POV. Asyifa Part 03

674 45 2
                                    

Namaku Asyifa Mardhatillah, umurku baru menginjak 17 tahun. Awal masuk sekolah kelas 2 SMA di kota Malang, aku pindah sekolah ke Jakarta karena mengikuti ayahku.

Sebenarnya kami tidak ingin pindah. Namun, bos ayahku memindahkan ayah bekerja di kantornya yang ada di Jakarta, mengingat kami tidak punya saudara serta nenek dan kakek dari kedua orang tua ayah dan Ibu sudah meninggal.

Karena itulah, Ibu dan ayah sepakat untuk pindah ke Jakarta dan menetap di sana.

Sebenarnya aku tidak ingin pindah karena di sini tempat di mana aku lahir dan dibesarkan, tempat di mana aku mendapat sahabat yang baik yang selalu mendukungku dalam hal apapun itu, tetapi bagaimana lagi?

Aku tidak bisa menolak keputusan ayah dan Ibu dan akhirnya aku pun menyetujui perpindahan sekolahku dan tinggal di Jakarta.

Aku memang bukan dari keluarga yang alim dan taat akan ajaran agama. Aku hanya berasal dari keluarga yang sederhana dibesarkan di lingkung yang memang banyak mayoritas Islam, walaupun orang tuaku tidak pernah menyuruhku untuk sekolah pesantren, tetapi mereka tetap mengajarankan tentang agama yang kami anut yaitu Agama Islam.

Sejak kecil orang tuaku mengajari akan kewajiban sebagai seorang muslim, dari cara sholat lima waktu, mengaji, puasa, dan menggunakan hijab. Bukan hanya itu saja yang di ajarkan orang tuaku mereka juga mengajariku tentang arti cinta? Yaa sejak aku mulai sekolah SMP ayah dan Ibuku selalu mengingatkanku untuk tidak berpacaran. Mereka selalu mengatakan padaku.

"Cinta yang tulus adalah ketika engkau mencintai seseorang yang membuatmu menjadi lebih baik dan dekat dengan Allah. Dia yang mencintaimu tidak akan pernah mengajakmu berbagi dosa dengan jalan yang jelas-jelas haram yaitu pacaran." Itulah nasehat yang selaluku ingat dari ayah dan Ibu (bahwa sesungguhnya cinta itu mendekatkan kita ke surganya Allah bukan ke nerakanya Allah.)

Apabila engkau mencintai seseorang tapi dalam bentuk pacaran, sungguh itu bukan cinta yang ada di dalam hatimu, melainkan itu hanyalah hasrat dan nafsumu yang telah salah engkau artinya dengan menyebutkannya cinta.

***

Hari pertama aku masuk sekolah, aku merasa sangat gembira memandang sekolah yang bertingkat dan lingkungan yang luas hingga tanpa sadar aku bertabrakan dengan seorang lelaki.

Entah mengapa tanganku tidak sengaja terpegang olehnya hingga membuat desiran aneh yang muncul dalam hatiku, sedangkan netra mata ini tanpa sadar menatap mata elang yang tajam.

Wajahnya yang mulus dan terlihat begitu manawan membuat mata ini tidak ingin berkedip walau hanya sedetik, kulitnya yang berwarna kuning langsat sangat cocok dengan tubuhnya yang gagah, dan gaya rambut yang menurutku agak keren menunjukkan pesona ketampanannya.

Tersadar dari tatapan itu aku cepat-cepat menghentikan pandangan kami dan mengucapkan istighfar. Aku kaget ketika dia juga menundukan pandangan dan serentak denganku mengucapkan istighfar. Sungguh aku tak percaya rasanya di zaman ini masih ada laki-laki yang juga menundukkan pandangan terhadap yang bukan mahromnya.

Aku berpikir laki-laki yang seperti ini hanya ada di pesantren dan itu belum tentu semua penghuni pesantren karena hanya ada beberapa orang yang niatnya masuk pesantren dan ingin belajar dan ada juga beberapa orang yang masuk pesantren karena terpaksa entah itu dari orang tuanya atau hal lainnya.

Sungguh aku sangat kagum dengan laki-laki yang ada di hadapanku ini yang begitu sopan santun dan agamanya sangat jelas ada dari cara dia menundukkan pandangannya.

Hanya beberapa saat aku berdiri dengannya aku tersadar bahwa aku terlambat datang ke kelas padahal ini hari pertamaku masuk sekolah baru, tanpa pikir lagi aku hanya mengucapkan terima kasih lalu pergi meninggalkannya tanpa menunggu jawaban darinya.

Di dalam kelas aku duduk dengan Aira, perempuan pertama yang menjadi temanku dia sangat baik dan ramah, tidak perlu waktu lama mengenalnya aku sudah akrab dengannya.

Dia mengajakku ke kantin, setalah berada di kantin dia memesan makan untukku dan untuknya. Namun, saat Aira pergi sempat terjadi kegaduhan di kantin, segerombolan laki-laki yang tidak aku kenal menghampiri dan mengundang emosi membuat keributan perang mulut antara mereka dan Aira.

Salah satu di antara mereka yang ingin menampar Aira yang bernama Niko itu terhenti ketika sesosok lelaki datang menahan tangannya.

Aku masih menundukkan pandangan sampai segerombolan laki-laki tadi pergi dan langkah kakinya tidak terdengar lagi.

Hatiku begitu tersentuh mendengar ucapan laki-laki yang menolong aku dan Aira dari sifat kasar orang tadi. Aku mendongakkan kepala ingin melihat lelaki yang membantu kami.

Betapa terkejutnya aku melihat laki-laki yang menolong kami. Ya, siapa lagi kalo bukan laki-laki yang tadi pagi bertabrakan denganku.

Aku memperkenalkan namaku padanya dan begitu pun sebaliknya hingga aku melihat bibirnya terangkat ke atas karena sebuah senyuman yang ditunjukkannya begitu manis di pandang mata hingga menyebabkan netra mata ini menatap mata elangnya yang tajam.

Saat netra mata kami bertemu lagi, jujur jantungku berdebar sangat kencang dari biasanya, entah apa ini? Apa mungkin aku punya penyakit jantung atau apalah aku tidak mengerti.

Aira membuka pembicaraan hingga membuat diri ini tersadar dari pandangan mata elang itu. Kami berbincang sebentar hingga dia memilih pergi. Sedangkan aku masih menatap kepergiannya denga desiran yang ada dalam dada.

Aira ternyata memperhatikanku sampai-sampai dia yang melihat sikapku terus menggodaku.

Huh ... sungguh malu rasanya pada Aira hingga rona pipiku berubah merah dan aku hanya bisa menunduk menyembunyikannya serta mengalihkan pembicaraan dan ternyata itu berhasil.

Bersambung ....

Rahasia_Takdir (END)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang