HANYA sebuah dekapan hangat yang tersisa dari perpisahan senja kala itu, sebuah sensasi yang terasa membuat jantung kerap kepalang berdebar tak karuan.
Iris biru gelap Tomioka Giyuu menatap lembayung dengan spektrum oren terpampang, burung-burung terbang kembali pada sarang ditangkap oleh pupil matanya. "Tomioka-san?"
Kepala menoleh, sosok Hashira serangga tengah berdiri di belakangnya. Dengan senyum manis yang selalu menjadi ciri khas, Kocho Shinobu.
"Kenapa di sini?" tanya Giyuu. Pemuda itu terlalu bingung dengan kehadiran Shinobu yang terlalu tiba-tiba, "tidak apa-apa bukan? Baru kali ini aku mengunjungi kediamanmu," balasnya menduduki diri di samping kiri si pemuda.
Benar, kendati hubungan (tak jelas) itu sudah berjalan beberapa bulan. Keduanya sama sekali tak pernah merasakan menjejaki kediaman masing-masing. Tapi, baru kali ini Shinobu mengunjungi kediaman pemuda bermarga Tomioka, dan sukses membuat otak Giyuu dipenuhi simbol tanda tanya. Ralat— Giyuu pernah menginjakkan kaki di kediaman kupu-kupu namun hanya sebuah kunjungan atau jengukan kecil.
"Kemarin malam aku menunggumu di depan. Tapi, kau tidak ada." Kalimat Shinobu membuat hati tertohok, bibir Giyuu bungkam. Suasana di antara mereka hening mencekik, "katakan kau di mana saat itu Tomioka-san?"
Mugenjou.
Netra Akaza menatap sekeliling, "hyo, wah wah. Akaza-sama, kau terlihat murung. Bagaimana kabarmu setelah sembilan puluh tahun?" sapaan dari iblis bulan atas lima— Gyokko.
Matanya mengerling menatap iblis tak jelas bentuknya, "mengetahui kalau mau mungkin saja mati membuat hatiku dipenuhi kebaha— uhuk! Uhuk! Membuat hatiku dipenuhi rasa sakit."
"Ini benar-benar mengerikan, Gyokko lupa caranya berhitung selama kita tidak berkumpul, sudah tiga belas tahun kita tidak dipanggil ke sini," sahut iblis bulan atas keempat— Hantengu.
"Angka yang tak terpisahkan... angka sial. Angka ganjil! Memang mengerikan," lanjutnya dengan tangan memegang batas tangga sementara wajah bawah disembunyikan setengahnya.
Alih-alih menjawab ocehan keduanya, Akaza melontarkan pertanyaan pada perempuan dengan rambut panjang menutupi wajah, "hei wanita biwa, apa Muzan-sama belum datang?"
"Beliau belum datang."
"Kalau begitu dimana iblis bulan atas pertama? Tidak mungkin dia sudah mati,"
"Tunggu, tunggu sebentar Akaza-dono! Apa kau tidak menunjukkan perhatianmu padaku?" Lengan melingkar pada bahu kanan, Akaza terdiam, hingga sebuah kalimat kembali terucap "aku sangat khawatir dengan kalian! Kalian adalah kawanku yang berharga, aku tidak mau siapa pun yang ada di sini mati," lanjutnya berbicara tepat di samping kepala pemuda bersurai pink itu.
"Hyo, Douma-dono."
"Hei, hei, lama tak jumpa Gyokko. Apa itu pot baru? Cantik sekali. Pot yang kau berikan ada di kamarku, aku menaruh kepala gadis yang putus kedalamnya sebagai hiasan." Ujar iblis bulan atas dua— Douma, dengan senyum lebar memperlihatkan empat taring pada gigi atas dan bawah.
"Kau tidak bisa menumbuhkan kepala yang sudah dipenggal, tapi aku suka idemu."
"Sudah kuduga! Kau harus mampir sekali-kali—"
"Lepaskan," perkataan Douma terpotong cepat. "Hm?"
"Singkirkan tanganmu," jelas Akaza melirik tajam, hingga kepalan tangan iblis bulan atas tiga itu menghantam tulang rahang bawah milik Douma. Tak butuh waktu lama untuk Douma meregenerasi wajahnya, pria sinting itu tersenyum lebar, "whoa! Pukulan yang bagus, apa kau jadi lebih sedikit kuat semenjak terakhir kali kita bertemu, Akaza-dono?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐎𝐖𝐍𝐏𝐎𝐔𝐑
Fanfic˚ ༘♡ ⋆。˚ 𝒕𝒐𝒎𝒊𝒐𝒌𝒂 𝒈𝒊𝒚𝒖𝒖 ↳completed. ❝tenanglah, takdir akan selalu menjadi pelita untuk kita selalu bersama. Tidak ada yang perlu ditakutkan kasih, karena aku akan selalu membasahi ragamu dengan tirt...