60. Sword. 5. 4

785 144 9
                                    

TOMIOKA GIYUU menemukan dirinya kembali. Berdiri tepat di depan kediaman gadis itu, memandang kosong remangnya rumah yang masih tak berpenghuni si pemilik, memikirkan sebuah kemungkinan apa yang dialami oleh pilar hujan tersebut ke depannya. Sudah tiga hari, enam kali juga Giyuu menghitung kedatangannya kemari.

Hanya ingin bertemu dengan sebuah presensi yang ia butuhkan sekaligus untuk menjelaskan sebuah perasaan yang sesungguhnya tersimpan dalam sanubari. "Tomioka?"

Haori putih sedikit tersibak kala dersik angin melewati, mata memandang punggug yang belum sekalipun menoleh. "Apa yang kau lakukan di depan rumah [Name]?"

Giyuu masih diam, namun figur tinggi yang berdiri beberapa meter di belakangnya pun masih tak beranjak untuk pergi. "Hanya memastikan kehadirannya," jawabnya, sampai tubuhnya berbalik.

"Souka." Kyoujuurou tersenyum, masih dengan wajah ramahnya seperti biasa, "Kupikir kau akan bertemu dengan Kocho."

"Tidak, aku sudah memutuskan hubungan dengannya sejak itu." Alis hitam bercabang menaut, "Kenapa?"

"Kau tanya 'kenapa'?"

Pupil memperhatikan, bagaimana Giyuu yang menghela nafas panjang, sirat mata biru gelap dengan sendu kentara, atau lirikan yang mematuk pada arah lain seolah menghindari sebuah pertanyaan 'kenapa'.

"Aku...hanya menyadari kalau aku membuat kesalahan besar."

"Bukankah seharusnya dari dulu kau menyadarinya Tomioka?"

"Tentang apa?" Tanah yang diinjak ia tatapi menerawang, lantas kembali mencugat untuk menatap wajah tanpa ekspresi dari Giyuu. "Tentang pernyataan gadis itu dulu, yang berkata untuk belajar mencintaimu. Kau tahu itu sebuah kalimat jujur, bukan?"

"Aku tahu, bukankah aku brengsek?"

"Ya, memang."

Giyuu tak bisa menampik itu, dua kata dari Kyoujuurou memang sebuah ucapan yang memang tak terbantahkan. "Aku berusaha untuk memperbaikinya, untuk kali ini."

Rengoku tersenyum, tipis hingga terlihat seperti garis horizontal tanpa lengkungan, "Aku mencintai gadis itu, tapi aku sadar akan perasaanku. Jadi Tomioka, tolong jaga [Name]."

Kanroji terus menangkis serangan dari naga pohon dengan nichirin lenturnya, tatkala bilah nichirinnya berada di sekeliling tubuh iblis itu, siap untuk memenggal kepala. Sontak mulut iblis tersebut terbuka, "Kanroji-san itu bukan tubuh aslinya! Dia takkan mati jika kau memenggal kepalanya!!"

Teriak Tanjirou, [Name] beranjak melesat ke arah Kanroji, "Teriakan amarah melengking." Tatkala serangan iblis itu siap terlontar mengenai Kanroji dengan cepat [Name] menendang sisi kepala iblis itu hingga terpental beberapa meter. "Mitsuri kau tidak apa-apa?"

"Arigatou! Aku takut sekali [Name]-chan!" Tubuh Hashira hujan itu diguncang oleh pelukan dari sang pilar cinta. "Hai, hai."

"Aku akan membantumu Mitsuri."

Cengiran lebar dari perempuan dengan surai merah muda bergradasi hijau tersebut tersemat, kedua pilar yang berdiri berdampingan. Netra Kanroji melirik, bilah nichirin putih [Name] seperti mengeluarkan asap tipis, sontak alisnya bertaut. "[Name]-chan, nichi—" kalimat terhenti saat sebuah satu kata dari bibir perempuan ini cepat memotong. "Dia datang."

Tepat saat perkataan yang dilontarkan oleh [Full name], akar besar yang dipijaki mereka bergetar, naga pohon yang dikendalikan oleh iblis amarah tersebut menatap dengan mata tajam.

"Hashira sialan, lebih baik kalian mati saja!"

Mitsuri dan [Name] berlari dari sisi yang berlawanan, "Ame no kokyu : Kyuu no kata : Hari fubuki."

𝐃𝐎𝐖𝐍𝐏𝐎𝐔𝐑 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang