Dua puluh dua

268K 16.9K 173
                                    

“I love you,” bisik Arka.

Jantung Kinar berdegup kencang, meskipun nada suaranya kecil tetapi Kinar dapat mendengar dengan jelas. Kinar yakin pasti sekarang pipinya tengah memerah.

Lama mereka berpelukan, Arka masih enggan untuk melepaskan pelukan mereka sedangkan Kinar mau melepaskan juga tidak bisa karena Arka memeluknya dengan sangat erat.

Hingga akhirnya Arka menyadari jika bahu Kinar bergetar, Arka panik sendiri karena dia merasa jika Kinar tersakiti oleh pelukannya. Arka melepas pelukannya pada Kinar, menatap intens wajah istrinya itu.

“Kamu kenapa nangis? Ada perlakuan aku yang nyakitin kamu ya?” Arka menangkup wajah Kinar.

Di lihatnya Kinar menggeleng.

“Terus kenapa? Atau kamu nggak suka kalau aku meluk kamu? Maaf ya, aku janji deh nggak akan meluk kamu lagi.”

Lagi-lagi Kinar menggeleng, air matanya semakin mengalir deras. Arka bingung harus bagaimana, mau memeluk tapi takut tangisan Kinar makin menjadi, jadi serba salah akhirnya dia hanya mengelus rambut Kinar.

“Maaf, y-ya,” ucap Kinar sesegukan.

“Maaf buat apa?” Arka mengerutkan dahinya.

“Maaf!” Kinar berhambur memeluk Arka.

Arka membalas pelukan Kinar, mengelus punggungnya dengan sayang.

“Maaf, karena aku terlalu sibuk mas sama Keano jadi sakit, kalau aja aku nggak terlalu sibuk aku pasti bisa lebih fokus ngurusin mas sama Keano, maaf ya. Aku merasa gagal jadi bunda yang baik untuk Keano dan istri yang baik buat mas,” ucap Kinar sesegukan.

Arka tersenyum mendengarnya, di lepaskannya pelukan Kinar, kemudian Arka menatap dengan dalam wajah cantik istrinya.

“Hey! Itu semua bukan salah kamu, harusnya aku yang minta maaf karena gak bisa jaga kesehatan aku, jangan nyalahin diri kamu kayak gitu karena kamu nggak salah apa-apa.”

“Aku senang karena kamu sayang banget sama Keano dan Bela, bahkan kamu udah kayak ibu kandung dari mereka, tapi aku mau nanya boleh?” Kinar mengangguk.

“Kapan aku bisa di sayang sama kamu? Kayak sesayang kamu ke Keano dan Bela.” Kinar menegenang, jujur dia juga tidak tahu dengan isi hatinya.

Arka tertawa melihat tubuh Kinar yang menegang, wajahnya pucat. Padahal niat Arka hanya bercanda, dia hanya ingin membuat Kinar lupa dengan penyebabnya menangis barusan.

Menyadari jika dia tengah di kerjai, Kinar merenggut kesal dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
Arka berbaring sambil tertawa, Kinar membantu menyelimutkannya sampai sebatas ketiak kamudian beranjak membuka pintu kamar.

“Mau kemana?” tanya Arka.

“Mau tidur,” ketus Kinar, dia masih kesal dengan Arka.

“Tidur di mana? Kamar kita kan di sini.”

“Ke kamar Bela atau Keano.”

“Tidur di sini.” Arka menepuk kasur di sebelahnya.

“Nggak, aku mau ke kamar Bela aja.”

“Status kamu apa?”

“Istri,” jawab Kinar sebal.

“Kalau istri nurut sama siapa?”

“Suami,” jawab Kinar pelan.

“Suami kamu siapa?”

“Mas.”

“Kamu tau nggak kalau menolak suami itu dosa lo.”

Kinar melepaskan gagang pintu ketika mendengar perkataan suaminya barusan, tentu saja dia tahu bagaimana hukumnya, dalam agamanya jika menolak suami maka yang ia dapat adalah dosa besar.

Akhirnya Kinar berbalik, Kinar mendelik ketika melihat senyuman menyebalkan terbit dari wajah tampan milik Arka.

Dengan terpaksa Kinar mendekat dan berdiri di dekat Arka. Arka menarik tangan Kinar, hingga gadis itu tidur di atas Arka.

Kinar memekik karena terkejut, sedetik kamudian gadis itu melayangkan cubitan mautnya pada tubuh Arka. Arka memekik kesakitan, tenaga istrinya memanglah luar biasa.

“Dasar nyebelin,” pekik Kinar.

Arka hanya terkekeh, membalikkan tubuh Kinar kemudian memeluknya. Tak lama kemudian terdengar dengkuran halus milik Arka, Kinar hendak melepas pelukan Arka namun semua hanya sia-sia karena tenaganya tak sebanding dengan suaminya. Akhirnya Kinar juga masuk ke alam mimpinya.


🌸🌸🌸


Pukul 4.50 Kinar terbangun, hari ini dia bangunnya sedikit lebih cepat. Kinar merasa asing dengan tempat ini, dia mencoba mengingat hingga akhirnya dia tersadar jika dia tengah tidur bersama Arka.

Kinar merasa meraba perutnya yang terasa berat, di lihatnya perutnya dan ternyata di sana ada tangan kekar milik Arka yang tengah memeluk pinggang Kinar dengan possessive.

Kinar berbalik menatap wajah Arka yang tengah tertidur pulas. Ingin sekali rasanya Kinar mengelus pipi bersih milik Arka, karena tidak bisa melawan egonya akhirnya Kinar mendekatkan tangannya pada pipi Arka dan mengelusnya dengan lembut.

Saat sudah puas mengelus pipi Arka, Kinar menjauhkan tangannya namun di tahan oleh seseorang.

Deg!

Arka menahan tangan Kinar, malu sekali rasanya.

“Sudah puas ngelus pipinya?”

“Gimana? Sudah puas belum?” suara Arka kembali mengejutkan Kinar.

Kinar melihat mata Arka yang terpejam, Kinar fikir Arka tengah mengigau makanya dia tak terlalu ambil pusing.

“Ck, dasar,” cibir Kinar hendak menjauhkan tangannya namun kembali gagal.

“Eh,” pekik Kinar saat Arka membuka matanya dan mendekatkan wajahnya.

Wajah mereka sangat dekat sekarang, Kinar memejamkan matanya.

“Buka matanya,” perintah Arka.

Jantung Kinar kembali berdetak tak normal tatkala melihat wajah Arka yang sangat dekat dengannya.

“L-lepas.”

Bukannya melepas Kinar, Arka malah semakin mendekatkan wajahnya membuat Kinar memejamkan matanya.

Hampir saja Arka mendaratkan bibirnya di bibir Kinar hingga suara teriakan membuat mereka terlonjak kaget.

“Bunda!!” teriak seseorang di luar sana.

“Bunda bangun, Papa bangun!!” kali ini teriakan tersebut di sertai dengan gedoran di pintu kamar.

Kinar mendorong tubuh Arka, membuatnya terjungkal ke belakang dan jatuh mengenai lantai. Kinar menutup mulutnya kemudian membantu Arka untuk berdiri.

“Mas, mas nggak apa-apa?”

Pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Kinar, jelas saja sakit orang tubuhnya terjungkal ke belakang, bahkan rasanya tulangnya juga remuk.

“Aww..” ringis Arka sambil memegang pinggangnya.

Kinar mmebantu Arka berdiri kemudian membantunya duduk di ranjang.

“Mana yang sakit? Di sebelah mana?” tanya Kinar panik.

Arka menunjuk pinggangnya, kemudian Kinar memberikan aba-aba untuk Arka agar dia tidur dengan posisi tengkurap.

“Ini yang sakit?” Kinar menekan pinggang Arka membuat laki-laki itu menjerit kesakitan.

“Eh, maaf mas. Kinar nggak sengaja, padahal tadi aku cuma mau mastiin aja,” cicit Kinar membuat Arka membulatkan matanya.

Yang benar saja, dia fikir aku berbohong gitu? Batin Arka.

“Bunda buka. Papa bukain pintunya!” Kinar tersadar.

“Astagfirullahalazim,” pekiknya kemudian meninggalkan Arka dan membuka pintu kamar.

Di sana Bela tengah berdiri sambil berkacak pinggang, bibir anak itu mengerucut.

“Eh, Bela. Kenapa sayang?” tanya Kinar lembut.

“Bunda kenapa lama bukain pintunya? Pasti bunda sama papa lagi buatin adek buat Bela dan Keano ya?” tanya Bela polos.

Kinar terkejut bukan main, apa-apaan ini. siapa yang mengajari anaknya hingga tahu hal seperti ini?

“Enggak sayang, tadi Mama nggak dengar aja,” alibi Kinar.

“Benaran?” tatapan mata Bela seolah menyelidik.

“Benar kok. Bela nggak boleh ngomong kayak tadi ya!” peringat Kinar.

“Kenapa memangnya?”

“Enggak baik sayang,” ucap Kinar.

“Nenek yang ngajarin, katanya kalau bunda sama papa lama di kamar berarti bunda sama papa lagi buat adek buat Bela dan Keano. Papa juga pernah bilang gitu kok.” Kinar meringis mendengar perkataan Bela yang polos.

Di sisi lain dia ingin sekali menjambak rambut Arka dan juga membenturkan kepala mertuanya itu, yang benar saja mereka mengajari Bela yang tidak-tidak.

“Lain kali Bela nggak boleh ngomong kayak gitu!” Bela mengangguk.

“Papa mana?” tanya Bela.

“Di dalam!” jawab Kinar.

Bela masuk ke dalam kamar Arka, di lihatnya Arka yang tengah meringis kesakitan.

“Papa kenapa?” tanya Bela bingung.

“BELA!” Teriak Aurora sambil berlari tergopoh-gopoh.

Wanita paruh baya itu menepuk jidatnya ketika melihat Bela yang sudah masuk ke dalam kamar Arka.

“Bela kenapa ke sini? Kan tadi nenek udah bilang, jangan ganggu bunda sama papa biar Bela cepat punya adek perempuan!” omel Aurora.

Kinar membelalakkan matanya, sedangkan Arka juga menatap mamanya dengan tajam.








***

Hahaha😂

ARKA (My Cool Husband)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang