Part 23 - Morning Meeting

97.7K 7.7K 531
                                    

============
Karya ini hanya  diterbitkan pada aplikasi Wattpad.
Jika kalian membaca karya saya pada aplikasi selain Wattpad, berarti kalian membaca karya bajakan
=============

Kaget ya dapat notif?? 😏
Jangan lupa vote ya 😘.
Btw, kenalan lagi, yuk! Kalian tuh tinggal di daerah mana aja sih? Absen sini yuk 🤗
****

Do you remember the teacher said
You're too young, too stupid,
don't lose your head
But years gone and we held on
with the best intent
Just two kids who kicked it on MSN
Oh, time
Suddenly we got no time
We're so busy doing life
That I miss your eyes on mine.
~ Sixteen - Ellie Goulding ~
****

Winda POV

"Windaaa." Sapa Carissa pagi ini dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Kami bertemu di parkiran mobil dan wanita itu langsung saja memelukku. Sebuah tumbler kopi berwarna hijau ada di tangan kanannya. Tak lupa sebuah tas kulit tersampir dibahunya. Sebuah paperbag dengan ukuran cukup besar berada di tangan kirinya.

"Apa kabar, cyiinn?" Sapaku. "Enak yaa, habis liburan di Bali." Sindirku. Pura-pura cemberut yang langsung membuatnya terkekeh geli.

"Enak aja, lo! Gue kerja tahu, kerjaaa!" Balasnya sok serius.

"Sini gue bantuin bawa." Ucapku. Mengambil begitu saja paperbag yang dibawa olehnya karena terlihat Carissa sedikit kesusahan dengan barang-barang yang dibawanya.

"Makaciihh." Balasnya dengan nada manja. Yang kubalas dengan senyum. Kami mulai berjalan beringinan memasuki gedung.

"By the way, Helga sepertinya extends cutinya tiga hari lagi deh." Ucapnya.

"Hmm? Kenapa?" Satu alisku naik. Penasaran.

"Lagi ditawan dia sama pangeran kuda putihnya di dalam kamar." Jawabnya dengan cengiran lebar di wajahnya. Kedua alisnya naik turun menahan tawa.

"Eh eh eh, genjatan senjata mereka?" Balasku sembari ikut menyeringai lebar.

"Iya. Genjatan senjata di dalam kamar, hahaha ... ." Tawa Carissa meledak.

"What?!" Balasku kaget tapi juga ikut tertawa bersamanya. Bahkan kami lupa jika kami masih berada di lobi gedung dengan beberapa pekerja lain yang juga ikut memperhatikan kami dengan tatapan aneh.

Biar saja! Kami tak perduli. Cerita tentang Helga dan Armann yang akhirnya sama-sama menyerah begitu menghibur pagiku saat ini.

"Alhamdulillah, akhirnya si Helga bisa bikin si Playboy cap kadal macam Armann nyerah juga, ya? Ya, Helga mana bisa ditolak? Gue yakin pasti itu si Armann kalang kabut ngeliat body-nya Helga. Apalagi itu anak kan pintar. Armann ngomong apa pasti dia selalu punya jawaban yang bikin itu cowok speechless." Selorohku.

"Yoi!" Sahut Carissa menggebu. "Apalagi kalau lo beneran ada disana ya, Win. Lo bayangin gimana Armann terbakar api cemburu waktu lihat Helga jalan bareng Joseph. Lucu banget, Ya Tuhan!"

"Duuhh, tahu begitu gue ikut, ya!" Sesalku. "Tiga hari ini nggak ada kalian, nasib gue sial banget, Riss." Sungutku. Mengingat kembali drama percintaanku dengan Leonard, lalu pertemuanku dengan Arya, kemarin sore.

"Sial, kenapa?" Tanyanya penasaran.

"Panjang ceritanya, Riss." Jawabku.

Pintu Lift dihadapan kami terbuka, dan kami masuk ke dalamnya. Mengambil posisi paling belakang untuk dapat bersandar, setelah lebih dulu menekan tombol lantai dimana Cozy berada.

TOUCH! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang