Detik jarum jam berputar tanpa henti, bahkan menit berlalu begitu cepat hingga berganti dengan jam. Namun tatapan mata itu masih sama seperti lima menit yang lalu.
Kosong.
Hampa.
Menerawang ke depan tanpa ada arah dan tujuan. Masih bingung dengan segala hal, ada di mana dia, kenapa ada di ruangan serba putih itu. Dia tidak mengerti.
Kenapa ada alat penyokong kehidupan yang menempel di tubuhnya, berapa lama dia terbaring dalam ruangan asing ini. Ini terlalu sulit untuk dicerna otaknya, bahkan rasanya tak mampu mengingat kejadian sebelumnya. Kepalanya amat pusing, rasanya ngilu luar biasa atau bahkan hiperbolisnya mau pecah kepalanya saat ini juga.
Semua tubuhnya serasa kaku, membeku seperti batu. Tidak bisa di gerakkan. Entah sudah berapa lama tidak di gunakan, dia sangat tidak ingat.
"Sayang … kamu udah sadar!" Histeris seorang wanita paruh baya yang tergesa masuk ke dalam ruangannya.
"Anak Papa! Akhirnya …"
Lagi, seorang lelaki yang sudah berumur tapi memang masih terlihat tampan. Bahkan kedua orang itu pun sudah banjir air mata.
Mereka …
Siapa?
Sebisa mungkin dia memiringkan kepalanya memandang siluet dua orang di samping brankarnya. Entah, dia tidak begitu mengenal kedua orang itu.
"Mama kangen banget sama kamu sayang, akhirnya kepercayaan Mama nggak kamu patahkan," ucap wanita itu mengelusi puncak kepalanya dengan sayang.
"Papa juga kangen, dan Papa juga tau kalo kamu pasti akan bersama kami lagi," laki-laki itu menggenggam tangannya sekarang.
Jadi rupanya mereka Mama dan Papa gadis itu, memangnya berapa lama dia meninggalkan mereka. Ah, dia tidak mau memikirkan itu lagi. Tidak mau kepalanya berdenyut nyeri.
"Ma--ma? Pa--pa?" Ucap gadis itu terbata, susah payah mengatakannya. Rasanya suara itu hanya tercekat di tenggorokannya.
Kedua orang itu semakin mengalirkan air matanya, sungguh, benarkah kalau anak gadis mereka satu-satunya ini telah sadar sepenuhnya. Benarkah kalau anak mereka satu-satunya ini telah kembali pada mereka sepenuhnya.
Oh Tuhan … terima kasih telah mengembalikan harta paling berharga satu-satunya di hidup mereka, ini adalah kado paling indah ke tiga dalam kehidupan mereka saat ini.
Pertama, saat kehadirannya yang bahkan masih berbentuk embrio di dalam perut sana. Lalu, saat bayi mungil itu telah lahir ke dunia, mereka sangat-sangat menyayanginya. Dan hari ini, di mana mereka nyaris putus asa karena anak tercinta mereka tidak ada perkembangan selama lima tahun perawatan.
Apalagi dengan Dokter yang beberapa kali menyarankan untuk mencabut segala alat bantu kehidupan nya. Mereka sangat terpukul tapi mereka tetap mempertahankan anak mereka satu-satunya selama detakan jantung itu masih ada.
Setidaknya, detakan jantung itu bisa menghilangkan rasa rindu mereka terhadap semua yang ada dalam diri anak gadis itu. Bahkan hanya demi mendengar detakan itu lewat monitor sana, laki-laki paruh baya itu rela terjaga selama dua puluh empat jam nonstop.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Bantet Girl ✔
ChickLit[Book 1] "Mbak yang Gendut! silahkan" Selalu saja begitu, dan ini sudah kesekian kalinya gadis itu di omong Gendut, Gemuk, dan para jajarannya. Gendut itu bukan ukuran kecantikan, tapi kenapa orang gendut selalu di pandang remeh sih!, Bikin yang pu...