RASANYA malam berlalu cepat tanpa diminta, terbangun pada futon dengan kepala cukup pening netra melirik kearah presensi jangkung yang mengenakan Haori miliknya "Sudah bangun?" Suara dingin monoton menyambut telinga, tak lupa iris biru gelap yang tengah menatapnya lamat-lamat.
Ia melupakannya. Sebuah rentetan kejadian tadi malam tiba-tiba menghantam otaknya tanpa pikir panjang "Katakan kita tidak melakukan apapun Tomioka."
Giyuu terdiam sejenak, lantas jawaban yang keluar dari Hashira air itu sungguh membuat bibir [Name] terbungkam.
"Selain saling memagut dan berargumen tidak ada yang lain." [Name] menghela nafas gusar. "Kenapa kau masuk kamarku?" tanyanya setelah sadar Giyuu seharusnya berada di kamar yang berbeda.
"Ingin melihatmu."
"Kau gila Tomioka, cepatlah pergi kepalaku pening melihatmu." Ujar gadis itu dengan tangan yang seolah tengah mengusir sementara tangan lain memijat pelipis, namun lagi-lagi jawaban dari bibir pemuda berusia 21 tahun itu diluar akalnya.
"Kau sakit?"
"Bisakah kau pergi saja? Itu hanya perumpamaan."
"Tidak, aku akan di sini menemanimu."
Oh, sialan. Bisa gila gadis itu lama-lama.
"Oyakata-sama mungkin mencarimu, cepat pergi," tegasnya kembali.
Dia beranjak dari futon lantas berjalan meninggalkan Giyuu yang masih tergugu di kamarnya.
"Bagaimana Shinobu?"
"Apanya?"
[Full name] menatap sisian wajah Giyuu, sinar bulan menimpa wajahnya "Hubunganmu, kau kemari tanpa sepengetahuannya, kan?"
"Tidak berjalan dengan lancar, perasaanku hanya sebatas teman. Dan benar aku kemari tanpa sepengetahuannya."
Hembusan nafas lolos pada celah bibir gadis itu, Giyuu di sampingnya selalu menjadi sebuah enigma yang terus datang tanpa bisa ia ambil jeda. Membuat diri tersesat tak tenti arah hanya perihal hubungan tak jelas darinya, "jika sedari awal kau hanya singgah sebentar seharusnya kau tak perlu menampatkan hatimu." Kalimat akhir yang diakhiri percakapan malam itu, Tomioka Giyuu masih memikirkannya. [Full name] benar, dan tak ada sekalipun kalimat yang tersangkal oleh bibirnya.
"Makanlah, bahan masakannya belum sempat aku beli." Satu mangkuk nasi, telur, dan kecap asin. Wajah Giyuu mencugat menatap gadis itu "apa?"
"Apa kau benar-benar sakit?"
"Astaga Tomioka kau itu— sudahlah. Makan saja setelah makan kau harus pergi."
Giyuu menatap punggung Hashira hujan itu yang menjauh, kenangan-kenangan yang terukir merengsek masuk tanpa izin. Biru gelap dari iris Giyuu mengerling, kembali menatap mangkuk nasi dengan kepulan asap yang melambung tinggi lantas memudar ke udara.
[Name] memakai seragam Kisatsutainya, tak menyadari pemuda tengah berdiri pada ambang shogi "mau kemana?"
Tubuhnya sontak terjingkat, kepala menoleh cepat "Demi Kami-sama, tidak bisakah kau mengetuk terlebih dahulu?" protesnya dengan kedua jari cepat-cepat mengancingi.
"Kau tidak menutup pintunya [Name]," jawab Giyuu datar.
Gadis itu mendengkus, memakai Haori secepat kilat, beranjak mengambil nichirin yang terletak di atas kabinet kayu. "Jangan mengikutiku," tukas [Name] setelah melewati presensi Hashira air di belakangnya.
Langkah sunyi, terik matahari menyorot tajam, tidak ada awan yang menutupi, seharusnya perasaan damai dapat dirasakan dengan situasi dan kondisi yang sekarang, namun sedari tadi pemuda tinggi dengan Haori belang itu terus mengikutinya. Jujur saja [Full name] hendak melontarkan kata-kata tambahan sarkas agar dia pergi tapi rasanya ada sebuah perasaan mengganjal dalam benaknya hingga kalimat itu ia telan bulat-bulat dan membiarkan Tomioka Giyuu mengikutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐎𝐖𝐍𝐏𝐎𝐔𝐑
Fanfiction˚ ༘♡ ⋆。˚ 𝒕𝒐𝒎𝒊𝒐𝒌𝒂 𝒈𝒊𝒚𝒖𝒖 ↳completed. ❝tenanglah, takdir akan selalu menjadi pelita untuk kita selalu bersama. Tidak ada yang perlu ditakutkan kasih, karena aku akan selalu membasahi ragamu dengan tirt...