Part 4

2.3K 385 29
                                    

Halo jangan lupa meluangkan waktu untuk menekan bintang harapan atau memberi pesan, kritik dan saran ya!

Happy Reading ❤️

°°°°°°°°°

Flora meninggalkan akademi begitu saja, ia baru sekarang merasakan benar-benar menjadi orang yang payah. Sebelumnya, seorang Flora tidak pernah mengalami kegagalan dalam apapun, tapi ini ... sungguh mimpi buruk. Mengerikan.

Ia tidak bisa membayangkan harus satu tim dengan manusia tidak berhati seperti Hayden, juga harus menyaksikan Ace yang terlihat sangat tertarik pada Amaris. Apa ia bisa berdamai dengan semua yang menimpanya sekarang?

Flora terus berjalan tanpa arah, ia sungguh ingin pulang ... Tidak apa jika ia harus liburan di rumah neneknya tanpa jaringan, tidak apa harus menghadapi kakaknya yang sifatnya yang sudah menyerupai orang gila jalanan. Tidak apa jika harus mendengarkan dongeng nenek dari A sampai Z.

Tangannya mengepal, belum genap satu hari ia berada di sini ia sudah jengah. Jengah karena dirinya di sini sangat payah dan lemah. Dan lagi, ternyata bukan hanya orang-orang baik yang ia jumpai di sini, tapi tetap saja ada orang yang tidak punya hati, seperti Hayden misalnya.

Dengan emosi dan kesedihan yang masih memuncak, kakinya membawa Flora berjalan menuju hutan, hutan yang menjadk jembatan dunianya dengan dunia ini.

Pada siang hari, hutan ini tidak terlalu buruk juga. Banyak bunga yang tumbuh di bawah pohon-pohon yang menjulang tinggi, banyak pula kupu-kupu dan burung-burung kecil yang terbang ke sana ke mari, ada pula sungai yang sangat jernih yang ia temui kemarin juga.

Flora memutuskan berhenti di tepi sungai, terduduk memandang bayangan wajahnya yang terefleksikan dari air. Ia memandang iris matanya yang kini berwarna perak, warna yang palsu. Flora melepaskan soflens-nya yang berwarna perak itu, kini matanya terlihat sedikit mengerikan dengan warna iris mata yang berbeda.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya seseorang yang datang dari belakang Flora. Flora terkejut mendengar suara yang datang, ia panik karena ia baru saja melepas soflens-nya.

"A-aku, ti-dak ada, ha-hanya mencari angin," jawab Flora terbata-bata, ia belum membalikkan badannya, akan gawat urusannya jika orang ini mengetahui warna matanya.

"Aku sudah tahu warna matamu, jadi tidak usah khawatir," tandas orang itu. Flora kemudian membalikkan badannya dan akhirnya tahu siapa yang ada di belakangnya.

"Ma-master? Bagaimana bisa?" Flora tidak bisa menyembunyikan keterkejutan di matanya.

"Aku tahu kau akan datang." Master Silas kini berjalan mendekati Flora kemudian duduk di sampingnya. Jika dilihat-lihat Master Silas ini seumuran dengan nenek Flora, hanya saja lebih tua sedikit.

"Kau tidak akan mengusirku dari sini?" tanya Flora dengan nada penasaran dan sedikit takut.

"Tentu tidak."

"Begitu ya?" Flora menjulurkan kakinya ke sungai, merendam kakinya agar lebih sedikit tenang.

"Apa yang sedang kau risaukan?"

"Aku tidak berguna, aku tidak bisa melakukan apa-apa di sini. Aku bukan pengendali, bahkan aku tidak tahu apa elemen dasarku. Bagaimana aku bisa bekerja sama dengan timku tanpa menggunakan elemen?"

"Pertanyaan yang bagus,"

"Apa maksudmu?" Flora menyipitkan matanya.

"Aku sudah tahu elemen dasarmu," jawabnya santai.

The Chosen Eyes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang