Part 17 - Broken Promises

97.8K 8.5K 878
                                    

============
Karya ini hanya  diterbitkan pada aplikasi Wattpad.
Jika kalian membaca karya saya pada aplikasi selain Wattpad, berarti kalian membaca karya bajakan
=============

Sebelum baca, budayakan klik votesnya yak, dear!
Terima kasih 😊
******

Pretty hurts, we shine the light on whatever's worst
Perfection is a disease of a nation, 
pretty hurts, pretty hurts
Pretty hurts, we shine the light on whatever's worst
We try to fix something
but you can't fix what you can't see
It's the soul that needs the surgery
~ Pretty Hurts - Beyonce ~
******

Leonard POV

Malam sebelumnya.

Seperti mimpi buruk yang menjadi nyata. Dengan langkah tergesa, aku, kedua orang tuaku beserta Melvin, adik laki-lakiku menyusuri selasar Rumah Sakit. Seharusnya bukan seperti ini, seharusnya aku dan keluargaku berkendara untuk  mendatangi rumah Winda. Bukan malah membanting stir kemudi lalu berlari ke ruang IGD dengan perasaan was was.

Pintu ruang IGD kubuka. Kumasuki ruangan dengan aroma khas alkohol itu terburu. Beberapa orang perawat yang bertugas serta dua orang dokter IGD yang melihat keadaanku menyapaku, hanya anggukan yang kuberikan kepada mereka.

Tatapanku menelisik ke seluruh sudut ruang dengan tirai-tirai berwarna biru muda yang menjadi penghalang di masing-masing brankar. Akhirnya tatapanku mengarah pada sosok gadis yang kukenal di salah satu ujung brankar pada tirai yang tidak tertutup sempurna. Itu Nia, adik dari Andrea istriku.

"Ibu kenapa, Nia?" Tanyaku tanpa basa-basi padanya yang terlihat terkejut melihat kehadiranku. Belum sempat Nia menjawab, segera ku beralih pada mantan Bapak mertuaku. Menghampirinya seraya bertanya, "Ibu kenapa, Pak?" Tanyaku gelisah. 

Pria berumur lebih dari setengah abad itu begitu setia menemani istrinya yang sedang terbaring di atas ranjang pemeriksaan. Wanita paruh baya yang sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri itu tergeletak tak berdaya. Terlihat begitu lemah dengan wajah meringis yang terlihat seperti menahan sakit.

"Dokter bilang, mungkin Ibu terkena serangan jantung," jawabnya. Kedua lututku lemas seketika. 

Ya Tuhan, bagaimana bisa?

"Memangnya Ibu kenapa bisa terkena serangan jantung? Bukannya terakhir kali Ibu terkena serangan jantung saat Andrea meninggal dunia tiga tahun lalu, Pak?" tanyaku lagi. Menuntut jawaban. Tapi, hanya gelengan yang kudapat dari Bapak.

"Ibu kaget karena mendengar rencana acara lamaran Kak Leon malam ini, Kak." Itu suara Nia. Wajahnya sendu, suaranya terdengar lirih.

"A.. apa maksudnya? Kenapa Ibu bisa sampai tahu acara lamaranku malam ini?" Kedua mataku menatap Nia penuh tanda tanya, lalu beralih kepada Melvin, Ayah dan juga Ibu tiriku yang juga berada di dalam ruang itu. 

"Maaf, Leon. Tapi ... tapi Ibu yang memberitahukan Jeung Nina." Akhirnya Maya, istri kedua ayahku yang notabene juga merupakan ibu tiriku membuka suara.

Kedua bahuku lunglai, seluruh tubuhku terasa lemas. Kuhembuskan nafasku lemah lalu mengusap wajahku frustasi. Ku tatap ibu mertuaku yang masih tak sadarkan diri. Aku tahu, ibu memang sakit. Karena itu aku mencoba menyembunyikan rencanaku untuk melamar Winda malam ini. Hanya saja, tak kukira akan seperti ini efeknya kala berita lamaranku terdengar di telinganya.

"Maafkan ibumu, Leon." Itu suara Ayah yang tak kuindahkan. Bahkan untuk menatapnya saja aku terlalu malas. "Ibumu hanya mencoba meminta ijin kepada ibu mertuamu agar tidak ada salah paham nanti. Ayah yang menyuruhnya, Nak." Ayah bersikukuh membela istrinya itu.

TOUCH! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang