12. Regen

1.6K 245 15
                                    

NAFAS nya terengah, peluhnya sedikit menetes, angin malam saat itu menusuk dirinya, ceceran darah merembas keluar dari mulutnya "Kau cukup tangguh juga untuk seorang gadis kecil sepertimu bisa mengimbangiku dan lagi kau melukai wajahku dua kali. Jadi kau harus membayarnya!" Kedua tangan Muzan menjadi sebuah tentakel tajam yang menyerangnya dengan membabi buta, kepalanya terlalu pening untuk menangkis semua serangan ini ia terlalu banyak menguras darahnya. Pikirannya saat itu adalah untuk melarikan diri karena tidak mungkin ia terus bertarung muntah darah kendati Muzan dengan cepat meregenerasi tubuh lecetnya. Namun, tidak bisa. Ia tidak bisa kabur begitu saja. Dia adalah seorang Kisatsutai, tidak ada harga dirinya jika ia kabur dalam sebuah pertarungan.

"[Name] saat kau dalam kondisi terburuk, cobalah meminum darahmu sendiri." Sekalimat perkataan Tamayo mengganggunya, alisnya sedikit berkerut karena pernyataan itu membuatnya sedikit jijik karena meminum darah sendiri. Tapi, perkataan Tamayo tidak bisa dikatakan bualan. Gadis itu dengan cepat menggigit jarinya hingga ia merasakan perih pada daging jarinya yang tertembus oleh giginya, dengan cepat pula ia menghisap habis darah kental yang keluar dari celah lukanya sedang tangan kanannya masih bertarung dengan tentakel milik Muzan.

Manik merah terang milik Muzan sedikit melebar dengan tindakan gadis itu yang diluar pikirannya 'Apa yang dia lakukan?.' Dapat dirasakan tubuh gadis itu yang berangsur-angsur pulih, Muzanpun menyadarinya bahwa luka-lukanya sedikit meregenerasi 'Dia?  meminum darahnya sendiri.'

Walaupun tubuhnya merasa pulih, namun masih ada beberapa lukanya yang cukup lama menutup 'Tamayo-san, arigatou kau membantuku.'

"Konsentrasi penuh, Mizu no kokyu [Nafas Air] : Ichi no kata [Bentuk pertama] : Minamo giri!" Katana miliknya memotong seperempat lengan Muzan, lelaki iblis itu mendecih "Kau tahu aku sengaja mengujimu, tapi sepertinya kali ini akan kubiarkan dirimu, lain kali mungkin aku akan membunuhmu tanpa satupun serangan yang mengenaiku ingat itu [last name]." Lantas Muzan menghilang meninggalkan gadis itu yang bersimpuh karena menafas nafasnya terlalu lama "Ugh! Aku terlalu lama menahan nafasku." Perkataan Muzan yang mengetahui namanya adalah sebuah teka-teki malam itu.

Empat hari berlalu dengan [name] yang sudah mengerjakan misi-misinya, dengan baik. Ia juga mengetahui penyembuhan yang bisa dilakukan oleh dirinya. Sekilas ia ingat memory saat kedua orang tuanya pernah membawa gadis itu pada sebuah rumah yang cukup besar dan juga cukup tua ia ingat percakapan tentang bunga yang sangat langka yang hanya muncul sekali dalam beberapa ribuan tahun.

"Akhh! Ittai! Okaa-san ittai!." Gadis kecil itu memegang mata kananya yang dipenuhi oleh kucuran darah merah kental yang keluar membasahi tanah kering di halaman tua rumah itu "Damare! Kau adalah wadahku [name] ingat itu!." Setelah mendapat pukulan serta beberapa luka sayatan, wanita itu membuka paksa mata gadis kecil yang tengah terbaring dengan nafas yang merintih "Dengan ini, kau akan menjadi tidak terkalahkan anakku." Kemudian pandangannya berubah menjadi gelap.

Gadis itu mengadahkan kepalanya menikmati angin malam itu menerpa wajahnya, merasakan jantung yang berdebar, tersenyum pahit saat kejadian sekilas memasuki otaknya. "Hah~ Sepertinya aku lupa ingatan saat kejadian itu." [Name] beranjak dari tempatnya, ia berlari dengan nichirinnya yang mengeluarkan tetesan hujan serta gelombang yang bergerak konstan teratur mengitari bilahnya. Ia rindu Nezuko, Tanjirou, dan Urokodaki. Mungkin setelah misi terakhirnya saat ini ia akan mengunjungi mereka. Lagipula Tama berkata bahwa akan ada waktu istirahat untuknya setelah menyelesaikan tugasnya sekarang. Seperti serangan beruntun tempat itu dipenuhi oni yang hendak memakannya, apa ini tempat berkumpulnya para oni? Bukankah ini terlalu banyak?

Dengan cepat pula katananya menebas satu persatu bahkan lima leher sekaligus dengan cepat, manik matanya mengkilat bagai hewan buas yang siap menerkam matanya, nichirin berwarna biru gelap itu terlihat banyak ternoda dengan darah para iblis yang ia bunuh. Kakinya terus-menerus berlari, terus membunuh jika oni itu menghalangi jalannya. Hingga terbitnya matahari, ia berhenti tepat pada tebing yang cukup curam, alisnya berkerut saat otaknya tak sengaja terdistorsi oleh kejadian-kejadian pada tepi tebing ini.

𝐃𝐎𝐖𝐍𝐏𝐎𝐔𝐑 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang