"Saat dia benar-benar pergi, maka kamu akan mengerti apa arti penyesalan yang sesungguhnya."🌹🌹🌹
"Dio, tolong izinin saya lihat Seviana. Saya mohon ..." Seperti itu terus yang terucap dari mulut Anandita Seulgi Wulandari sembari mengetuk-ngetukkan tangannya di depan pintu di mana Seviana dirawat.Denting jarum jam terus berputar tanpa henti. Hingga waktu kian berjalan mengarungi setiap menit yang berganti.
Lima jam lebih berlalu.
Iya lima jam, dan selama itu Seviana belum sadarkan diri. Membuat tingkat kecemasan penuh dari keluarga yang menaruh harapan besar untuk kesadaran Seviana.
Seviana juga belum keluar dari masa-masa kritisnya. Dan Dokter telah memvonis Seviana ... koma. Benturan di daerah kepala sudah berhasil menciderai otaknya.
Dan hampir selama dua jam ini Dio ada di samping Seviana, lebih tepatnya sejak Dokter mengizinkan untuk menjenguk Seviana. Bahkan Dio melarang kedua orang tua Seviana --Mama Wulan dan Papa Aldi-- untuk melihat putri semata wayang mereka yang sedang terbaring lemah di sana.
Dio egois?
Katakan saja memang begitu. Padahal yang lebih berhak untuk di samping Seviana adalah Mama Wulan dan Papa Aldi. Kalau dipikirkan lagi, memangnya siapa Dio hingga berani-berani nya melarang mereka. Memang nya apa hubungan Dio hingga seperduli itu dengan Seviana.
Tapi kenyataannya, Dio memang berhasil memonopoli suasana dengan mengatakan :
'Karena kalian, Seviana ada di sini. Karena Om Aldi Seviana kecelakaan, Karena tante Wulan Seviana harus menderita. Jadi saya mohon, jangan dekati Seviana untuk saat ini.'
Sangat egois.
Sungguh!
Yang tapi Mama Wulan dan juga Papa Aldi tidak bisa berbuat apa-apa. Karena yang Dio bilang barusan memang benar. Karena mereka Seviana yang harus menderita, karena mereka Seviana yang harus menanggung rasa sakit sedemikian rupa.
Kini yang mereka bisa hanya berdoa tanpa henti-henti nya. Merapalkan satu nama, yang mana memohon agar Sang Penguasa mau berbaik hati agar mereka bisa memperbaiki semuanya.
"Wulan, sabar. Saya tau Seviana anak yang kuat," Ucap Bunda Rani yang memang sudah berada di sana. Mengelusi punggung Mama Wulan yang dari tadi dia banjir air mata.
Itu semua karena Bunda Rani yang mengkhawatirkan Dio. Sebab Dio dari pagi keluarnya tapi sampai tengah malam buta juga belum kembali ke rumahnya. Hingga Bunda Rani terus-terusan menghubungi Dio.
Yang pada akhirnya Dio mau-tidak mau harus memberi tahu yang sebenarnya. Dan jadilah Bunda Rani ikutan nimbrung di rumah sakit sana.
"Tapi gimana kalo Seviana nggak selamat? Gimana kalo Seviana ninggalin saya buat selamanya? Gimana saya bisa tenang …" Parau. Bahkan suara Mama Wulan hampir habis karena menangis terus.
"Ya itu derita kamu. Mangkanya jangan sibuk sendiri jadi orang. Kalo kaya gini ya emang salah kamu. Emang bener kan apa yang di bilang bocah itu barusan?, Siapa. Dio kan ya namanya?" Nyinyir Joy.
Sungguh, dalam keadaan genting seperti ini kenapa mulut nyinyir Joy masih saja berfungsi. Membuat rasa bersalah dalam benak Mama Wulan semakin membuncah. Dan semakin tidak rela kalau Seviana pergi meninggalkannya.
"Joy! Bisa jaga mulutnya enggak? Kalo kamu kaya gitu terus mending kamu pulang aja" Ancam Papa Aldi.
Shit! Seorang Joystick Virginia Amoxicillin diancam sedemikian rupa agar membungkam mulut recehnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Bantet Girl ✔
ChickLit[Book 1] "Mbak yang Gendut! silahkan" Selalu saja begitu, dan ini sudah kesekian kalinya gadis itu di omong Gendut, Gemuk, dan para jajarannya. Gendut itu bukan ukuran kecantikan, tapi kenapa orang gendut selalu di pandang remeh sih!, Bikin yang pu...