42🍀

835 115 39
                                    

Assalammualaikum.. Apa kabar semuanyaaaa..

Selamat datang di chapter 42..

Dichapter mendekati akhir ini diharapkan tidak ada yang mengheningkan cipta ya.. Semua direali dan dikomentari disetiap paragraf yang telah ditulis kilat semalam.. Hehe

Lalu.. Siapkan tissue.. Atau mungkin sapu tangan untuk berjaga-jaga. Dibaca-diresapi-dihayati.. Mungkin dengan mendengar lagu Adelle-All I Ask..

Hehe..

Terima kasih yang masih excited dan tidak absen untuk KOMEN.. YUK RAMAIKAN KOLOM KOMENTAR..

WARNING!

CHAPTER PANJANG!!!




SELAMAT MEMBACA....


















Semua mengatakan, semua telah berlalu. Lupakanlah, begitu mudah mereka mengatakan 'lupakan'. Tapi, mereka abai akan rasa trauma yang terlalu dalam. Ketakutan yang dipupukan, dan rasa kurang percaya diri. Semua mengatakan, 'Tuhan saja maha pemaaf, bagaimana kamu tidak mau memaafkan'. Hati ingin menjerit dan menantang semesta, 'Aku bukan Tuhan, jangan samakan atau bandingkan.. Aku hanya hambanya-Nya yang berlumur dosa..'.

Tangisan pilu dibalik pintu kayu, tangisan yang menyayat hati ditemaramnya lampu belajar. Bukan sengaja mengunci diri didalam sana, bukan sengaja untuk meratapi semua hal yang telah terjadi. Bukan pula untuk meratapi takdir yang telah digariskan, apalagi menantang semesta. Bukan sengaja kaki mungil dengan balutan sendal hangat dengan warna merah muda, dan boneka strawberry itu melangkah.

Kedalam sebuah ruangan, yang seharusnya tak ia datangi. Untuk alasan apapun saat ini, untuk semua yang telah terjadi. Seharusnya lebih baik dengan keadaan yang sekarang, keadaan dimana dia mendapatkan apa yang didamba selama ini. Namun, lagi dan lagi. Seolah semesta menghakimi dirinya, seolah semesta belum merelakan dirinya bahagia dan seolah semesta mengatakan, 'Ini belum saatnya dirimu mengecap manisnya bahagia..'.

"Hiks.. Hiks.."

Tangan mungil itu membuka lembar demi lembar kertas yang sudah usang, sebuah buku harian. 'Milik Albina! Yang buka matanya bintitan! Aamiin! Sukurin!', ditulis dengan rapi dengan tulisan tangan. Buku harian berwarna coklat, dengan pita dari tali kulit pohon disampingnya. Dilembar yang seharusnya tak ia lihat, dia meraung begitu keras.

'Hari ini, ustad galak! Yang sayangnya.. Sayangku mengajar! Aku lupa bawa kitabnya! Dan ustad menghukumku membersihkan kandang sapi! Astagfirllah ada masalah apa ustad sama sapi??'

Matanya kembali menatap lembaran berikutnya, itu sudah lembar ke 50. Dia duduk bersimpuh dilantai hampir 1 jam untuk meratapi semuanya, membuat kepalanya pening dan telinganya berdenging. Lembaran yang begitu menusuk tepat ke jantungnya, lembaran yang sejujurnya harus ia bakar saat itu. Dan foto yang masih disimpan, foto resepsi di Tidar. Dengan sepasang pengantin dan dirinya diantara keduanya, dipeluk sayang pengantin perempuan itu.

'Selamat tinggal sayangku.. Aku mencoba baik-baik saja.. Dia lebih baik dariku.. Dia sempurna untukmu, terima kasih dia mau memelukku.. Dan kamu akan tetap menjadi sayangku sampai kapanpun.. Selamat menikah.. Sayangku... Cintaku.. Poros hidupku..'

"Huks.. Huks.. "

Foto dengan mata merah, dan sembab. Foto dengan senyum kecut, tubuh gemetar. Demi Allah, ia tak pernah sedekat itu dengan 'sayangnya'. Hanya sebatas 1 meter kadang membuat jantungnya berulah, dan Demi Allah saat ia berdiri disana pandangannya gelap. Tidak ada memori baik disana, tidak ada hal baik disana.

Takdir Cinta dari-Nya [Mission Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang