02🍀

895 125 30
                                    

Pelarian yang indah dan sudah pasti benar jawabannya, dan juga sudah pasti bisa menenagkan diri adalah kembalikan semua pada yang pemilik hati. Hati manusia itu sangat mudah berubah, maka kembalikan semuanya pada dzat-Nya. Segala rasa resah, ragu, khawatir adukan semua pada-Nya.

Hati yang gelisah ini memang benar-benar menyesakkan dada, sampai tak sadar air mata mengucur deras demi meringaankan rasa sesak. Menyembunyikan susah hati dengan senyuman? Siapa yang mampu? Bagaiman rasa rendah itu kembali meliputi hatinya. Hormon ibu hamil memang labil, emosinya tak diduga. Bahkan ia tak nampakkan itu, ia tanggung semuanya seorang diri. Dan pada akhirnya semua tumpah dan ia curahkan pada 1/3 malam, ia ceritakan susah dan laranya pada sang pemilik hati.

Karanganyar

6.15 PM

Setelah solat maghrib suara klakson mobil terdengar, Bina yakin itu Aabid. Bina tak sempat melepas mukenanya, ia keluar bersamaan Ashad yang udah buka gerbang rumah. Mobil Pajero hitam itu sudah terparkir dihalaman samping, Bina melihat wajah lelah Aabid begitu kentara. Niatnya awal ingin bertanya kenapa nda jadi makan dirumah pun ia urungkan, semua pesan yang ia kirim pun diabaikan.

"Assalammualaikum.."

"Waalaikumsalam.. Mas mau mandi apa makan? Udah solat?"

"Mau solat terus mandi deh dek.."

"Eum.. Adek siapin air anget.."

"Eh.. Nda usah.. Mas mandi air dingin.. Gerah.."

"Adek ambilin baju mas.."

"Iya.."

Tak ada penjelasan yang diinginkan Bina, lantas harus sikap macam apa yang Bina berikan? Diam? Atau pura-pura nda terjadi apapun? Baik, diam dan pura-pura saja. Bina tak sanggup menanyakan itu. Bina takut nantinya Aabid berpikir Bina menuduhnya, Bina bukan orang yang akan to the point tapi bukan pula pemilik hati baja.

Cklek..

"Udah? Adek angetin lauk dulu.."

"Eum.."

Baik, masih tak ada penjelasan apapun. Bina beranjak dari kamar menuju dapur, sarden keinginan Aabid ia hangatkan kembali. Matanya sesekali melirik Akmal yang asik nyemil kentang goreng sama Ashad, hatinya mulai nda karuan rasanya. Ada sesek yang bener-bener bikin Bina sakit, rasanya seperti diabaikan.

"Maaf mas.. Ini sardennya.."

"Eh.. Eum.. Maaf dek.."

"Endak papa..  Mas makan dulu.."

Greep..

"Mau kemana?"

"Mau beresin kasur dulu.."

"Nanti ya.. Temenin mas makan.."

"Huh?"

"Iya adek duduk sini.."

Hati Bina nda tenang, rasanya ada setitik kebohongan yang coba ditutupi Aabid. Ada sesuatu yang sedang ditutupinya, ada sesuatu yang menutupi binaran mata Aabid. Yang ada hanya tatapan lelah dan letih Aabid, tatapan penuh tekanan yang memancar.

"Mas tadi toko rame ya?"

"Eh.. Um.. Ya, ada pesenan banyak.."

"Makan siang tepat waktu nda? Adek takut mas sakit.."

Deg..

Deg..

"Eum.. Sama mas Juned ke warteg.."

"Besok-besok adek bawain bekel aja.. Takutnya kayak gini, bilang jam 11 pulang malah maghrib baru sampe rumah.."

"Maaf sayang.."

Takdir Cinta dari-Nya [Mission Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang