Halo jangan lupa meluangkan waktu untuk menekan bintang harapan atau memberi pesan, kritik dan saran ya!
Happy Reading ❤️
°°°°°°°°°
Mereka baru tiba di rumah Flora ketika matahari berada tepat di tengah-tengah langit. Sengaja mereka mengantar Flora sampai rumah, itu akibat ia berhutang cerita tentang kejadian semalam. Lagipula, sampai saat ini Flora tak kunjung terbangun dari tidurnya, mereka tidak tahu apa yang menyebabkan Flora tidur sangat pulas.
Mungkin terlihat agak merepotkan, tetapi itu bukan apa-apa jika dibandingkan dengan Flora yang telah membantu mengobati warga di klan Remiel serta telah membantu mengusir para penyusup tanpa bantuan siapa pun.
"Flo, ayolah bangun! Sedang bermimpi apa kau?" gerutu Ace putus asa, ia merebahkan tubuhnya di atas lantai kayu rumah Flora, sedangkan Hayden duduk di atas kursi sambil menjadikan pahanya sebagai bantal. Dan Amaris duduk di bingkai pintu sambil memangku Wolfie yang meringkuk di pahanya.
Flora sungguh sulit dibangunkan bahkan sudah sejam setelah mereka sampai di rumahnya. Mereka ikut beristirahat juga di rumah Flora, setidaknya sampai ia terbangun dan menceritakan kejadian yang terjadi.
"Hhhhhoam!" gumam Flora sembari meluruskan badannya. Matanya perlahan-lahan terbuka dan seketika membelalakan matanya ketika yang pertama ia lihat adalah wajah Hayden.
"Kyaaaaaaa!" teriaknya bergegas bangun dari tidurnya, ia mengucek matanya sambil melihat keadaan sekitar.
Tempat ini, bukankah ini rumahnya?
"Akhirnya ... setelah sekian abad!" sindir Ace, Flora melongo sembari mengedip-ngedipkan matanya, menatap teman-temannya bergantian.
"Loh, kita di rumah?"
"Menurutmu?" balas Hayden, ia melipatkan tangannya dan bersandar pada kursi.
"Loh, aku belum pamit sama Nyonya Lin, tau!" sengitnya pada Hayden.
"Salahmu tidur sangat pulas." Flora mencebik, semangat hidupnya tiba-tiba hilang begitu saja. Padahal masih banyak yang ia ingin tanyakan pada Nyonya Lin tentang hal-hal berbau medis.
"Lalu, kalian sedang apa di sini selain menungguiku terbangun?" tanyanya polos.
"Kau berhutang cerita pada kami, Flo!" gerutu Ace, ia yang semula duduk di lantai berpindah duduk di atas kursi samping Flora.
"Cerita apa? Aku tak punya cerita!"
Hayden meringis akibat sudah dongkol menghadapi sifat terlampau polos milik Flora. Ia rasa bodoh dan polos itu berbeda tipis.
"Cerita semalam, Flo!" sambung Amaris pasrah, ia kemudian ikut duduk di atas kursi dengan Wolfie yang masih meringkuk di pahanya.
Flora ber-oh ria, "Oh itu, mau aku ceritakan kapan?"
"SEKARANG!" teriak mereka bersamaan.
Flora menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil nyengir, "Baiklah, baiklah!"
"Hm, mulai dari mana ya?" Ace, Hayden dan Amaris sudah memasang muka serius di saat Flora masih berpikir.
"Semalam aku tidak bisa tidur, kemudian aku memutuskan untuk pergi ke kolam ikan yang ada di pekarangan rumah tetua untuk sekedar menghirup angin malam. Lalu, aku berlatih dengan Wolfie.
Nah, saat itu aku merasakan hawa yang tidak enak, sama persis seperti yang aku rasakan saat insiden bandit sebelumnya. Ketika aku mengedarkan pandangan, ternyata benar ada dua pria berjubah yang hendak masuk ke salah satu rumah warga. Aku menghadapi mereka, tetapi saat mereka kalah ternyata mereka sudah menyiram bensin di seluruh rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen Eyes ✔️
FantasyFollow sebelum membaca ya! ^^ Fantasy-Minor Romance Dia adalah orang diramalkan, tapi takdirnya begitu membingungkan. Apakah ia akan terjebak dalam iris matanya yang hitam dan membuat kehancuran? Atau menciptakan kedamaian dengan iris matanya yang b...