"Irhan." teriakku sesampainya di rooftop rumah sakit. Beberapa waktu yang lalu salah satu dokter residen memberitau padaku bahwa Irhan meminta ditemui di rooftop karena ingin membahas sesuatu yang penting. Oleh sebab itu aku berlarian menggunakan heels dari ruangan praktek menuju tempat yang sangat jauh dari ruangan kerjaku. Tapi yang dicari justru tak ada, tempat ini kosong dan tak ada siapapun selain aku.
"Irhan!" ucapku lagi sembari mencari cari keberadaanya.
"Han, aku gak mau becanda yah. Keluar gak, jangan ngumpet."
"Irhaaann."
"Sumpah hitungan ke tiga kalau kamu gak keluar aku balik."
"Satu."
"Dua." tak ada suara apapun.
"Dua setengah." bahkan tanda tanda akan keberadaanya sama sekali tak terlihat.
"Tiga."
"Yaudah aku balik. Irhan nyebelin, dikirain lari lari pake heels enak apa."
Sewaktu ingin melangkah untuk meninggalkan tempat kosong ini, ada seseorang yang menahan pergelangan tanganku. Ketika aku berbalik untuk memastikan, lelaki itu menunduk dan melepaskan heels yang kugunakan lalu menggantinya dengan sepatu yang sudah ia persiapkan.
Tanpa perlu menjelaskan kalian tau kan siapa orangnya. Dia yang selalu memperdulikan tiap hal kecil dalam hidupku, yang selalu menjagaku dan tak ingin melihatku kesusahan. Dan masih sama seperti beberapa tahun sebelumnya, Alfi tidak pernah suka dengan heels yang kugunakan setiap harinya.
Aku hanya bisa terdiam sembari melihatnya melakukan kegiatan rutin yang ia lakukan sejak beberapa tahun lalu untuk menjagaku. Beberapa tahun tak bertemu selain mengubah wajahnya yang sudah tampan menjadi lebih tampan lagi, tubuhnya semakin tinggi. Model rambutnya pun sudah berbeda dari sejak terakhir melihatnya. Senang bisa kembali melihatnya dengan baju biru khas operasi dan snelli itu. Bahkan aku sudah melihat keterangan nama di id cardnya yang berbeda dari awal aku mengenal dan mulai mencintainya.
dr. Alfi Abisatya Nararya Sp.B
-kepala departemen bedah umum-Laki laki yang pernah menyerah atas mimpinya untuk menjadi dokter itu kini sudah menjadi kepala departemen dan akan terus menyelamatkan banyak pasien. Salah satu mimpiku yang satu ini juga tercapai, memastikan bahwa ia selalu baik baik saja dan bisa melangkah meraih semua mimpinya hingga sejauh ini. Meskipun sempat terdiam beberapa saat, akhirnya ia membuka pembicaraan yang sempat bungkam selama beberapa tahun.
"Apa kabar, Na?" ucapnya sambil menatap mataku.
"Kok kamu disini?" tanyaku bingung melihat keberadaanya disaat seharusnya Irhan lah yang seharusnya disini.
"Aku yang nyuruh Irhan." tak heran, karena hubungan mereka sangat dekat selama beberapa tahun ini. Seperti sahabat yang sudah bertahun tahun lamanya bersama.
"Buat apa?"
"Buat ketemu kamu."
"Kenapa harus lewat Irhan?"
"Aku takut kamu gak mau kalau aku yang ngajakin."
"Kabar aku baik." jawabku tiba tiba yang membuatnya terkejut. Setelah itu yang kami lakukan hanya saling bertatapan, melihatnya terdiam aku segera menanyakan satu hal sederhana yang selalu ingin ku pastikan ketika bertemu denganya. Pertanyaan yang paling penting dari apapun didunia ini, termasuk diriku sendiri. Pertanyaan yang selalu ingin kutanyakan langsung tapi aku tak memiliki kemampuan atas itu.
"Kabar kamu gimana?"
"Gak pernah sebaik ini sebelumnya." aku tersenyum lega mendengarnya, tak ada yang lebih indah dari itu. Aku memang tau bahwa ia tak pernah baik baik saja semenjak menyakitiku, aku juga paham betul ia selalu meratapi kepergianku yang tiba tiba tanpa salam perpisahan. Irhan pernah mengatakan padaku bahwa sebelum operasi Alfi memiliki kebiasaan untuk duduk sendirian sembari menatap foto kami bersama lalu menangis. Mendengar langsung dari bibirnya bahwa ia baik baik saja rasanya bumiku kembali utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
t e m u
عاطفيةPertemuan paling membingungkan yang terjadi dalam cerita kehidupan Alaena. Ia dilamar oleh seorang laki laki paling aneh yang pernah ia temui di bumi, bernama Alfi. Cincin itu pas sekali dijari manisnya, ia terikat dengan laki laki yang tak perna...