Dahi Min Seok mengerut setibanya di Benteng Hwasong, tempat yang Ha Na ucapkan tadi di telepon. Untuk apa yeoja itu ada di tempat bersejarah di siang yang terik ini?
"Eodie?" tanya Min Seok berteduh di bawah rerimbunan pohon besar. Angin sepoi-sepoi berhembus menimbulkan efek sejuk di tubuhnya.
Min Seok menunggu di bawah pohon dengan nyaman. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, meneliti satu per satu tiap sudut benteng yang merupakan sisa-sisa sejarah peninggalan dari Dinasti Joseon.
Ketika pandangannya sibuk menjelajah, matanya menangkap sesuatu di ujung sana. Seorang yeoja mungil tengah berlari-lari kecil datang menghampirinya. Tingkahnya tak berubah sedikit pun walau tujuh tahun telah berlalu. Ha Na tetaplah yeoja yang menggemaskan di matanya.
"Yaa! Jangan berlari-lari!" omel Min Seok ketika Ha Na sudah berdiri tepat di depannya.
Ha Na terkekeh. Yeoja mungil itu duduk di sebelah Min Seok. Senyum indah itu masih sama.
"Kau bukan anak kecil lagi tapi kenapa tingkahmu seperti anak kecil eoh?" sembur Min Seok sambil mengacak-acak rambut Ha Na gemas.
"Geumanhae.." tangan Ha Na dengan sigap menghentikan perbuatan Min Seok. "Rambutku akan berantakan, oppa," gerutunya sambil mengerucutkan bibir.
"Ahh.. kyeopta.." kata Min Seok yang benar-benar gemas dengan yeoja di sebelahnya sampai-sampai ia harus menarik pipi Ha Na karena gemasnya.
"Oppaaa..."
Min Seok hilang kendali. Ia menarik tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Ia memeluk Ha Na erat. Urat malunya sudah putus. Ia tak peduli lagi! Tak peduli dengan tatapan orang di sekitarnya yang melihat mereka berpelukan di tempat umum.
Min Seok sudah menemukan apa yang hilang dan kosong dalam hidupnya selama bertahun-tahun. Ya.. yeoja yang berada dalam pelukannya saat inilah jawaban atas semua pertanyaan yang menyerbunya setiap saat tanpa lelah.
Penyesalan demi penyesalan mulai menyerang hatinya. Cairan bening sudah menumpuk di pelupuk matanya siap meluncur turun.
"Mianhaeyo. Jeongmal mianhae, Ha Na-ya," bisiknya tepat di telinga Ha Na.
Ha Na melepaskan pelukan Min Seok. Yeoja itu merasakan tubuh Min Seok bergetar hebat. "Oppa wae?"
Kepala Min Seok tertunduk dalam. Ia sudah kehilangan muka untuk sekedar menatap Ha Na, yeoja yang pernah ia sakiti karena kesalahannya dalam mengambil langkah. Niat hati untuk melindungi malah berakhir bencana.
"Oppa.. look at me!" Ha Na menangkup wajah Min Seok. Ia tertegun melihat wajah tampan Min Seok berantakan karena air mata yang terus mengalir. "Masa lalu biarkan berlalu. Mari buka lembaran baru. Kita bisa berteman seperti sebelumnya."
Berteman? Apa Ha Na tadi bilang 'berteman'? Seketika hati Min Seok bergemuruh hebat. Ia tak bisa menerima kata 'berteman' tadi keluar dari mulut Ha Na. Apa sudah tidak ada kesempatan lagi untuknya? Min Seok akan menyerahkan seluruh hidupnya agar Ha Na tetap berada disisinya lagi. Jika harus berlutut dihadapan Jong In sekalipun atau dipukul berkali-kali, Min Seok akan menerimanya asal Ha Na tetap bersamanya.
Min Seok telah kehilangan poros hidupnya selama bertahun-tahun. Bahkan Jong Dae dan Baek Hyun berkata dirinya jauh lebih menyeramkan saat Ha Na tak lagi di sampingnya. Berbeda halnya sewaktu Yeon Hee meninggalkan ia.
Sudah banyak waktu yang ia gunakan demi menghukum dirinya sendiri. Apa waktu tersebut masih kurang setelah ia menemukan Ha Na?
"Jadi makan siang?" tanya Ha Na melihat jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya. "Oppa datang jauh-jauh menemuiku di sini apa hanya untuk menatapku?"
'Kau benar, Ha Na-ya. Aku datang ke sini hanya untuk menemuimu. Hanya untuk menikmati wajah yang selalu aku rindukan setiap harinya,' batin Min Seok menanggapi gurauan Ha Na.
"Kajja! Aku lapar sekarang. Oppa akan mentraktirku, 'kan? A-ssa!" celoteh Ha Na sesuka hati. Yeoja itu.. hanya saja sekarang lebih ekspresif.
Min Seok tersenyum. Apa pun akan ia lakukan untuk menebus rasa bersalahnya di masa lalu. Apa pun agar senyum indah tersebut tak lagi memudar karena ulahnya. Ia akan terus berusaha mendapatkan hatinya kembali.
"Aku tahu tempat makan yang enak sekitar sini," lanjut Ha Na riang.
Min Seok membiarkan semuanya mengalir seperti air. Celoteh riang Ha Na dan gurauannya, ia biarkan begitu saja tanpa sedikit pun mencela atau menimpali. Semuanya seakan menjadi obat rindu untuknya.
¤¤¤¤¤
Sehun baru saja keluar dari salah satu rumah makan di daerah Ansan. Ia pergi bersama dengan teman-teman satu jurusan kuliahnya. Ada yang menarik perhatiannya saat ia menuruni jalan. Sehun mencoba mengabaikannya tapi siluet tadi benar-benar mengganggu pikirannya.
"Yaa! Kenapa berhenti?" tanya salah satu temannya. "Apa ada yang tertinggal?"
Sehun memalingkan wajahnya, "Pergilah. Aku akan menyusul."
"Apa ada masalah?"
"Ani. Hanya ingin memastikan sebentar," jelas Sehun memutar arah langkah kakinya.
Sehun kembali menaiki jalanan yang sedikit menanjak tersebut. Ia harus melewati beberapa toko atau tempat makan menuju tujuannya. Ia hanya ingin memastikan sesuatu yang baru saja dilihatnya tadi.
Berjarak lima toko dari tempat ia memutar langkah tadi, Sehun berdiri mematung tepat di luar tempat tujuannya. Ia menatap sepasang insan yang tengah menyantap makanan dengan riang.
'Tidak mungkin! Cih! Kenapa namja itu hadir lagi?' batin Sehun tak senang.
Kekesalanya harus teralihkan sejenak. Salah satu dari temannya menghubungi. Ia lupa jika mereka sudah menunggunya di bawah. "Yeoboseyo? Kalian duluan saja. Gwenchana. Aku ada urusan sedikit. Gwenchana gwenchana. Ne.." jawab Sehun.
Kekesalan Sehun kembali mencuat le permukaan. Selama enam tahun terakhir, ia yang selalu ada dan hadir di samping yeoja mungil itu. Ia juga yang selalu berusaha untuk membuatnya tersenyum di kala sedih. Dan sekarang setelah melihat semuanya, hati Sehun memberontak tak terima. Apa sudah saatnya ia harus berjuang? Atau kembali diam?
Sehun tetap berdiri di sana tanpa bergerak sedikit pun. Ia tak pernah menyangka akan menjadi seperti ini lagi setelah bertahun-tahun tidak melakukannya.
Jari Sehun kembali bergerak sangat lincah di atas layar ponsel lalu menempelkan ke telinganya.
"Noona eodisoyo?" tanya Sehun masih menatap dari luar. Matanya terus bergerak mengawasi.
"Ansan. Wae?"
"Hunting?"
"Eum.. tadi di Gyeonggi. Sekarang noona sedang makan."
"Sendiri? Mau aku jemput ke sana?" tanya Sehun berusaha meredam sikapnya.
"Aniyo. Gwenchana. Noona sedang bersama teman."
Segaris senyum melengkung ke atas menghias wajah dingin itu. Ada kesenangan sendiri ketika melihat ekspresi rivalnya yang mendadak sendu setelah Ha Na mengucap kata 'teman'.
"Noona pulang jam berapa?"
"Wae?"
"Aku ingin ke rumah. Tapi Jong In-ah sulit dihubungi," bohong Sehun.
"Jinjja? Noona tak pasti. Mungkin malam."
"Ahh.. arraseoyo. Ku tutup ya."
Sehun masih bertahan berdiri di sana. Matanya tak ada henti-henti mengawasi tiap gerakan Ha Na.
'Takkan ku biarkan Ha Na noona dalam masalah karenamu, hyung. Takkan pernah!'
♡ ♡ ♡ ♡ ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pandangan Pertama
FanficMin Seok, namja yang memiliki kulit putih bak salju yang cukup populer di sekolahnya, ia tidak percaya jika cinta bisa datang saat pandangan pertama. Baginya, cinta itu tumbuh di antara dua orang yang saling mengenal satu sama lainnya. Akan tetapi...