nicho juga memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi luar, masih di lantai yang sama.

Beberapa saat kemudian, Nicho kembali masuk ke kanar. Tubuhnya sudah jauh lebih segar dari sebelumnya. Namun, keningnya berkerut saat telinganya mengangkap suara ringisan kesakitan dari dalam kamar mandi. Nicho yang merasa khawatir dengan Chava pun langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Padahal bisa saja di dalam sana Chava tidak mengenakan busana. Salah sendiri mengapa Chava tidak menguncinya.

Tepat di samping bathtup, Nicho mendapati sang istri tengah duduk di lantai—memegangi lutut sebelah kanannya yang lecet, dan mengeluarkan darah. Untung saja saat ini Chava tidak dalam keadaan telanjang, walau hanya selembar handuk yang melilit di tubuhnya. Sama seperti dirinya.

Nicho menghampiri Chava. Berjongkok tepat di hadapannya.
Mengamati luka di lutut sang istri. Lukanya memang tidak terlalu parah, namun rasanya pasti nyeri. Chava cukup kaget mendapati Nicho yang tiba-tiba ada di hadapannya.

Nicho lebih memilih untuk segera menangani luka Chava. Ia membasuh luka tersebut menggunakan air bersih. Setelah itu Nicho mengangkat tubuh Chava ala bridal style, keluar dari kamar mandi.

Nicho mendudukkan Chava di tepi tempat tidur. Membiarkan kakinya menyentuh lantai. Dengan sigap laki-laki yang hanya menggunakan lilitan handuk di pinggangnya itu beranjak mengambil kotak obat-obatan.

Nicho berjongkok dan mulai mengobati luka Chava. Bukan hal yang sulit, ia hanya membersihkan luka tersebut denngan cairan alkohol, memberikannya obat merah, dan yang terakhir menempelkan plester.

Sebenarnya sedari tadi Nicho tengah menahan desiran aneh di tubuhnya. Bagaimana tidak, saat ini ia dihadapkan dengan tubuh indah Chava yang hanya ditutupi lilitan handuk. Apalagi handuk tersebut sedikit melorot hingga mengekspose sebagian, dari dua aset bagian tubuh Chava. Kaki jenjang nan mulusnya pun tak kalah menggoda iman Nicho.

Shit! umpat Nicho dalam hati. Chava telah berhasil membangkitkan bagian dari darinya yang sudah lama tertidur.

Nicho mendongak menatap Chava yang juga menatapnya. "Cha," panggilnya parau.

Chava mengerjabkan matanya yang sedari tadi salah fokus pada tubuh shirtles Nicho.

"Kenapa Mas?"

Nicho berdiri, berpindah duduk di samping Chava.

Deg!

Nicho menatapnya lekat dari atas ke bawah seakan menelanjanginya melalui tatapan tersebut. Hal itu membuat debaran di jantung Chava kian meningkat.

Tangan Nicho terangkat, lalu mendarat di pipi Chava yang sudah semerah tomat. Dengan jarak sedekat itu, tatapan mereka bertemu dalam satu garis lurus. Melalui tatapan itu keduanya sama-sama mencurahkan apa yang saat ini tengah dirasakan dan dipikirkan.

Apa Chava akan marah kalau gue meminta hak sebagai suaminya? Ck, kenapa gue jadi sebrengsek ini! Pikir Nicho yang berujung memaki dirinya sendiri.

Tidak biasanya Nicho lemah dalam mengendalikan nafsu. Nicho takut Chava akan menolaknya. Mengingat perkaluannya buruknya selama ini pada sang istri.

Duh ... mas Nicho mau apa ya?  Debaran jantung Chava makin kenceng lagi. Kalau copot 'kan repot. Tapi Chava suka, gimana dong? batin Chava.

"Sayang," panggil Nicho setelah lama terdiam.

Eh—sayang?

Baru kali ini Nicho berinisiatif sendiri untuk memanggil Chava dengan panggilan tersebut. Setelah sekian lama Nicho bersikap acuh padanya, Chava sudah tidak pernah lagi meminta Nicho untuk memanggilnya 'sayang'.
Senangnya hati Chava mendengar panggilan tersebut tanpa perlu memintanya.

"I—iya Mas?" Oh Tuhan, tidak biasanya Chava menjadi gagap seperti ini. Mana Chava yang super cerewet dengan rentetan ocehannya.

"Hmm—" Nicho sedikit ragu untuk mengatakannya. "—bolehkah aku melakukannya sekarang."

Dalam hati Nicho memanjatkan do'a agar Chava mengizinkannya. Karena jika tidak, terpaksa ia harus melakukannya secara mandiri.

"Ngelakuin apa Mas?" tanya Chava bingung.

Tangan Nicho bergerak tak tinggal diam. Turun menyusuri leher, tulang selangka, dan berhenti di punggung mulus milik Chava.

"Mengambil hakku sebagai suami. Aku akan menjadikan kamu sebagai milikku seutuhnya."

Deg!

Ah ya, sekarang Chava mengerti apa maksud dari perkataan Nicho. Chava menatap tidak menyangka pada laki-laki di hadapannya tersebut.

"Tapi—jika kamu tidak bersedia tidak apa-apa," lanjut Nicho pesimis. Laki-laki tersebut tersenyum maklum.

"C—Chava mau kok Mas."

"Benarkah? Apa kamu terpaksa melakukannya?"

Chava menggeleng kuat. Ia mendekati Nicho, lalu memeluknya erat-erat. "Chava gak pernah ngerasa terpaksa setiap ngelakuin apapun buat Mas Nicho. Apalagi ini kewajiban Chava."

"Terimakasih sayang." Nicho membalas pelukan Chava tak kalah erat, sembari memberikan kecupan bertubi-tubi di punggung telanjangnya.

Malam itu pun menjadi malam pertama bagi mereka yang sempat tertunda. Nicho memperlakukan Chava bagai Ratu. Mengutamakan rasa dan meminimalisir ego disetiap sentuhannya. Ia tidak ingin perlakuannya membangkitkan rasa trauma yang pernah dialami istri kecilnya tersebut.

...

Gak serem kan isinya, ehehe

I Love You Om Nicho #ILYON (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang