09🍀

742 116 21
                                    

Assalammualaikum!!

Gajawab dosa!

Akhirnya agak panjangan dikit.. Walaupun chap sebelumnya komennya cuma 2 orang yaudah gapapa. Wong buat percobaan apakah masih ada yang nunggu apa engga.. Alhamdulillah ada.. Yang vote juga ada alhamdulillah..

Udah gitu aja.. Capek aku..

Terserah pada pembaca.. Mau Vote monggo engga monggo mau komen monggo engga monggo kalo engga keduanya ya kebangetan.. Ehe :")

Aku gapapa.. Udah lumayan sehat juga.. Aku bakal pelan-pelan aktif lagi.. Jadi.. Yaaaa.. Aku nunggu komen kalian mau lanjut apa aku bener-bener unpubhlis.. Oke doki..

Selamat buat bayiku Bekuni ya.. Candy

Dah.. Gamau banyak ngomong.. Eh udah banyak..






























Dalam pikiran Aabid benar-benar rumit, kalau saja bisa ia ingin menarik kepalanya. Memikirkan Akmal, Bina dan serta keluarga besar Atqan. Cara mengambil kembali Akmal juga akan sangat runyam, apalagi akan ada alasan untuk menyalahkan Bina.

9.45 PM

Bina terbangun dan melihat Aabid tidur disampingnya, lengan Aabid bahkan memeluk pinggangnya. Rasanya membayangkan wajah amarah Aabid yang tadi membuat Bina ketakutan, Bina menarik dirinya dan keluar dari kamar. Sepi, ah benar Akmal di Tidar. Bina duduk diruang tengah, menatap kosong bingkai foto keluarga. Ah, apakah bisa disebuat keluarga?

Tes..

Setetes air mata meluncur dengan lancang, Bina menarik nafasnya berat. Dadanya sesak, Akmal sudah seperti putranya sendiri. Bagaimana perasaan seorang ibu yang dipisahkan dengan anaknya? Sakit bukan? Bahkan terakhir kali yang dilihat Bina adalah wajah ketakutan Akmal. Terakhir kali yang ia tahu Akmal demam, ia benar-benar merasa gagal menjaga Akmal.

"Maafin umi Akmal.. Hiks.. Maafkan saya umma.."

Masih asik memandang foto itu, dan besok adalah hari yang paling membahagiakan untuknya. Hari yang akan Bina habiskan dengan keluarga kecilnya, tapi semua hanya rencananya karena pada akhirnya Allah yang menentukannya. Bina beranjak dari sofa pajang itu, menuju pantry dan mengambil kotak susu.

Sekarton susu itu berdampingan dengan susu coklat kesukaan Akmal, lagi dan lagi Akmal. Bina mengesampingkan banyak hal demi Akmal, tapi Bina gagal menjaga Akmal. Bina nda bisa lagi menahan tangisnya, isakannya pecah menjadi jeritan tertahan. Betapa ia merindukan putranya, betapa ia mengkhawatirkan putranya.

"Hiks.. Hiks.. Akmal.. Hiks.."

Dari arah kanannya seseorang mengamatinya dari jauh, mendekatinya lalu menepuk pundaknya yang bergetar. Air mata itu masih mengalir dengan deras, Bina berulang kali menggelengkan kepalanya menyakinka dirinya dan orang lain jika ia baik-baik saja.

"Mba Bi?"

"Hiks.. Nda.. Hiks.. Nda papa.."

"Mba Bi kenapa?? Mba??"

"Akmal.. Hiks.. Mba .. Hiks.. Kangen anak mba.."

Deg..

Deg..

Ashad sendiri baru tahu dari Yanti kalau Akmal dibawa ke Tidar sama keluarga ummanya. Ini pasti jadi pukulan bukan lagi, ini bagai hantaman keras bagi hati Bina. Bina kalut, Ashad melihat itu. Bina berjongkok, mengabaikan segelas susu hamilnya. Menenggelamkan wajahnya pada kedua lututnya, Bina mencoba meredam tangisnya. Bina takut tangisnya akan membuat Aabid marah, atau membuat Aabid berlaku kasar pada keluarga umma.

Takdir Cinta dari-Nya [Mission Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang