Part 27

1.4K 290 28
                                    

"WOLFIE!!"

Badan Flora yang tumbang karena didorong oleh Wolfie membeku sejenak. Di arah lain, Putri tiba-tiba terduduk lemas sambil menutup mulutnya dengan tangan setelah percaya melihat kejadian tragis di hadapannya.

Sebelumnya, Putri sudah menahan Wolfie agar tidak menyusul Flora. Tetapi ia kekeh takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada Flora. Dia sangat ingin melindungi Flora apa pun yang terjadi.

Seluruh badan Flora bergetar dan tatapannya berubah nanar. Namun saat melihat perut Wolfie masih mengembang dan mengempis, ia menaruh sedikit harapan. Dengan segera ia mendekati Wolfie yang berbaring dengan merangkak.

Pertama-tama ia mencabut panah sialan yang menancap di perutnya perlahan. Wolfie meringis perih, air mata Flora menetes membasahi pipinya.

"Bertahanlah ... untukku," lirih Flora sambil menahan sesak di dadanya, ia benar-benar menangis tanpa suara.

Flora meletakkan kedua tangannya di perut Wolfie tepat di lukanya, ia akan mengobatinya dengan sisa ramuan tumbuhan yang ia racik untuk Putri. Namun tidak ada reaksi berarti dari ramuan itu dan darahnya tak kunjung berhenti, membuat rerumputan yang semula berwarna hijau menjadi berwarna merah.

"Wolfie, bertahanlah...," lirih Flora sekali lagi, kali ini isakannya sudah tak tertahankan, air matanya mengalir dengan deras.

Harapannya terkabul, mata Wolfie terbuka sedikit demi sedikit. Anggota Anathema pun tak bisa menutupi ketakjubannya. Gadis itu benar-benar pantas menyandang Lazslo.

Wolfie menggeliat lalu menatap Flora dengan sisa-sisa kekuatannya. "Hai, Nona. Kau baik-baik ... saja ... bukan?"

Alih-alih berhenti menangis, isakan Flora justru semakin kencang dan air matanya semakin deras sampai menetes di tubuh Wolfie. "Berhentilah berkata-kata!"

"Sudah cukup, Nona. Tak apa ... aku tak ingin kau pingsan," lirihnya dengan sedikit terbata.

Tak peduli sebanyak apa tenaga yang ia buang, Flora seolah mendonorkan sisa-sisa energinya kepada Wolfie dan sama sekali tak mengindahkan ucapannya.

"Diam! Kau akan sembuh! Aku yakin kau akan sembuh! Ini adalah ramuan yang membuat pasien-pasienku sembuh!" teriak Flora putus asa dan terus terisak.

"Akuakan menemanimu ke mana pun tujuanmu, Nona, jika aku mampu. Dan sebenarnya ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu...."

"Berhentilah membuatku takut. Aku ceroboh dan sering melakukan hal bodoh, Wolfie, kau tahu itu. Aku tidak bisa melalukan apa-apa sendirian, aku mohon...."

Ia terkekeh. "Aku baru pertama kali melihatmu menangis, Nona. Kau jelek ketika menangis...."

Flora sedikit terkekeh dalam tangis mendengar ledekannya. "Di situasi seperti ini kau pikir kau bisa membuatku sebal, hah?" ketus Flora.

Matanya mulai menyipit dan sudut bibirnya sedikit terangkat. "Nona ... jaga dirimu ... baik-baik, ya!"

Flora tak henti-henti menggertak dan terus mengerahkan semua energinya. "Apa-apaan kau ini, hentikan!"

Ia menatap Flora tepat di matanya. Ia baru menyadari kalau ternyata matanya sudah berubah. "Matamu ... indah ... Nona. Aku ingin ... melihatmu dengan mata itu lebih lama..."

"Maka dari itu bertahanlah dan ikut bersamaku, Wolfie!" teriak Flora histeris.

Tidak ada respon lagi. Ia tak kunjung menghembuskan napas kembali dan matanya sempurna tertutup. Flora menghentikan poses penyembuhan dan menyingkirkan kedua tangannya dari luka Wolfie. Badannya bergetar akibat isak yang ia tahan.

The Chosen Eyes ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang