"Kami pulang, ya!" teriak Ace pada Hayden dan Odette yang masih anteng duduk di teras.
Amaris yang kini berada di samping Ace tidak berkata apa pun ketika melihat Hayden berdiri di samping Odette sambil menatap mereka yang hendak pulang. Di samping mereka juga ada Wolfie yang sepertinya akan tinggal di rumah Odette sampai Flora ditemukan.
Entah kenapa hatinya tidak bisa menerima itu apalagi Hayden tadi berkata bahwa ia akan mengatakan sesuatu dengan Odette. Seketika hatinya tertohok mendengar pernyataan itu.
"Hati-hati!" ujar Odette sambil melambaikan tangannya. Akhirnya Ace dan Amaris meninggalkan mereka berduaan di sana.
Mereka berdua pulang ketika hari benar-benar larut. Diskusi hari ini cukup panjang ditambah lagi Odette menjamu mereka dengan makanan yang enak. Ia bahkan mengajak mereka semua menginap, tetapi tentu saja mereka menolak karena akan merepotkan.
Wajah Amaris ditekuk sepanjang perjalanan. Ace tentu saja mengerti apa yang dirasakan Amaris saat ini, sorot matanya benar-benar padam.
"Jangan dipikirkan," celetuk Ace sok cool.
Amaris seketika menoleh padanya dengan tatapan sendu. "Tidak ada bedanya ketika aku melihat dia bersama Odette ataupun Flora. Sama-sama menyakitkan."
"Aku mengerti," jawab Ace sambil tersenyum tulus.
Amaris menunduk. "Kenapa Hayden tidak pernah melirikku sejak dulu?"
"Hm, apa bedanya dengan dirimu yang tidak pernah melirikku sejak dulu?" balas Ace sambil terkekeh.
Amaris seketika melirik Ace dengan tatapan sengit dan mencubit pinggangnya. "Karena aku menyukai Hayden, makanya aku tidak melirikmu!"
"Aduh!" ringis Ace ketika mendapat cubitan dari Amaris. "Nah, Hayden pun sama, dia pasti menyukai yang lain," lanjutnya sambil meledek.
"Berarti dia suka Odette? Kalau Flora tidak mungkin, bukan? Dia baru datang ke sini akhir-akhir ini dan pastinya Hayden belum bertemu dengannya sebelumnya."
Ace tampak berpikir. "Hm, mungkin."
Amaris kembali menunduk dan berceloteh sebal. "Andai aku secantik Odette atau Flora, mungkin Hayden akan melirikku. Kalau begini, lebih baik aku mundur saja."
Bum!
Langkah dan percakapan mereka tiba-tiba berhenti ketika mendengar suara ledakan. Kemudian tanah yang mereka pijak mulai bergetar dan perlahan-lahan membelah. Belahan itu menyebabkan pohon-pohon yang berada di antara mereka menjadi roboh. Tiba-tiba belahan tanah itu mendekati tempat Amaris berdiri dan pohon di sampingnya akan roboh, saking paniknya Amaris tidak bisa bergerak untuk berteleportasi.
"Amaris!" Ace dengan cepat melompat ke arah Amaris kemudian menggenggam tangannya dan segera berteleportasi menuju hamparan tanah yang luas.
Wush!
Tak disangka tanah kosong yang biasa digunakan untuk menggembala kambing kini sudah dibanjiri oleh warga Klan Cylde dengan raut wajah yang khawatir. Begitu juga Amaris yang masih pucat pasi mengingat kejadian yang menimpanya barusan. Tangannya masih memegang tangan Ace dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen Eyes ✔️
FantasyFollow sebelum membaca ya! ^^ Fantasy-Minor Romance Dia adalah orang diramalkan, tapi takdirnya begitu membingungkan. Apakah ia akan terjebak dalam iris matanya yang hitam dan membuat kehancuran? Atau menciptakan kedamaian dengan iris matanya yang b...