Part XXVI

20 2 0
                                    

Min Seok duduk termenung di bawah bangku yang dihiasi lampu taman di sekitarnya. Beberapa bekas pukulan yang sempat ia terima dari Jong In beberapa hari yang lalu, terkadang berdenyut nyeri di area wajahnya.

Rasa semangatnya menghilang, menguap dari dalam tubuhnya. Dengan gerakan malas, ia merogoh ponselnya yang terus menerus bergetar minta di angkat. Nama Jong Dae muncul di layar ponselnya.

Baru saja Min Seok membuka mulut ingin menyapa sahabatnya itu tapi ocehan Jong Dae di seberang sana sudah mendahuluinya. Lagi-lagi Jong Dae membahas Ha Na. Ia hanya menghela nafas ketika mendengarnya.

Bagaikan vas yang sudah pecah, pecahan tersebut takkan bisa diperbaiki lagi menjadi sebuah vas yang indah sama seperti sebelumnya. Sama halnya dengan yang dialami Min Seok saat ini. Ia sadar sudah salah mengambil langkah. Akankah sebuah kebenaran dapat membawa kembali yeoja yang sudah terlanjur ia sakiti? Akankah yeoja itu masih mau menerimanya?

Min Seok dengan segala pemikiran bodohnya itu, sukses membuat dirinya terlihat begitu bodoh di hadapan beberapa pasang mata. Itu sebabnya, ia menerima semua pukulan demi pukulan yang dilayangkan adik laki-laki Ha Na tanpa perlawanan sedikit pun.

Melihat Ha Na pingsan kala itu membuat hati Min Seok hancur berkeping-keping. Tak peduli rasa sakit yang diterimanya, Min Seok lari berhamburan menuju Ha Na. Beberapa kali tubuh mungil itu ia guncang-guncangkan, tetap tak membuat yeoja itu membuka kedua matanya. Hati Min Seok menjerit. Ha Na seperti ini, apa ada kaitannya dengan hubungan mereka yang sudah berakhir?

Min Seok mengacak-acak rambutnya. Bukan hanya Ha Na yang kacau tapi dirinya juga tak kalah kacau dari yeoja itu.

Ada sebuah pesan dari Jong Dae yang masuk tak lama setelah panggilannya diputus oleh sebelah pihak. Min Seok tertegun menatap layar ponselnya. Ia membacanya perlahan bahkan sampai berulang-ulang. Raut wajahnya berubah datar. Pesan yang dikirim oleh Jong Dae merupakan sebuah alamat rumah sakit, tempat di mana Ha Na dirawat lengkap dengan nomor ruang rawat inapnya.

Haruskah ia menemuinya? Bagaimana jika adik laki-lakinya mengamuk lagi melihatnya datang menjenguk sang kakak? Min Seok mengusap wajahnya kasar. Pertanyaan demi pertanyaan menyerang otaknya tanpa ada satu pun jawaban yang ia dapat.

Min Seok beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan gontai dan membiarkan kakinya melangkah pergi ke mana pun yang diinginkan. Ia terus berjalan tanpa arah, tanpa tujuan. Langkahnya terhenti. Ia terpaku menatap bangunan besar di depannya.

Kini, Min Seok berdiri tepat di depan rumah sakit di mana Ha Na dirawat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kini, Min Seok berdiri tepat di depan rumah sakit di mana Ha Na dirawat. Keraguan menyelimuti hatinya. Namun untuk saat ini, gerakan tubuh dan hatinya tidak berjalan beriringan. Kakinya terus melangkah masuk menyeret tubuhnya.

Min Seok berdiri di depan nurse station menanyakan letak ruangan Ha Na dirawat kepada perawat yang berada di sana. Beberapa kali ia terlihat menganggukkan kepalanya dan mengingat-ingat semua petunjuk arah yang diberikan sang perawat.

Cinta Pandangan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang