SEBELAS

19 2 1
                                    

Setelah menghabiskan waktu yang lama disana kami memutuskan untuk beranjak dari tempat itu karena sepertinya hari ini akan turun hujan dan ditempat tersebut tidak ada tempat untuk berteduh. Benar saja keluarnya kami dari lift hujan turun dengan sangat deras membuat kami bertahan sejenak.

"Kalo dingin dingin gini enaknya makan indomie" ucap Alfi yang membuatku tertawa.

"Lo harus coba indomie buatan gue, terenak satu semesta" aku membanggakan diriku sendiri, karena memang benar bahkan terkadang kedua asisten ku dikantor selalu ingin dibuatkan indomie sangking enaknya.

"Lo harus tau juga gue selektif banget kalo soal indomie" aku jelas merasa tertantang mendengar perkataanya, karena selama ini orang orang yang memakan indomie buatanku belum pernah ada yang mengatakan tidak enak.

"Gue masakin nanti di apartement gue mau gak?"

"Lo ngajakin gue ke tempat lo nih malem malem?" godanya ternyata dia mengsalah artikan ajakanku.

"Dih geer lo" kemudian ia tertawa.

"Gue jadi gasabar nyobain masakan Alaena yang katanya terenak satu semesta." benar benar lelaki ini ternyata menantang kemampuanku akhirnya aku mengiyakan untuk membuatkanya indomie di apartemenku nanti.

Aku kembali menatap hujan yang ada dihadapanku, ketika memandang hujan aku mengingat masa kecilku, rasanya kalau berhasil mandi hujan kemudian tiba dirumah dalam keadaan basah kuyup dan dimarahi oleh orang tua adalah hal paling membahagiakan didunia.

"Fi" aku memanggilnya, kalian tau kan apa yang akan aku lakukan sekarang. Aku mengajak lelaki disampingku ini untuk bermain hujan.

"Terobos hujanya mau gak?" ajakku. Jelas ia menolak permintaan aneh dariku yang tiba tiba.

"Gak. Nanti sakit" aku kesal mendengar jawabanya yang tegas itu. Namun bukan Alaena namanya jika menyerah begitu saja.

"Ayo lah Alfi, cuman terobos sampe parkiran aja. Lari deh kita biar ga basah basah banget, gue udah lama gamain hujan. Yah yah mau yah?" aku mencoba membujuknya seperti yang biasa Rara lakukan ketika mengucapkan permintaan. Dan benar saja lelaki dihadapanku ini mengiyakan permintaanku, ketika aku memutuskan untuk segera berlari karena tak sabar untuk bersentuhan dengan hujan Alfi menahan tanganku, kemudian menundukan tubuhnya dikakiku melepaskan sepatu hak tinggi yang kugunakan. Meskipun sudah terbiasa menggunakan heels namun rasa sakit karena terlalu lama menggunakanya tidak dapat dipungkiri.

"Gimana bisa lari kalo lo pake heels, Alaena"

"Mendingan pake heels daripada gue nyeker, Alfi." bantahku lagi, kemudian ia memberikan heels pada dua tanganku.

"Siapa bilang gue mau ngebiarin lo nyeker" lalu ia menggendongku dipundaknya.

"Lo beneran mau gendong gue?" tanyaku memastikan dan yang ditanya menjawab dengan jawaban yang unik.

"Siap, Ibu Alaena?" aku tertawa bahagia kemudian berpegangan erat.

"Siap dokter Alfi" jawabku sambil tersenyum.

"Meluncur" kemudian ia berlari, sekarang tubuh kami basah akibat terkena air hujan yang sangat deras, bahkan beberapa orang yang berteduh kebingungan melihat apa yang sedang kami lakukan. Bagaimana bisa dua orang dewasa memilih bermain hujan dan tertawa lebar disaat semua anak kecil memilih berteduh.

Tapi satu hal yang pasti aku lebih bahagia bermain hujan hari ini dibandingkan beberapa tahun lalu pada saat masih kecil. Mungkin karena kali ini aku berada di gendongan laki laki paling aneh di bumi yang nyatanya selalu berhasil membuatku bahagia.

t e m uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang