DUA

40 3 2
                                    

Operasi sedang berlangsung, tadi setibanya di IGD rumah sakit Alfi segera melakukan tindakan operasi untuk menolong Rafly yang sudah tidak sadarkan diri.

"Untuk sementara ini kamu bisa melakukan wawancara bersama ibu klien dan gali informasi kenapa Rafly bisa sampai dibiarkan memegang pisau. Padahal hal itu jelas sudah dilarang." perintahku kepada salah satu asisten magang yang dijadwalkan praktek hari ini. Setelah kejadian tadi aku memutuskan untuk tetap berada dirumah sakit sebab sebentar lagi jam praktekku akan dimulai dan beberapa klien juga sudah mulai berdatangan.

Beberapa menit sebelum kembali bekerja aku memutuskan untuk mencuci wajahku yang kelelahan dan memoleskan sedikit make up tipis agar penampilanku setidaknya lebih baik dari sebelumnya dan membuat klien nyaman ketika sedang bercerita denganku.

Hari ini semua berjalan lancar seperti biasanya, seluruh klien yang sudah dijadwalkan untuk konsultasi telah menyelesaikan konselingnya dengan baik dan sekarang pekerjaan ku semua sudah rampung. Ketika aku sedang bersiap untuk pulang seorang asisten magang bernama Atika menghampiriku.

Namanya Atika, biar aku perkenalkan dia pada kalian. Ia seorang mahasiswi yang tengah menempuh pendidikan profesi psikologi di salah satu universitas di Jakarta dan kebetulan Rumah Sakit Ujerin akan membuka penerimaan mahasiswa magang tiap tahunya khususnya di departemen kesehatan jiwa. Yang mana pada departemen tempatku bekerja akan menerima 4 mahasiswa pertahunya dan yang paling sering mendapatkan jadwal piket bersamaan denganku adalah Atika.

Itulah alasanku memperkenalkanya pada kalian. Meskipun nanti akan ada beberapa nama yang akan asing kalian dengar tapi tenang saja aku akan tetap memperkenalkannya pada kalian.

"Klien atas nama Rafly sudah siuman setelah operasi dari beberapa jam yang lalu dan saya juga sudah melakukan wawancara kepada Ibu klien." ucap Atika padaku dengan nada sopan seperti biasa.

"Oke kalau gitu sebelum saya pulang kita visit ke ruangan Rafly dulu, laporan hasil wawancara bersama ibu Rafly tadi mana biar saya liat." ia memperlihatkan hasil wawancara tersebut kepadaku, sembari berjalan menuju ruangan tempat klien berada aku fokus membaca hasil wawancara yang dilakukan Atika.

"Oke, untuk sekarang kita cuman akan cek keadaan fisiknya klien bagaimana dan memastikan bahwa Rafly sudah kembali seperti semula. Kamu bisa atur ulang jadwal, prioritaskan untuk konseling sebelum terapi karena itu yang terpenting, jangan lupa untuk terus sesuaikan dengan kondisi fisiknya." yang diperintahkan mencatat semua perkataan yang kusampaikan kemudian kami masuk kedalam ruangan. Ternyata Alfi bersama beberapa dokter lainya sudah sampai lebih dulu.

"Selamat malam, Rafly gimana kabarnya?" tanyaku dengan nada ramah sebab intonasi nada adalah salah satu aspek penting dalam berkomunikasi khususnya kepada klien yang sedang dalam keadaan rentan atau sensitif.

"Maaf ya, gara gara saya tangan kamu jadi luka." lirihnya sembari menunjuk tanganku yang terbalut scarf sebab sempat ia lukai beberapa jam lalu. Bahkan aku saja tidak ingat kalau sedang terluka, rasanya ketika sudah kembali bekerja hal hal yang mengganggu fokus akan aku biarkan saja.

"Gak papa, lukanya gak parah kok. Untuk sementara ini kamu jaga kesehatan aja dulu. Nanti kita akan ngobrol banyak kalau kesehatan kamu udah pulih dan bisa jalan sendiri ke ruangan saya hahah" aku melontarkan candaan yang ternyata berhasil membuatnya tertawa.

"Kalau ada apa apa atau hal hal yang menggangu pikiran kamu, kamu bisa tekan tombol itu karena ada asisten saya yang bakalan stay dibawah. Jadi tetep rilex dan jangan takut okay?" ia mengangguk mengiyakan. Kemudian setelah semuanya di pastikan bahwa baik baik saja. Aku keluar meninggalkan Alfi dan tim dokter lainya yang masih berada didalam, mungkin ia masih ingin memastikan beberapa hal karena dia adalah dokter yang mengoperasi Rafly.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang