Tujuh belas

257K 17.1K 170
                                    

Arka berjalan sembari memasang jaketnya. Ia mengambil kunci mobilnya yang berada di laci. Di ruang keluarga dia melihat Kinar yang tengah merapikan mainan Keano padahal sudah selarut ini.

“Mas Arka. Mau kemana?” tanya Kinar melihat sang suami yang berpakaian rapi.

Diam-diam hati Kinar menghangat melihat suaminya yang mau keluar kamarnya setelah semingguan ini, tapi Kinar heran mau kemana Arka selarut ini?

Bukannya menjawab, Arka tetap berjalan sembari memakai topi hitamnya.

“Mas mau kemana, selarut ini?” Kinar mengulang pertanyaannya.

“Bukan urusan kamu!”

Kinar hanya mampu menghela nafas dalam.


🌸🌸🌸


“Gila ya lo, lo tau kan kalau minuman kayak gini itu nggak baik buat kesehatan!” bentak Radit dengan tatapan tajamnya pada Arka.

“Gue butuh pelampiasan supaya gue nggak terlalu larut dalam kesedihan!” jawab Arka santai.

“Ngelupain boleh tapi nggak gini caranya!” bentak Radit.

“Lo nggak akan bisa ngerasain karena lo nggak pernah ngerasain apa yang gue alami. Dia hiks…Arinda ninggalin gue!” arka meluruh di sofa.

“Gue emang nggak pernah ngerasain apa yang lo alami, tapi kan nggak gini caranya!”

Radit berdecak kesal, bagaimana tidak ketika dia baru saja pulang bekerja dan di telfon oleh sahabatnya untuk menemaninya tanpa mengetahu ke mana, sampai di kelab baru dia tahu kalau sahabatnya itu mengajaknya ke kelab, Radit langsung berdecak kesal dia tak pernah suka dengan tempat ini, katanya dia masih menyayangi tubuhnya.

“Sekarang gue anter lo pulang!” Radit mencoba mengangkat badan kekar Arka yang kini meracau tak jelas.

Sampai di rumah Arka, Bi Asih yang membukakan pintu.

“Tuan Arka!”

“Bi, bisa minggir nggak aku mau nganter Arka ke kamarnya!”
Bi Asih mengangguk.

Dengan susah payah Radit membawa Arka masuk ke kamarnya. Setelah berada di dalam kamar, Radit segera keluar.

“Makasih ya Den Radit.”

“Sama-sama Bi, kalau begitu saya pulang dulu.”

Bi Asih mengangguk lagi. Setelah itu Radit pergi.

Keesokannya Kinar bangun tergesa. Hari ini dia harus bekerja karena ada pasien yang sudah membuat janji dengannya.

Dengan semangat, perempuan itu terlebih dahulu mandi kemudian bersiap-siap. Setelah itu Kinar berjalan menuju kamar Bela. Sampai depan pintu Kinar membukanya.

“Bela…” panggil Kinar.

Kinar melihat anak tirinya yang tengah tertidur pulas.

“Bela… bangun sayang sudah pagi!” ucap Kinar pelan.

Bela menggeliat. Dengan pelan dan terpaksa, mata cantik itu terbuka.

“Bela masih ngantuk, Bunda.”

“Tapi kan, ini sudah pagi sayang!”

“Bunda mau kemana?” tanya Bela setelah melihat penampilan Kinar yang sudah rapi.

“Bunda mau ke rumah sakit, Bela nggak apa-apa kan Bunda tinggal sebentar. Nanti setelah selesai Bunda langsung pulang.”

“Tapi jangan lama-lama ya Bunda!” Bela memeluk tubuh Kinar membuat Kinar mengelus rambut Bela.

“Nggak sayang, nanti Bunda langsung pulang!” Bela mengangguk kemudian Kinar mengecup pucuk kepala anaknya.

“Hari ini Bela mandinya sama Bi Asih nggak apa-apa kan?”

“Tapi besok Bela mau di mandiin sama Bunda!” Kinar terkekeh.

“Iya, besok ya sayang!” ucap Kinar.
Setelah berpamitan dengan Bela, Kinar berjalan keluar kamar Bela dan menuju dapur.

“Bi Asih!” panggil Kinar.

“Iya, Mbak?” tanya Bi Asih. Ia berlari menghampiri Kinar.

“Aku nitip anak-anak bentar ya, aku mau kerja. Ada janji sama pasien pagi ini!” Bi Asih mengangguk.

“Kamu mau kemana?” tanya suara baritone membuat mereka berbalik dan menatap Arka yang tengah menatapnya datar.

“Emm, itu Mas. Maaf tapi aku harus ke rumah sakit soalnya ada janji sama pasien!” jawab Kinar pelan.

“Hem.” Setelah itu Arka berjalan menuju meja makan dengan tangan yang sibuk mengikatkan dasi ke kerahnya.

ada yang berbeda dari Arka. Laki-laki itu kini tengah memakai jas kantoran lengkap dengan tas kantornya.

“Mas mau ke kantor?” tanya Kinar memberanikan diri.

Harusnya Kinar tidak bertanya, padahal dia tahu jika Arka tak akan menjawabnya.

“Mas, mau aku bantuin pasang dasinya?” tawar Kinar hati-hati.

Di luar dugaan Kinar. Arka mendekat ke arah Kinar. Jantung Kinar mulai berdetak tak karuan, gugup dan juga hatinya berbunga-bunga di saat yang bersamaan.

Dengan tangan yang sedikit bergetar Kinar mulai menyimpulkan dasi itu dengan perlahan. Tapi ini aneh, tidak seperti biasanya Arka menolak Kinar untuk menyentuhnya.

Jantung Kinar semakin tidak karuan saat menyadari tatapan Arka yang terus menerus tertuju padanya, atau mungkin hanya perasaan Kinar saja.

“Mas sudah selesai.” Terlihat Arka terlonjak kaget karena mendengar perkataan Kinar, ternyata Arka sedang melamun. Kinar terlalu kegeeran berharap Arka menatapnya.

“Ya sudah kalau begitu, aku berangkat duluan!” pamit Kinar.

Sampai di garasi Kinar mulai menghidupkan mobilnya tapi entah kenapa padahal sudah ke sekian kalinya mobilnya tak kunjung hidup. Karena takut terlambat akhirnya Kinar berniat untuk naik angkot atau taksi saja.

Kinar berjalan melewati gerbang rumah langkahnya berbelok keluar dari komplek perumahan. Kinar harus berjalan sekitar seratus meter supaya bisa menemukan angkot.

Tin…tin…tin…

Suara klakson mobil sontak membuat Kinar menggeram kesal, perempuan itu segera menepi padahal jalan yang ia lewati tersebut cukup besar dan Kinar sudah berjalan di pinggir.

Dilihatnya sebuah mobil Mercedes benz berwarna berwarna hitam yang terus membunyikan klakson padahal Kinar sudah berjalan di pinggir malah terlalu pinggir. Sejenak Kinar berhenti menatap kesal mobil tersebut, namun mobil tersebut terlihat familiar untuk Kinar dia seperti pernah melihatnya, tapi dimana ya?

Seketika mata Kinar membulat sempurna saat Kinar teringat bahwa mobil itu sering terparkir di garasi rumah mewah milik Arka dan itu artinya mobil itu milik Arka.

Mobil tersebut berhenti tepat di samping Kinar, kemudian tak butuh waktu lama jendelanya sudah terbuka dan terdengar seruan Arka yang menyuruh Kinar untuk segera masuk ke dalam mobil.

Kinar hanya mematuhi perintah sang suami.

“Kenapa? Kok nyuruh aku masuk?”

“Pakai sabuk pengamannya!” Kinar terdiam.

Arka berdecak dan memasangkan sabuk pengaman tersebut, Kinar mematung jarak antara wajahnya dan wajah Arka sangat dekat bahkan Kinar dapat mencium aroma mint yang keluar dari nafas Arka.

Setelah selesai buru-buru Arka menjauhi tubuhnya dari Kinar.

“Sebenarnya ada apa sih Mas, aku harus ke rumah sakit ada janji sama pasien pagi ini!”

“Diam!” perintahnya.

Sekarang Kinar memilih diam. Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan di antara mereka hingga Kinar telah sampai di rumah sakit tempatnya bekerja.

“Turun!” tittahnya.

“Ini juga mau turun Mas, sabar bentar kenapa!” ketus Kinar karena Arka yang mengusirnya, padahal tanpa dimintapun Kinar akan tetap turun.

“Makasih udan ngasih tumpangan!” ucap Kinar lalu keluar dari mobil.

Bersambung....

***

Waah teman-teman rupanya hubungan Kinar dan Arka sudah ada kemajuan!

Gimana menurut kalian? Ayo komen dan vote, karena komen dan Vote itu gratis Uwuwu!

ARKA (My Cool Husband)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang