Part 28 - Tekad (1)

72.2K 7.4K 448
                                    

=========
Cerita ini hanya terbit pada Aplikasi Wattpad. Jika kalian membaca karya saya yang berjudul Touch ini pada aplikasi lain. Berarti kalian membaca karya bajakan.
=========

Where did you come from, baby?
And were you sent to save me?
There's God in every move
And you're the living proof
The way your hands can shake me
Soft to the touch like baby
There's God in every move
And you're the living proof
~ Camila Cabello - Living Proof ~
****

Aku baru sadar, pembacaku lebih banyak dari luar Jabodetabek. Kayaknya kalau ketemuan, aku harus roadshow, hehehe
****


Leonard POV

"Jadi begitu?" Tanya Winda. Tepat, setelah aku selesai menceritakan semua alasan dibalik batalnya lamaran kami sebelumnya.

Aku mengangguk.

"Jadi pernikahanmu dengan Andrea itu karena kamu dijodohkan, dan kamu mau?" Tanyanya lagi.

Aku mengangguk.

"Lalu ..., kemarin, lagi-lagi kamu bersedia untuk dijodohkan lagi? Kali ini dengan adiknya?" Kali ini suaranya terdengar menyindir.

"A.. aku, saat itu aku kalut, Winda." Jawabku. Kejadian itu terlihat seperti saat ibuku mau meregang nyawa dulu. Aku panik, Win." Jelasku.

"Saat itu, yang ada dipikiranku hanya agar penyakit jantung ibu tidak semakin memburuk. Aku takut jika aku menolak, ibu malah akan collapse." Kutatap wanita dihadapanku ini dengan begitu frustasi.

"Please, percaya kepadaku, Win." Ku tatap kedua matanya lekat. "I love you." Ucapku sungguh-sungguh. "I really really love you, Win." Ucapku lagi.

"Tapi ..," Winda bersuara pelan. "Rasa cintamu kepadaku tidak sebanding dengan rasa sayangmu kepada ibu mertuamu itu, Leon." Lirihnya.

"Bukan. Bukan seperti itu, Win." Sahutku cepat seraya menggelengkan kepalaku. Kucondongkan tubuhku ke arahnya sementara Winda menatapku nanar.

"Please, beri aku satu kali kesempatan lagi, Win." Pintaku sungguh-sungguh.

Winda menghela nafasnya berat. Menatapku dengan tatapan yang tak dapat ku mengerti. Jantungku berdetak cepat. Sial, aku sungguh nervous saat ini.

Semoga saja, semoga saja masih ada satu kali kesempatan yang diberikan Winda untukku.

Jika, iya. Aku berjanji tidak akan menyia-nyiakannya. Bagaimana pun, Winda Safira, harus menjadi istri dari Leonard Suryo Utomo.

"Kalau ..," Winda menatapku gamang. "Kalau aku memberimu satu kali kesempatan, apakah hatiku akan kamu hancurkan lagi, Leon?" Tanyanya lirih. Kulihat, kedua matanya mulai berkaca-kaca.

"Of course not, Win." Seruku cepat. Kepalaku menggeleng. Aku bangkit dari dudukku kala melihat tatapan ragu yang masih terpanjar di netra kelabu miliknya. Hatiku berdebar keras. Ah, Tuhan ... aku takut.

Bunyi derit bangku yang ku geser menjadi tanda pergerakanku selanjutnya. Kuhampiri Winda. Kedua mata kami saling terpaut. Memandang dengan penuh harap.

Tanpa pikir panjang kuraih lengannya yang ditaruhnya  dipangkuannya. Jemari itu ku genggam erat. Lalu tanpa pikir panjang, aku pun berlulut di sisinya. Menatapnya dengan sepenuh hatiku.

"Winda Safira, tolong percaya aku. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu kali ini. Kamu cintaku. Wanita yang kuinginkan menjadi istriku. Please, Win .., please beri aku satu kali lagi kesempatan." Pintaku.

****

"Dari mana saja kamu, Leon?" Tanya ayahku saat baru saja aku memasuki rumahnya. Ya, rumahnya.

Karena Naysha yang masih berada di sini, maka mau tak mau aku harus menjejakkan kedua kakiku terlebih dulu disini untuk menjemputnya.

"Rumah Sakit." Jawabku pendek. Kubungkukkan tubuhku sedikit untuk mencium tangannya.

"Jangan bohong kamu." Balasnya. Membuatku yang tadinya ingin melangkah seketika berhenti.

Kutatap sosok pria paruh baya itu dengan kedua alis terpaut. Bingung.

"Nia tadi menghubungi ayah, katanya nomor telepon kamu nggak dapat dihubungi. Kamu juga nggak kelihatan di Rumah Sakit dari kemarin, padahal.. ibu mertuamu ingin kamu kunjungi, Leon." Ucapnya.

"Suster rumah sakit mengatakan jam praktik kamu sudah selesai dari sore dan kamu sudah meninggalkan rumah sakit. Tapi ... kenapa kamu baru datang sekarang?" Selidiknya.

"Aku memang ada dirumah sakit kemarin, Yah." Jawabku setelah mengatur nafasku untuk menenangkan diri.

Heck! Aku sudah dewasa. Sudah berumur tiga puluh tahun, tapi masih saja diperlakukan dan diinterogasi seperti ini.

"Lalu, kemana kamu semalaman? Kenapa nggak langsung pulang? Atau, setidaknya temui dulu mertua dan calon istrimu sebelum kamu meninggalkan rumah sakit." Cecarnya.

"Well, Dad ... aku juga mempunyai urusanku sendiri. Tidak semua urusanku harus kuberitahukan, bukan?" Tantangku.

"Lagipula, aku memang menemui calon istriku kemarin malam, tapi bukan Nia." Ucapku lagi yang langsung membuat kedua mata ayah terbelalak.

"Kamu gila, hah?! Jangan ngaco kamu! Calon istri kamu itu Nia." Hardiknya. "Kamu mau penyakit ibu mertuamu itu kumat dan semakin parah, hah?!" Serunya berapi-api.

"Calon istriku, Winda. Bukan Nia, Yah." Jawabku tetap tenang. Berusaha tenang.

"Nia," kuhela nafas cepat. "Aku rasa dia juga nggak akan bahagia menikahi pria yang nggak mencintainya. Hari ini aku akan kerumah sakit lagi, aku akan bicarakan ini dengan Nia dan Ibu."

"Bicarakan apa?" Itu suara penyihir laknat itu. Ibu tiriku. Kualihkan tatapanku ke arah dimana suara itu berasal, dan di ujung tangga ruang tengah. Wanita itu sudah berdiri dengan Naysha digendongannya.

Shit! Kenapa Naysha harus berada dalam gendongannya.

"Apa yang kamu mau bicarakan dengan ibu mertuamu, Leon?" Tanyanya penuh selidik.

"Tika dimana, Bu?" Bukannya menjawab, aku malah bertanya mengenai keberadaan Tika, pengasuh dari Naysha. Aku ingin anakku segera diambil dari ibu tiriku ini.

"Tika ada di kamar, sedang membereskan barang-barang Naysha. " jawabnya.

Aku mengangguk.

"Memangnya kamu mau ajak Naysha kemana?" Tanya ayahku.

"Pulang ke rumahku." Jawabku lalu mengambil Naysha dari gendongan ibu.

Naysha tergelak penuh tawa menyambutku.

"Daddy, home." Ucapnya riang sambil menepuk-nepuk kedua pipiku.

Aku tersenyum, melihat wajah polos menggemaskan milik malaikat keci ini membuat hatiku yang sudah begitu panas, seketika terasa menghangat kembali, karena perlakuannya yang begitu murni.

"Kamu belum menjawab pertanyaan ibu, Leon." Si wanita penyihir itu belum lupa ternyata. "Apa yang kamu mau bicarakan dengan Ibu mertuamu dan juga Nia"

"Membatalkan pernikahanku dengan Nia." Jawabku akhirnya.

BERSAMBUNG

*****

20 Juli 2020

Tangan kiriku sedang kurang sehat. Kayak terkilir gitu 😞.

Sorry, ku update segini dulu. Kalau tanganku sudah mendingan dan ku nggal sibuk today, nanti ku update lagi.

Vote dan komen jangan lupa ya, gaes.

Love ya,
Adellelia

=========
Cerita ini hanya terbit pada Aplikasi Wattpad. Jika kalian membaca karya saya yang berjudul Touch ini pada aplikasi lain. Berarti kalian membaca karya bajakan.
=========

TOUCH! (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang