Part 32 (2) - Demi Restu

61.7K 7.1K 270
                                    

Duuh, kalian tuh suka ngeluh duluan deh sebelum berjuang 🙄.
Aku mah baik, voments belum goals juga udah update lagi untuk kalian.
****

Kuyy, di klik votesnya. Kalau enggak, aku kutuk 😏
***

Winda POV

Ini, adalah tiga puluh menit terlama dalam hidupku. Untung saja walau sudah memasuki jam pulang kantor,  tapi jalanan Jakarta belum terlalu macet. Seperti orang kesetanan, ku kendarai mobil dengan kecepatan super menuju rumah kedua orang tuaku.

Ku ingat kembali pembicaraanku dengan Leonard tiga puluh menit sebelumnya. Saat diriku yang diliputi kesal menghubunginya melalui sambungan telepon karena ingin memakinya saat itu juga.

"Kamu dirumah orang tuaku?!" Pekikku tanpa basa-basi pada Leonard disambungan telepon sebelum mobil ku jalankan. Sebuah earphone bluetooth ku pasang di telinga kananku untuk dapat terus berkomunikasi dengannya selama aku menyetir.

"Iya," jawabnya pelan.

"Ngapain?!" Suaraku terdengar kesal dan melengking. Mobil mulai ku jalankan perlahan keluar dari area parkir.

"Maaf, Win," jawabnya. "Tapi, aku harus bergerak cepat. Aku ingin segera bertemu kedua orang tuamu dan meminta maaf," jelasnya.

"Iya, aku tahu!" Pekikku. "Kamu sudah bilang siang tadi saat kita makan bersama. Tapi kenapa secepat ini, Leon?"

"Aku harus cepat. Aku harus segera mendapatkan maaf dari kedua orang tuamu. Aku nggak mau lagi menunda pernikahan kita, Win," dia beralasan.

"Leon! Nggak semudah itu! Walau mereka memaafkanmu belum tentu mereka akan kembali memberikan restu kepadamu untuk menikahi aku. Kamu mikir, nggak sih?" Seruku kesal.

"Tentu saja aku mikir, Win." Balasnya cepat. "Kamu pikir untuk apa aku kesini jika bukan untuk meminta restu mereka kembali agar mau menikahkahkan anaknya denganku?"  Leonard tetap bersikukuh dan hal itu membuatku semakin emosi.

"Urrghh, kamu!" Kesalku. Sungguh, aku kehabisan kata-kata untuk menghadapi Leonard. "Ya sudah, tunggu aku! Aku sedang dalam perjalanan kesana," ucapku lalu mematikan sambungan telepon seketika.

Dan disinilah aku saat ini, berada di rumah kedua orang tuaku seraya menatap kesal kepada pria yang sedang duduk dengan tatapan harap-harap cemas menunggu kedatanganku.

"Kamu!" Desisku setelah berhadapan dengannya. Sedangkan dia hanya menyunggingkan senyum miringnya sedikit. Membuatku semakin kesal dan ingin memukulnya saat itu juga.

"Sudah datang, Win?" Sapa ibuku yang tiba-tiba saja sudah berada di ambang pintu ruang tamu.

"Iya, Mah," jawabku. "Assallamualaikum," ucapku seraya menunduk lalu mencium tangan ibuku.

"Ya sudah, ayo masuk. Ajak Leonard juga ke dalam." Perintah Mama. Matanya melihat Leonard sekilas lalu berbalik dan masuk ke dalam rumah.

"Baik, Ma." Jawabku. Aku masuk ke ruang tamu, diikuti Leonard dibelakangku.

"Kamu kenapa kesini sih?" Gerutuku dengan suara berbisik kala kami berdua sudah berada di ruang tamu. "Kalau nanti Papa tambah marah gimana? Kamu tuh bisa sabar sebentar nggak sih?!" Kedua mataku memicing, menatapnya begitu kesal.

"I'm sorry, Winda. But, I can't." Balasnya. "Like I said, aku harus gerak cepat jika tidak mau ada pria lain yang akan mengambilmu dariku," ucapnya serius.

Aku diam, hanya mampu berdecak kesal. Berurusan dengan Leonard yang kepala batu memang tak akan menang. Selalu saja dia mempunyai jawaban dan alasan dari setiap hal yang ia lakukan. Bahkan hal tergila sekalipun. Seperti sekarang. Saat dia dengan begitu berani datang sendiri menghadapi kedua orang tuaku.

TOUCH! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang