Part XXXIII

27 4 0
                                    

Jong Dae terburu-buru mencari sosok Min Seok di tengah hingar-bingar klub malam sesuai alamat yang diberikan Min Seok di telepon. Suara sahabatnya ini benar-benar mengkhawatirkan. Keputusasaan terdengar jelas dalam racaunya.

Dahi Jong Dae berkedut melihat beberapa botol alkohol menghiasi meja yang ditempati Min Seok. Ia mengangkat kepala sahabatnya yang sudah tertunduk.

"Yaa! Apa kau gila? Ke-" kalimatnya terputus. Jong Dae mengurungkan niat awalnya yang ingin memaki Min Seok. Ia terkejut mendapati sahabatnya yang tengah menangis. Apa orang ini sudah mabuk?

"Apa yang terjadi?" tanyanya penuh selidik, harap-harap namja di depannya belum mabuk.

Min Seok mengabaikan pertanyaan Jong Dae. Ia bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah kasir membayar minuman. Namja itu pergi keluar meninggalkan Jong Dae yang berdiri di belakang penuh tanda tanya.

Sedikit kesal, Jong Dae mengikuti Min Seok keluar dari tempat berisik itu. Namja itu belum mabuk! Cara berjalannya masih seperti orang yang tidak dalam pengaruh alkohol. Ia melihat Min Seok tengah duduk di bangku tak jauh dari sana.

 Ia melihat Min Seok tengah duduk di bangku tak jauh dari sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jong Dae duduk tepat di sebelahnya. Ia rasa sahabatnya benar-benar mabuk sekarang. Kepalanya tertunduk lagi. Tak lama kemudian Min Seok mengangkat kepalanya menatap langit yang hitam pekat. Sinar bintang pun kalah akan gelapnya malam.

"Ada apa?" tanya Jong Dae perlahan. Ia menemukan ada sesuatu yang salah di sana.

"Apa kesalahanku tak bisa diperbaiki lagi? Seburuk apa diriku ini hingga Tuhan menghukumku seperti ini?"

Jong Dae mengerutkan dahinya. Sekarang ia menjadi sangat bingung. Ia tak mengerti arah tujuan dari semua perkataan Min Seok. Namja di sebelahnya terus saja meracau.

"Aku sudah menemukannya kembali. Ku pikir akan mudah memperbaikinya lagi tapi untuk sekedar minta maaf saja, aku bahkan tidak bisa. Betapa bodohnya diri ini!" lanjut Min Seok kembali merutuki dirinya sendiri.

"Kau sudah mabuk! Kajja! Aku akan mengantarmu pulang."

"Aku tidak mabuk, Jong Dae-ya. Percayalah." Min Seok mengalihkan pandangannya ke arah Jong Dae, menunjukkan dirinya memang tidak mabuk.

"Kim Ha Na," Min Seok diam sejenak. Paru-parunya butuh oksigen baru. "Aku baru saja bertemu kembali dengannya tadi sore. Selama ini ku pikir sudah bisa terbiasa tanpanya. Tapi melihat yeoja itu kembali.. ternyata aku sangat merindukannya."

Jong Dae menatap lekat-lekat namja di sebelahnya. Kim Ha Na? Apa telinganya tidak salah dengar? Min Seok menyebut nama yeoja itu. Sebuah kebetulan yang sangat menarik. Apa ini termasuk skenario Tuhan untuk Min Seok agar segera mengungkapkan kebenarannya?Sudah terlalu lama kebenaran ini disimpannya sendiri.

Namja malang dan bodoh. Itulah penilaian Jong Dae untuk sahabatnya ini. Tak ada kata lagi yang tepat untuknya. Kenaifan Min Seok yang membuatnya sudah menemukan yeoja yang menjadi poros kehidupannya harus merasakan kehilangan kembali yeoja itu di saat bersamaan. Miris bukan? Tentu saja!

Cinta Pandangan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang