MENTARI 36

19 3 0
                                    

Sekarang aku berada ditempat yang cukup ramai, meremas tas selempangku, menyelipkan rambut ku kebelakang telinga, dan memperbaiki tatanan bagian merahnya.

Menunggu rasya belanja, seperti menunggu salju di sini, bukan apa apa hanya saja aku jauh dari tipe itu, tapi sebisa mungkin aku memaklumi rasya.

"Rasya aku ketoilet dulu ya"

Membasuh wajahku, tapi lagi lagi darah segar, ada apa, sebenarnya aku takut, tapi aku yakinkan saja ini hanya butuh istirahat.

Darah itu semakin banyak, tapi se sering itu juga aku menghapusnya, lama kelamaan juga terbiasa.

Aku kembali ketempat dimana aku janjian dengan rasya, aku lihat dia sedang berdiri sambil bermain ponsel disana.

"Kenapa pucat sekali, kamu tidak apa apa?"

"Aku hanya lapar rasya, ayo makan"

Aku menggandeng tanganya, sepertinya sekarang kita bertukar posisi, aku yang sering menggandeng tangan orang.

Kami hanya memasuki tempat makan biasa, memesan sesuai isi dompet kami, menunggu pesanan sambil bercanda ria, bermain ponsel, melihat seberapa banyak aku menghubungi aiden tapi tidak dibalas sama sekali.

"Apa hubunganku dengan galaksi hanya sedatar ini" kata rasya tiba tiba

"Kenapa?" Tanyaku

"Seperti yang kamu lihat, aku tidak tau bagaimana perasaannya, yang aku tau hanya dia beku dan datar"

"Rasya, semuanya butuh waktu, sama seperti apa yang kamu katakan dulu, jika takdirmu dengan dia, dengan apapun dan bagaimanapun itu tidak akan menjadi halangan,kamu juga tau galaksi dari dulu seperti itu, jangan pernah berhenti, perjalanan kamu belum terlalu panjang, masih banyak hak yang menunggumu"

"Lihat mentari, kalimat itu masih kamu ingat, itu sudah satu tahun yang lalu"

"Itu berharga, seperti maknanya" kataku sambil menatap ponselku.

Sesering apapun aku melihat ponsel itu, tidak akan berubah, aiden sibuk tapi karena mungkin sudah terbiasa, aku tidak terlalu mempermasalahkan itu, lagipula aku percaya seutuhnya pada aiden.

Jangan lupa makan, jaga kesehatan, abang ada jam kuliah, abang berangkat

Aku tersenyum, seberapa beruntungnya kau memiliki seorang laskar.

Kami memakan ramen dengan tenang, menikmati kaldu dengan bumbunya.

Setelah selesai dengan urusan makan kami, membayar dan ingin beranjak pulang.

Tapi hidup mentari tidak akan seindah dan semenarik ini tanpa kejutan.

"Ayah"

"Mentari, sedang apa kamu disini, sama siapa?"

Aku diam, ayah menggenggam tangan wanita yang itu lagi.

"Ayah tau bang laskar pergi?" Tanyaku

"Dia sudah besar, dia sudah punya jalan sendiri"

"Tentang bunda?" Tanyaku, sudah mati matian aku menahan air mataku agar tidak jatuh didepan ayah.

"Ini mama mu" dia menunjuk dengan dagu orang yang disampingnya.

"Hai mentari" perempuan itu menyapaku, dimana urat malunya, mungkin dia memang tidak punya malu.

Aku tersenyum gentir, memandang sendu kearah dua orang ini.

"Semoga ayah tidak pernah lupa, bagaimana bunda menemani ayah dari dulu, bagaimana tulusnya bunda pada ayah, dan bagaimana bunda pergi karena cinta pada ayah, satu hal lagi ayah jangan terlalu buta,karang yang bersinar karena matahari bukan berlian yang bagaimanapun selalu bersinar".

Aku menggenggam tangan rasya lagi, dan pergi dari tempat itu, untuk apa menonton pertunjukkan drama, hidup ku lebih banyak memiliki kejutan yang sudah bosan ditayangkan dalam drama.

MENTARI✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang