Halo jangan lupa meluangkan waktu untuk menekan bintang harapan atau memberi pesan, kritik dan saran ya!
Happy Reading ❤️
°°°°°°°
Mereka terpental ke pohon, pohon itu ikut roboh bersamaan dengan tubuh mereka.
Apakah aku sudah mati? Kenapa aku tidak merasakan sakit sama sekali? tanya Amaris di dalam hati, matanya masih terpejam mengingat beberapa detik lalu dua bandit itu melempar batu-batu ke arahnya dan Flora.
Flora dan Amaris sontak membuka kedua matanya, mereka terperangah ketika melihat kedua bandit yang beberapa saat lalu menyerang mereka kini justru balik terpental.
Yang lebih mengejutkan lagi, yang membuat mereka terpental adalah Wolfie yang kini sedang dalam mode monsternya. Berwarna biru dan berukuran empat kali lebih besar.
Ia menggunakan badannya yang besar itu untuk menahan elemen batu milik dua bandit itu dan membalikkan serangan itu kepada mereka.Wolfie juga tidak segan-segan melempar mereka dengan bola-bola alam miliknya hanya dalam satu kali lemparan saja. Selesai.
Mata kanan Flora yang tadinya sudah berganti berwarna hitam setengah, kini pulih kembali menjadi warna biru di balik soflens-nya. Rasanya lega sekali mendapati Wolfie berada di dekatnya untuk saat ini.
"Nona, apakah kau baik-baik saja?" Wolfie berbalik arah menghampiri Flora dan lainnya, selagi ia berjalan saat itu pula badannya menyusut kembali menjadi ukuran semula.
"Sepertinya, tidak terlalu," jawab Flora lemas sambil meremas perutnya yang terkena serangan batu tadi.
Amaris berpaling dari Flora ke arah Ace dan Hayden yang sedang terbaring, "Kau bisa mengobati mereka, Flo?" Pertanyaan Amaris terdengar seperti permintaan di telinga Flora.
"Ini di luar kemampuanku, Amaris," jawab Flora lemah. Meski begitu, Flora akan tetap membantu Ace dan Hayden dengan teknik air penyembuhan miliknya. Walaupun kemungkinan besar tidak akan berhasil.
Karena di sekitar mereka tidak ada sungai, ia hanya mengandalkan air yang berasal dari kalungnya. Flora menyelimuti tangannya dengan elemen airnya, kemudia menempelkan tangannya pada perut Ace dan Hayden tanpa melihat luka seperti apa pada perut mereka.
Flora tidak tahu jika teknik penyembuhan seperti ini bisa membuang tenaganya, buktinya badannya berkeringat dan nafasnya tersenggal-senggal. Apalagi energinya sekarang hanya tinggal sedikit.
Melihat keadaan mereka berdua yang tidak mereda sama sekali, Flora memutuskan untuk membuka baju mereka di bagian perutnya. Ini sedikit memalukan, Flora belum pernah melakukan ini sebelumnya baik di sini maupun di dunia nyata.
Flora menyingkap sedikit baju mereka, "Perutnya lebam, sakitnya pasti sudah dalam sekali." lirih Flora,l sambil menebak-nebak.
"Wolfie kau bisa membantuku 'kan?" tanya Flora dengan kesadarannya yang hampir hilang. Bibirnya sudah memucat.
"Dengan senang hati, Nona."
Flora membuka tas kulitnya dengan segera, ia memang telah membawa daun-daun obat yang kemarin dibelinya untuk jaga-jaga. Sayangnya, ia lupa untuk tidak menumbuk dedaunan itu supaya menjadi serbuk.
Untungnya, Wolfie ada di sini. Flora menyambil beberapa helai daun seledri untuk kemudian ditadahkan kepada Wolfie untuk menjadikannya serbuk. Wolfie menaruh tangannya di atas daun itu dan jadi!
Sebenarnya, setelah daun seledri itu dioleskan pada luka lebam, luka itu harus dibalut lagi oleh kapas atau sejenisnya agar sari-sarinya menyerap dan tidak melebar ke mana-mana. Karena tidak ada, Flora menggunakan lagi elemen airnya untuk memadatkan serbuk itu di perut mereka. Jika sudah menyerap, air itu akan hilang seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen Eyes ✔️
FantasyFollow sebelum membaca ya! ^^ Fantasy-Minor Romance Dia adalah orang diramalkan, tapi takdirnya begitu membingungkan. Apakah ia akan terjebak dalam iris matanya yang hitam dan membuat kehancuran? Atau menciptakan kedamaian dengan iris matanya yang b...