Part 22 - Masa Lalu

81.4K 7.5K 530
                                    

============
Karya ini hanya  diterbitkan pada aplikasi Wattpad.
Jika kalian membaca karya saya pada aplikasi selain Wattpad, berarti kalian membaca karya bajakan
=============

Ciee, yang udah deg-degan nunggu notif update, wkwkwk...
Votes dulu yuk, cyiinn 🤗
****

I don't hate you
No, I couldn't if I wanted to
I just hate all the hurt
that you put me through
And that I blame my self
for letting you
Did you know I already knew?
~ Wrong Direction- Hailee Steinfeld ~
***

Winda POV

Kali ini Arya sudah duduk ditempat yang sebelumnya diduduki oleh Antamaya. Kedua matanya menatapku lekat. Kami bertatapan, lalu ... Arya tersenyum. Menatapku dengan sorot hangat yang dulu selalu ditujukannya hanya untukku. Sorot mata itu ... yang membuatku merindu.

Ku alihkan tatapanku kepada cangkir berwarna putih berisi teh dengan aroma Chamomile yang berada di atas meja dihadapanku. Meminum isinya untuk mengalihkan rasa gugup yang mendera.

"Apa kabar?" Suara rendah nan ringan miliknya terdengar ditelingaku. Mengalun dengan begitu merdu dan membuat sesuatu semakin berdegup di dalam hatiku.

"Baik." Jawabku singkat sembari tersenyum cepat. Ku kuatkan hatiku untuk menatapnya agar perbincangan ini cepat selesai.

"Kamu apa kabar? Wah, keren, yah! Sudah punya Law Firm sendiri." Pujiku. Sedikit berbasa-basi.

"Aku beruntung. Pak Antamaya itu dosenku saat di Melbourne." Seulas senyum kembali terukir diwajahnya. Lagi-lagi memperlihatkan bagaimana sosok Adam dihadapanku ini terlihat begitu memabukkan.

"Oh, begitu." Gumamku. Kuminum kembali teh Chamomile milikku tanpa melihat ke arahnya.

Oh my God! This is so awkward.

"Kamu makin cantik." Ucapnya.

"Hah?" Kagetku. Menatap tak percaya ke arahnya.

Cairan berwarna coklat yang sudah menyentuh bibirku, hampir saja kusemburkan ke arahnya. Untungnya saja tidak. Bayangkan jika cairan itu benar menyembur dari mulutku, bisa malu setengah mati aku hari ini.

"Santai saja donk, Win." Arya terkekeh. Dia mengambil sehelai tisu, tangannya begitu saja ingin mengelap sudut bibirku menggunakan tisu yang ada ditangannya. Namun dengan segera aku menghindar.

Melihat raut kecewa dari wajahnya, tanpa pikir panjang kuambil tisu dari tangannya yang masih terulur. Kugunakan untuk mengelap sudut bibirku yang basah.

"Terima kasih." Ucapku. Arya tersenyum membalasnya.

"Jadi, ada apa? Hal apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Tanyaku akhirnya.

"Kenapa? Kamu sibuk?" Dia malah bertanya balik. "Bukankah ini sudah pukul lima sore." Matanya melirik ke arah jam tangan yang melingkar ditangan kanannya. "Ini sudah jam pulang kantor 'kan?" Tanyanya lagi, memastikan. "Atau, ada seseorang yang menunggumu kembali ke rumah?"

"Maksudmu?"

"Suamimu, mungkin." Ada nada keraguan diucapannya. Sorot matanya menatapku semakin dalam.

"Aku belum menikah." Jawabku seraya menggeleng, dan selintas kulihat ada rasa lega yang begitu menguar pada senyum tipis yang ditampilkannya.

"Begitu pun denganku." Jawabnya.

"Masa?" Satu alisku naik menatapnya tak percaya.

"Kamu nggak percaya?"

"Enggak."

TOUCH! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang