*
Saat Flora sudah jauh dari lokasi gubuk tua, tiba-tiba tiga orang bertopeng dan berjubah lainnya datang menghampiri satu rekannya yang dari awal memang ditugaskan untuk mengawasi gerak Flora. Melihat kondisi tembok besar yang sudah hancur berkeping-keping, mereka sedikit tertegun.
"Bagaimana?" tanya Mou, laki-laki berambut hitam legam yang paling tinggi dan irit bicara di antara mereka.
"Menakjubkan," jawab Aron, lelaki bermata warna pink yang mengawasi Flora sejak tadi.
"Bisa jelaskan dengan rinci?" pinta Mou dengan nada memaksa seperti biasa.
"Gadis itu mengetahui kalau tembok itu bukan kristal tetapi cermin," jawab Aron.
Ucapannya yang hanya satu kalimat saja dapat membuat ketiga rekannya tercengang, terutama Tere, salah satu anggota perempuan dari Anathema yang berasal dari Klan Campuran, seorang pengendali cermin, kristal, dan ilmu memanipulasi.
"Bagaimana bisa?" protes Tere seolah tidak percaya.
Bagi anggota Anathema sendiri, kemampuan Tere dalam memanipulasi sesuatu memang sangat keren dan tidak mudah untuk menebaknya. Memang pada hakikatnya cermin itu tidak berubah menjadi kristal karena Tere hanya memanipilasi rupa cermin itu tanpa mengubah hakikatnya yang mudah pecah.
Baru kali ini ia menemukan seseorang yang bisa menebak hasil karyanya dengan sangat cepat dan mudah.
Aron sendiri sempat terkejut tadi. "Sepertinya ia menganalisa saat potongan cermin paling atas itu jatuh akibat goncangan tadi," ucap Aron.
Ia menyaksikan saat Flora termenung sejenak di balik payung esnya ketika melihat bongkahan yang dianggapnya kristal itu jatuh oleh guncangan dan pecah ketika sampai di atas tanah.
"Oh, ya ngomong-ngomong siapa yang membuat guncangan hebat tadi?" tanya Aron penasaran.
Itu di luar rencana mereka, bagaimana mungkin salah satu di antara mereka sengaja mencacatkan rencana.
Ketiga rekannya saling menoleh satu sama lain. "Aku pikir kau yang membuat itu untuk menambah jebakan pada gadis itu, Aron," jawab Tere sedikit ketus.
Aron menggeleng. "Lalu, siapa?"
Bum!
Suara berdebam dan getara beberapa detik itu membuat mereka terhenyak seketika, bagaimana bisa mereka tidak menyadari itu?
Am, laki-laki bermata orange yang tidak lain berasal dari Klan Seirus kini sedang memandang ke arah gunung dengan mata yang menyipit. Pengendali lava tentu saja mengerti perihal gunung dan penglihatannya memang sangat detail.
Am terhenyak. "Aku tidak mengerti kenapa kita bisa sampai lengah, tapi sekarang gunung ini sedang aktif kembali dan sudah mengeluarkan lava kental!"
"Di arah mana?" tanya Mou tiba-tiba dengan suara yang mengeras.
Am kembali menyipitkan matanya. "Di arah jam sembilan!"
Mou termenung. "Bukankah perangkap senjata yang Tere buat tadi juga berada di arah sana?" tanyanya.
"Dia pasti sudah jauh, Mou. Dia sudah melewati perangkapku," jawab Tere, dia mengetahui itu karena dia memasang alat pendeteksi jebakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen Eyes ✔️
FantasyFollow sebelum membaca ya! ^^ Fantasy-Minor Romance Dia adalah orang diramalkan, tapi takdirnya begitu membingungkan. Apakah ia akan terjebak dalam iris matanya yang hitam dan membuat kehancuran? Atau menciptakan kedamaian dengan iris matanya yang b...