Beberapa tahun telah berlalu, Flora telah resmi menjadi mahasiswa kedokteran, begitu pula dengan kakaknya, Moses. Ia sudah menjadi seorang dokter di rumah sakit besar. Sayangnya, hingga saat ini ia belum memiliki tambatan hati, begitu juga dengan Flora. Keduanya masih belum bisa melepas kenangan masa lalu.
Walaupun, akhir-akhir ini, Flora mendengar kabar bahwa Moses sedang dekat dengan seorang wanita karir.
Kabar baiknya, hubungan kedua adik kakak ini terjalin semakin erat setelah perjalanan panjang hari itu. Tidak jarang mereka saling melemparkan ledekan satu sama lain yang membuat mereka pada akhirnya mengulang tentang kisah-kisah yang terjadi dahulu.
"Kayaknya mustahil!" keluh Flora yang sedang berguling-guling di kasurnya sembari mengingat-ingat momen kebersamaannya dengan si lelaki dingin, Hayden.
"Flo!" teriak Moses sambil mengetuk pintu kamar Flora.
"Apaan?"
"Bantuin gue beres-beres, buruan! Gue bakal kedatangan tamu jauh!"
Flora menggeliat sembari mencela. "Ngerepotin mulu padahal lagi weekend?!"
"Ya, tolong dong, adik gue yang manis dan cantik walaupun masih jomblo," ledeknya.
"Cih. Ya ngga usah dijelasin juga kali jomblonya!" serang Flora sebal. Moses sama sekali tidak mengaca, padahal ia sama-sama tragisnya dengan Flora.
Flora terpaksa menggusur kedua kakinya mendekati pintu kamar dengan malas. Moses masih berdiri siaga di sana, berjaga-jaga kalau Flora tidak bangun juga dari kasusnya.
Tok! Tok!
Baru saja Flora hendak mengambil sapunya, pintu rumah diketuk tiga kali. Keduanya panik karena sama sekali belum bersiap menerima tamu.
"Bang, anjir! Kok tamunya rajin amat sih, kan belum mulai beres-beresnya?!" protes Flora.
"Ya mana gue tau lah! Padahal gue janjiin jam 10, ini masih jam 8!"
"Mana kita berdua juga belum mandi! Kacau, kacau!" rutuk Flora.
"Bukain gih pintunya, Flo! Please! Gue mau mandi dulu, kan kita pertemuan penting gue!" pinta Moses dengan wajah memelas.
"Enak aja lo?! Boleh aja sih, tapi nggak gratis!"
"Iya, iya! Nanti gue kasih apa yang lu mau, deh! Janji!" ucapnya.
Dengan berat hati, Flora menerima tawaran itu. Moses lari terbirit-birit menuju kamar mandi. Sedangkan Flora menarik napasnya dalam-dalam untuk menerima tamu penting kakaknya itu.
"Kalo misalkan ini tamu ngajak abang gua bisnis, semoga dia nggak kabur deh kalo tau dilayani nggak layak kaya gini," keluh Flora.
Ia membuka pintu dengan perlahan. Saat pintu sudah sempurna terbuka, Flora masih belum menatap lawan bicaranya karena tidak percaya diri dengan penampilannya yang apa adanya. Namun saat ia mendengar suara yang begitu familiar di telinganya, kepalanya seakan refleks untuk menengadah.
"Flo?" sapa salah satu dari dua orang yang kini berdiri menatapnya.
Matanya terbelalak, bibirnya terkunci saking tidak bisa berkata-kata. Ia berasumsi kalau yang ia alami saat ini adalah mimpi. Namun, dua orang yang berdiri di hadapannya saat ini tampak begitu nyata.
Ia mendapati seorang wanita dewasa berpakaian rapih nan anggun dengan rambut digerai, dengan seorang lelaki di sampingnya yang berwajah datar namun sedang berusaha menahan tawanya.
Seketika Moses menepuk pundaknya dari belakang. "Udahan kagetnya?"
Wanita dan lelaki itu tidak lain dan tidak bukan adalah Erika dan Hayden. Erika yang sekarang tampak seusia dengan Moses dibandingkan dahulu. Dan Hayden .... rrrr ia sudah tampak dewasa.
"Selamat pagi, Flo? Pasti belum mandi, ya?" ledek Erika dengan wajah jailnya. Hayden masih belum bersuara dan tetap menahan tawa.
Flora mendengus. "Please Erika, kita udah nggak seumuran lagi. Kalo gue jitak lo pasti udah termasuk ngga sopan." Flora memasang wajah sebalnya.
Erika tertawa. "Ya, jadi lo nggak bisa seenaknya lagi. Apalagi lo bakal jadi adik ipar gue."
"HAH?!"
"Ssssst," potong Erika sebelum Flora semakin ribut. "Ada yang ngomong empat mata, tuh!" ucap Erika sambil menyikut tangan Hayden.
"Erika masuk aja, lo sana deh pergi ke taman belakang," ucap Moses pada Flora. Dengan begitu, Erika masuk ke dalam. Dan tersisalah dirinya dengan Hayden yang sama-sama terdiam.
"Ayo ke taman," ajak Hayden sambil melangkah terlebih dahulu meninggalkan Flora termenung di tempatnya.
"Buruan," ajaknya lagi.
Flora yang masih gugup terpaksa harus mengikuti ke mana Hayden melangkah. Mereka menjaga jarak dan tidak ada yang mau mengalah untuk memulai pembicaraan. Bahkan ketika keduanya sudah berada di taman dan saling duduk bersampingan pun belum ada yang mau berbicara.
"Flo..."
Akhirnya Hayden membuka suara setelah beberapa menit mereka saling diam dan hanya melempar batu ke sembarang arah.
"Hm?" jawab Flora.
"Gue, anu ... Gue sekarang kuliah jurusan teknik," ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Hayden merutuki dirinya.
"Oh, gue sih kedokteran," jawab Flora dengan polosnya.
"Udah gue duga, sih. Lo cocok jadi dokter," puji Hayden jujur.
Ia benar-benar kesal kepada dirinya sendiri karena tidak bisa langsung terus terang soal perasaannya saat ini.
"Lo, udah lama di dunia ini?" tanya Flora penasaran.
"Ya, emang aslinya gue dari dunia ini, sih. Dan pas kemarin kebetulan aja gue lagi libur dan ngunjungin tempat itu buat masuk akademi," balasnya panjang.
"Jadi lo tau dong kalo gue aslinya dari dunia ini?"
"Tau lah."
"Kalo Ace, Amaris, dan teman-eman lain?"
"Mereka asli sana, sih."
"Enak ya bisa bulak-balik ke dunia itu?"
"Nggak juga sih, biasa aja. Lo masih pengen ke sana ya?"
Flora mengangguk. "Kangen aja gitu sama temen-temen. Tapi ..."
Hayden menoleh dan menatap Flora sambil menyeringai geli. "Tapi kalo gue udah ada di sini, lo udah nggak punya alasan lagi buat mau ke sana. Gitu, kan? Bener nggak?"
Flora terkesiap dengan penuturan Hayden yang benar 100%. Namun tentu saja ia mengelak. "Apaan si lo, pede banget jadi orang!"
"Muka lo merah, tuh!" ledek Hayden.
"Diem lo!"
Hayden tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Flora yang sudah agak beringas dibandingkan saat bersama di Cyridostown. Ia sama sekali tidak masalah degan itu karena menurutnya Flora tetap menggemaskan.
"Flo, gue kangen lo," ucap Hayden seketika yang membuat Flora mati kutu.
"Maaf gue kelamaan buat nemuin lo, tapi akhirnya gue bisa nemuin lo hari ini. Ya, walaupun lo agak beringas, sih. Udah gitu, belum mandi pula," kekeh Hayden.
"Terus gue juga minta ma—
Kalimatnya terputus ketika menyadari Flora merangsek ke arahnya dan memeluknya erat sambil terisak kecil. Sejenak ia terkejut, namun pada akhirnya ia tersenyum dan balik memeluk Flora.
"Gue juga kanget, banget," lirih Flora.
***
Ya begitulah teman-teman! Maaf bgt part ini cringe bgt ples gajegot hahaha bonus aja soalnya g pernah scene romantis sih😭
Endingnya bisa kalian simpulkan sendiri ya mereka bakal jadi apa 😄
Epilognya lama bet ya, sorii! Aku mau update cerita baru tapi belum ada covernya 😭 wkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen Eyes ✔️
FantasyFollow sebelum membaca ya! ^^ Fantasy-Minor Romance Dia adalah orang diramalkan, tapi takdirnya begitu membingungkan. Apakah ia akan terjebak dalam iris matanya yang hitam dan membuat kehancuran? Atau menciptakan kedamaian dengan iris matanya yang b...