Part 17

1.6K 319 24
                                    

Malam itu menjadi malam yang panjang bagi siapa pun yang hidup di Cyridostown. Mimpi buruk bagi orang -orang yang tidak mengetahui fakta dari semua kejadian ini. Kutukan yang sering mereka takutkan seolah benar-benar terjadi dan menjadi kenyataan, katanya. Padahal mereka belum tahu bentuk kutukan apa yang dimaksud. Mimpi buruk sebenarnya terjadi ketika mereka tidak sedang tertidur.

Pada malam itu pula bala bantuan mulai berdatangan dari istana dalam bentuk makanan, pakaian, prajurit terlatih untuk mengawasi kala ada serangan atau bencana dan para tabib serta pengobatan yang gratisnya.

Para falcon yang sudah berjuang semampunya bernapas lega dengan datangnya bala bantuan itu walaupun sangat terlambat, mereka sudah kewalahan mengatasi warga yang jumlahnya tak sebanding dengan mereka dalam waktu kurang lebih tiga jam, sejak langit masih gelap sampai matahari hendak terbit.

Mereka—para falcon— hanya mengandalkan ide Hayden yang disampaikan oleh telepati ke setiap kapten di seluruh daerah. Di kala genting seperti ini, jika orang seperti Hayden saja tak bisa berpikir jernih, apalagi yang lainnya.

Jika diperhatikan, warga sipil yang terluka memang banyak. Namun beruntungnya, kejadian ini tidak memakan satu pun korban jiwa atau hilangnya warga. Semua warga Klan Clyde masih lengkap apalagi ketika Ace berinisiatif untuk mendata ulang semua warga yang diungsikan ke tempat ini lewat data tetua Klan.

Ya, hanya Flora saja yang hilang.

Hayden yang terlambat mendapat kabar bahwa bala bantuan sudah datang tiba-tiba terduduk lemas di atas kursi kayu kala ia sampai di pengungsian sambil menenteng hasil pencariannya.

Walaupun tidak banyak, setidaknya stok makanan yang diambilnya cukup sebagai tambahan kala darurat nanti. Ia menghela napas, cuaca malam yang seharusnya menyejukkan baginya kini menjadi sangat amat panas, ditambah lagi keringat yang mengalir sudah membasahi dahinya.

Lamunannya dikagetkan oleh Vanka yang berlari dari dalam pengungsian menuju ke luar diikuti oleh Odette dan kawan-kawan yang memang sudah tiba terlebih dahulu.

Mereka menatap Vanka heran, begitu pula dirinya. Pandangan mata Vanka tertuju pada gunung Illius dengan tatapan memicing, gunung itu memang terlihat jelas dari sini karena lokasinya paling dekat dengan Klan Clyde.

"Teman-teman, Illius sudah tidak aktif lagi!" ucapnya dengan nada hampir tidak percaya, bahkan matanya belum lepas dari gunung itu.

Felix dan Ace yang sama-sama mempunyai tingkat kehebohan paling tinggi seketika mendekati Vanka dan menyerbunya dengan banyak pertanyaan secara bergantian.

"Bagaimana kau tahu?"

"Bagaimana cara melihatnya?"

"Bagaimana bisa?"

"Apakah aku bisa melihatnya juga?"

Vanka yang sebal atas tingkah dan pertanyaan konyol mereka tanpa melihat situasi serius kemudian memandang mereka dengan tatapan sinis dan isyarat untuk diam. Odette, Amaris, dan Nux hanya terkekeh melihat mereka sedangkan Hayden masih duduk di atas batu besar tanpa merubah sedikit ekspresinya.

"Orang seperti Vanka memang sangat dibutuhkan ya di tim kita," celetuk Odette yang diangguki oleh Nux.

"Tapi tentu saja orang seperti Ace dan Felix juga dibutuhkan untuk membuat suasana tidak tegang," balas Nux sambil mengulum senyumnya.

"Bukankah justru lebih memperkeruh suasana?" tanya Amaris sambil mengingat banyak pengalaman buruk yang sudah ia alami bersama Ace selama bersama-sama.

Nux memandang ke arah duo ribut itu. "Kadang memang menjengkelkan, tapi ya ... ada gunanya juga setelah berlelah-lelah seperti ini lalu melihat hiburan di depan sana," jawabnya sambil menunjuk Ace dan Felix yang kekeh bertanya-tanya kepada Vanka sampai beradu mulut.

The Chosen Eyes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang