Part XXXV

24 4 0
                                    

Setelah perut cukup terisi, keduanya bergerak menuju Seoul. Mereka pergi ke Namsan tower menikmati pergantian waktu. Sinar matahari yang tampak keemasan dari ufuk barat membuat semua yang terpapar sinar mentari terlihat sangat indah, sayang untuk dilewatkan termasuk melihat pemandangan dari atas kereta gantung yang berada di Namsan tower.

"Oppa, apa kau tak bekerja hari ini?"

"Wae?" tanya Min Seok memalingkan wajahnya menghadap Ha Na.

"Seharian ini kau bersamaku, menemaniku berkeliling. Bagaimana dengan pekerjaanmu?"

Min Seok menggaruk tengkuk kepalanya. Namja itu lupa ada beberapa pekerjaan yang harus segera diselesaikan tapi seharian ini kerjanya hanya menemani Ha Na sampai lupa waktu.

"Aku sedang senggang. Pekerjaanku sudah selesai," bohong Min Seok. Dan sebagai gantinya, ia akan bekerja lembur malam ini menyelesaikan semua pekerajaan yang tertunda karena ulahnya.

"Kau sendiri?"

Ha Na tersenyum. Ia mengangkat kameranya. "Aku ini pengangguran hahaha. Kerjaku hanya berkeliling. Memotret ini itu untuk ku pajang di galeri."

Min Seok tersenyum simpul. Setelah kelulusannya, namja itu tak pernah tahu lagi apa yang terjadi dengan orang-orang di sekitarnya. Ia menarik diri sebagai bentuk hukuman untuk dirinya yang bodoh.

"Ayo aku antar pulang," ujar Min Seok setelah menatap arlojinya. Ia harus cepat kembali ke kantor menyelesaikan pekerjaannya yang ditinggal. "Dan tanpa penolakan," tegasnya sebelum Ha Na kembali menolak.

"Tapi oppa akan dalam masalah jika Jong In-ah melihatmu."

"Gwenchana." Min Seok menggenggam tangan Ha Na berusaha menyakinkan, "Aku hanya ingin berusaha mendapatkan milikku kembali."

Ha Na terdiam. Ia tertegun mendengar kalimat yang baru saja diucapkan oleh Min Seok. Apa ini nyata? Ia tidak salah dengar, bukan? Lalu bagaimana dengan hatinya? Tentu saja tidak baik! Hatinya melonjak kegirangan sampai rasanya ingin keluar.

Dibalik hatinya yang melonjak kegirangan, ada satu sisi yang diselimuti ketakutan. Ya.. ketakutan akan Kim Jong In, adik laki-lakinya. Masih segar dalam ingatannya bagaimana Jong In menghajar habis-habisan namja yang sedang bersamanya ini. Saat itu Min Seok hanya diam tanpa perlawanan sedikit pun seakan menerima setiap pukulan demi pukulan yang dilayangkan Jong In.

Min Seok sungguh keras kepala. Namja itu benar-benar nekat mengantar Ha Na pulang. Sepanjang perjalanan tak ada henti-hentinya ia merapalkan berbagai macam doa agar tidak berpapasan dengan Jong In setibanya di rumah.

"Gumawo oppa," ujar Ha Na keluar dari dalam mobil Min Seok setelah namja berkulit putih salju itu membukakan pintu mobilnya.

Min Seok tersenyum. Ha Na cemas. Matanya mencoba mengawasi sekitar, berjaga-jaga jika Jong In datang tiba-tiba.

Ha Na dapat bernafas lega setelah mobil yang dikendarai Min Seok telah meninggalkan pekarangan depan rumahnya. Baru beberapa ia melangkah, hatinya dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba datang merangkulnya.

Ha Na mengerutkan dahinya. Ia hampir bertanya meminta penjelasan sebelum sosok yang sempat dikhawatirkan tadi muncul dari balik pintu sambil berkacak pinggang.

"Yaa! Oh Sehun! Beraninya kau!" tunjuk Jong In menatap Sehun tak suka.

Sehun menjulurkan lidahnya. Namja tinggi itu sangat senang mempermainkan mood Jong In.

"Noona, tolong jelaskan!"

"Ne?" Ha Na bingung. Ia tak tahu harus memulai dari mana. Sejak Min Seok nekat mengantarnya pulang, hati Ha Na belum sepenuhnya tenang. Ditambah ia harus dikejutkan dua kali oleh kedua namja yang sama manjanya ini.

Cinta Pandangan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang