Part 16 - Good Bye

95.4K 9.2K 1.2K
                                    

============
Karya ini hanya di publish di Wattpad. Jika kalian membaca karya milik saya, Adellelia di platform selain Wattpad, berarti kalian membaca karya bajakan. ===========

Budayakan klik bintang kejora dibawah sana, yaa... .
Jangan jadi silent Readers 😊
****

For you I was a flame
Love is a losing game
Five-storey fire as you came
Love is a losing game
One I wish I never played
Oh, what a mess we made
And now the final frame
Love is a losing game
~ Love is a losing game - Amy Winehouse ~
****

Winda POV

Kumasuki lobi Rumah Sakit dimana pria berengsek bernama Leonard menjalankan profesinya sebagai seorang dokter. Rasanya semua kejadian pertemuan pertama kami masih terekam jelas di otakku. Wajah pucatku, senyum manis pria itu, dan segala hal yang mengingatkanku kepadanya. Ya Tuhan, bahkan saat ini pun aku kembali bertemu dengan suster wanita yang membantu Leonard melakukan pemeriksaannya kala itu.

"Maaf, Sus" ucapku kepada si Suster yang sedang memeriksa tekanan darah salah satu ibu hamil di pos pemeriksaan Suster.

"Iya, Bun. Ada yang bisa dibantu?" sapa seorang Suster lainnya yang tadi sedang mengecek administrasi pasien tersebut.

"Ah, Iya, Sus. Dokter Leon adakah pagi ini?" tanyaku tanpa basa-basi.

Suster itu tersenyum lalu mengangguk dengan ramah.

"Dokter Leon praktek hari ini, tapi jadwalnya nanti siang, Bun." Jawabnya.

Shit! Lagi-lagi, aku dipanggil bunda.

"Bunda, mau diperiksa oleh Dokter Leon? Sudah pernah buat janji sebelumnya?" Tanyanya.

Aku menggeleng.

"Saya bukan mau diperiksa oleh Dokter Leon, Sus." Wajah si Suster mengernyit bingung. "Saya hanya mau mengembalikan barang Dokter Leon yang tertinggal." Jelasku seraya mengangkat paperbag yang berisi gaun laknat darinya.

"Eh, Kakak Winda, ya?" Si Suster yang telah selesai memeriksa pasien kini menyapaku.

Aku tersenyum. Mengangguk.

"Suster masih ingat saya?" tanyaku.

Suster itu tersenyum ramah.

"Iya, kenal donk! Temannya dokter Leon pasti saya ingat." jawabnya bangga.

"Kalau begitu bisa beritahu saya dimana ruangan Dokter Leon? Atau dimana saya dapat bertemu dengannya? Saya buru-buru soalnya, Sus." Aku beralasan.

Si Suster melihat jam dinding, lalu tatapannya kembali kepadaku.

"Kakaknya kenapa tidak langsung hubungi Dokter Leon saja?" tanyanya.

"Telepon genggam saya kehabisan daya. Baterenya habis dan belum diisi ulang." Aku beralasan. Mencoba peruntunganku. Berharap si Suster percaya.

"Oh, begitu." Balasnya mengangguk. "Kalau begitu, berarti Kakak nggak tahu ya, kalau mertua Dokter Leon dirawat disini?" tanyanya.

"Mertuanya?" Aku membeo seraya menggeleng.

"Iya." Suster itu mengangguk. "Semalam mertua dokter Leon masuk ruang perawatan ICU karena serangan jantung, Kak. Mungkin dokter Leon berada disana. Kalau Kakak mau ke ruang ICU, letaknya ada di gedung sebelah" jelasnya. "Kakak bisa lewat selasar disamping kafe. Atau mungkin jika beruntung, Kakak bisa bertemu dengan dokter Leon di kafe. Jam segini biasanya dokter Leon sarapan di kafe itu."

TOUCH! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang